Tentu saja Jefri juga melihat mereka. Tubuhnya yang bersandar dengan malas di atas sofa bahkan langsung menjadi kaku karena melihat Sandy dan Sara saling bergandengan tangan.Amarah yang pada akhirnya berhasil dia redam pun mulai tersulut kembali. Matanya menyalang marah menatap kedua sejoli itu!Jelas-jelas Jefri sudah menyuruh Sara memutuskan Sandy, tetapi bukan hanya Sara tidak memutuskan Sandy, dia malah mendatangi Jefri bersama "kekasihnya" itu. Nyali Sara memang besar, ya!Sandy akhirnya melihat sosok Jefri yang sedang duduk di antara para pemuda kaya lainnya, persisnya di sofa yang terletak di sudut ruangan. Sosoknya tertutup oleh cahaya lampu."Tuan Muda Jefri."Sandy berjalan menghampiri Jefri sambil menggandeng Sara. Dia sama sekali tidak takut dengan identitas dan status Jefri ataupun para pemuda kaya lainnya di sini."Aku ke sini cuma untuk memberitahumu untuk jangan pernah mengusik pacarku lagi. Kalau nggak ....""Kalau nggak apa?"Jefri langsung menyela ucapan Sandy denga
Begitu melihat Sara berada di jalur pukulannya, tinju Jefri pun langsung terhenti di tengah udara.Sara sudah memejamkan matanya bersiap menerima pukulan Jefri dengan tubuh yang gemetar, tetapi dia tidak merasakan apa-apa.Sara tahu Jefri sudah menarik tangannya kembali, tetapi dia tidak menoleh ke belakang. Dia hanya menundukkan kepalanya untuk memeriksa luka di wajah Sandy."Kak Sandy nggak apa-apa?"Sandy termangu menatap Sara yang mengadang melindunginya. Dia baru tersadar kembali setelah Sara bertanya kepadanya."Aku ... nggak apa-apa."Sandy tidak menyangka Sara akan melindunginya seperti ini. Sandy pun menjadi makin yakin bahwa dia tidak melakukan kesalahan apa pun dengan membela Sara.Sara menatap Sandy yang masih sadar meskipun sudah terluka cukup parah, lalu berbalik menatap Jefri yang terlihat marah dan tidak percaya."Tuan Muda Jefri, kita ketemu lagi di kantor polisi saja. Aku akan lapor polisi karena kamu sudah melecehkanku dan menghajar pacarku."Setelah itu, Sara mendor
Setelah mengantar Sandy ke rumah sakit, Sara langsung melapor polisi tanpa rasa takut.Saat Jefri kembali ke vilanya di Kota Ostia, polisi pun menangkapnya dan menggiringnya ke kantor polisi.Jefri takut pihak kepolisian Kota Ostia akan memberi tahu Keluarga Lionel, jadi dia masuk ke mobil polisi dengan patuh untuk pertama kalinya.Begitu memasuki kantor polisi, Jefri melihat Sara sedang menempelkan sekantong es batu ke wajah Sandy.Dia mendengus marah dan menoleh ke samping, tetapi polisi mendorongnya menuju ruang interogasi.Lama sekali Jefri diinterogasi oleh polisi terkait kenapa Jefri memukuli Sandy. Jefri hanya menjawab dia ingin menelepon pengacaranya.Tengah malam, pihak kepolisian pun membangunkan Artha. Dia bahkan tidak sempat berganti pakaian. Dia langsung datang ke kantor polisi sambil mengenakan sandal.Setelahnya, dia menghabiskan beberapa saat bernegosiasi langsung dengan pihak kepolisian."Kalau Nona Sara menuntut Tuan Jefri atas pelecehan seksual, Tuan Jefri mungkin ha
"Nona Sara, Tuan Sandy."Artha menghampiri mereka berdua dan menyapa dengan sopan, lalu langsung menjelaskan tujuannya."Sebagai pengacara Tuan Muda Jefri, aku ke sini untuk mengajak kalian berdamai."Begitu mendengar bahwa Artha adalah pengacara Jefri, Sara dan Sandy pun saling berpandangan dan menjawab dengan serempak."Kami nggak mau berdamai."Setelah melapor polisi, mereka menggugat Jefri dengan pasal sengaja melukai orang dan ... pelecehan seksual.Ekspresi Artha tetap terlihat tenang, dia sudah sering sekali mendengar korban menolak berdamai."Aku paham perasaan kalian, tapi dalam kasus kali ini, Tuan Sandy duluan yang memprovokasi Tuan Muda Jefri secara lisan. Itu sebabnya Tuan Muda Jefri merespons secara impulsif.""Jelas-jelas dia dulu yang melecehkan pacarku. Aku menemuinya cuma demi memberikannya peringatan, tapi kenapa dia malah memukuliku? Punya hak apa dia memukuliku?"Sandy bangkit berdiri dengan marah, jadi Artha segera meletakkan tangannya di atas kedua bahu Sandy sam
Setelah Artha pergi, Sandy pun menggenggam tangan Sara sambil berkata, "Jangan termakan omongannya, Sara, dia cuma menakutimu."Sara hanya balas tersenyum dengan paksa tanpa mengatakan apa-apa. Dia justru paling khawatir menyakiti orang yang tidak bersalah.Artha segera mengantar Jefri pulang, jadi pada akhirnya Sara dan Sandy duduk di kantor polisi sambil menunggu taksi online yang mereka pesan datang.Sekembalinya di hotel, Sara membantu Sandy minum obat, lalu kembali ke kamarnya untuk beristirahat. Namun, dia tidak bisa tidur meskipun sudah berguling ke sana dan kemari di atas tempat tidur.Pada akhirnya, Sara duduk di atas kasurnya sambil menekuk lututnya. Dia menatap selimutnya sebentar, lalu mengangkat teleponnya.Sara ingin menelepon Wina, tetapi dia tidak ingin mengusik bulan madu Wina dan Jihan.Setelah beberapa saat berdebat dengan dirinya sendiri, akhirnya Sara memutuskan untuk tidak menelepon Wina. Dia menyibakkan selimutnya, lalu turun dari tempat tidurnya untuk menemui Sa
Setelah beberapa saat, suasana hati Sandy pun berangsur-angsur menjadi tenang. Dia mengangkat ponselnya sambil melirik Sara."Aku akan menelepon kakak sepupuku. Dia juga seorang pengacara. Keahliannya memang di bidang tuntutan properti, tapi aku yakin dia tetap bisa membantu."Sandy pun langsung menelepon kakak sepupunya. Kakak sepupunya itu juga segera mengangkat telepon Sandy.Sandy menjelaskan duduk perkaranya secara mendetail, lalu diam menunggu respons dari kakak sepupunya. Namun, orang yang berada di ujung telepon sana malah menghela napas dengan berat."Sandy, aku bukannya nggak mau membantumu, tapi masalah ini terlalu sepele untuk dibawa ke meja hijau.""Lagian, kenapa juga kamu malah mendekati mantan pacar Tuan Muda Jefri? Kamu pikir keluarga kita kebanyakan uang atau kekuasaan?""Kamu sudah nggak muda lagi. Harusnya kamu lebih memikirkan orang tuamu daripada ....""Ya, oke."Sebelum sepupunya selesai mengomel, Sandy langsung menutup telepon.Setelah itu, Sandy tersenyum menat
Sementara itu, Aulia juga sedang dalam perjalanan bisnis di Kota Ostia. Salah seorang temannya memberitahunya bahwa Jefri habis memukuli seseorang di sebuah klub.Malam itu juga, Aulia bergegas pergi ke vilanya Jefri. Begitu masuk, Jefri tampak mabuk dan tidak sadarkan diri sambil memegang botol anggur.Dia berjalan naik ke bar dan mendorong pria yang berbaring di sana. "Kak, Kakak kenapa, sih? Kenapa Kakak main memukul pacarnya Nona Sara?"Sorot tatapan Jefri yang mabuk pun perlahan-lahan fokus ke sosok Aulia. Dia mendorong tangan adiknya dengan tidak sabar. "Ngapain juga kamu peduli."Aulia meletakkan tas tangannya, lalu merebut botol anggur yang Jefri pegang. "Berhenti minum. Kalau Kakak minum terus, bisa-bisa perut Kakak bermasalah."Setiap harinya, Jefri hanya makan, minum dan bersenang-senang. Sepertinya sosok Jefri yang saat ini harus dipotret dan dikirimkan ke Jihan agar Jihan bisa memberi Jefri pelajaran!Tentu saja Jefri tidak akan membiarkan botol anggurnya direbut. "Berhent
Mendengar kata-kata "suka" dari mulut Jefri itu ibarat matahari terbit dari barat.Ekspresi Jefri yang terlihat begitu pilu dan sedih membuat Leona jadi bersimpati. Dia pun berjalan menghampiri dan mengelus kepala Jefri."Jefri, silakan saja kalau kamu memang suka pada Nona Sara. Tapi, kamu juga harus mikirin dia suka balik padamu atau nggak.""Kalau Nona Sara nggak suka padamu, kamu bikin keributan seperti ini hanya akan membuatnya makin membencimu."Benarkah?Memangnya Jefri hanya membuat keributan semata?Kenapa semua orang mengira dia sedang bermain-main?Jelas-jelas Sara duluan yang menyulut amarah Jefri, Jefri hanya ...."Kak, Sara memperlakukanku seperti ini karena dia nggak menyukaiku, 'kan?"Leona sontak tertegun. Aduh, adik bodohnya satu ini. Masa Jefri tidak bisa membedakan mana yang suka dan mana yang tidak.Sepertinya kekasih Jefri selama ini terlalu tidak pedulian sehingga Jefri akhirnya berubah pikiran dan bahkan menjadi sekeras kepala ini.Leona tidak bisa menjawab pert
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je