Sara memahami apa yang hendak Leona tanyakan. Dia terdiam sesaat sebelum menjawab pertanyaan Leona secara jujur."Aku pernah menyukainya."Karena pernah menyimpan rasa suka, jadi Sara bahkan tidak mengembalikan barang-barang pemberian Jefri sekalipun mereka sudah putus. Mungkin waktu itu inilah pemikiran yang Sara miliki.Pernah menyukainya berarti perasaan Sara itu sudah menjadi masa lalu karena Jefri gagal memahami isi hati Sara.Namun, jawaban ini membuat Leona tidak tahu harus bagaimana. Dia ingin membujuk Sara, tetapi perasaan Sara untuk Jefri sudah tiada. Jika dia tidak membujuk Sara, itu namanya dia menyia-nyiakan kesempatan."Kalau gitu, sekarang ....""Aku sudah punya pacar."Sara menyela Leona dengan tegas."Kalau memungkinkan, tolong Nona Leona membantuku membujuk Jefri agar berhenti mengganggu Sandy dan aku."Sara sudah membuat keputusan, jadi dia akan berpegang teguh pada hal itu. Kecuali Sandy sendiri yang tidak menginginkannya, maka keputusan Sara tidak akan berubah, tid
Sara dan Sandy baru saja keluar dari kamar dan berencana untuk kembali ke Kota Aster ketika mereka melihat Jefri berlari di depan mereka dengan tergesa-gesa.Rambutnya yang tebal terlihat berantakan tertiup angin. Dasi yang dia gunakan juga tampak agak miring. Penampilannya tampak tidak karuan.Sandy mengira dia akan melakukan sesuatu pada Sara lagi, jadi dia langsung maju dan berdiri melindungi Sara dengan tubuhnya yang tinggi. Sandy pun memperingatkan Jefri,"Kalau kamu berani macam-macam lagi, aku nggak akan segan-segan lapor polisi."Ancaman semacam ini tidak akan berpengaruh pada Jefri.Matanya menatap tajam ke arah Sara yang terhalang di belakang Sandy."Aku mendengar apa yang kamu katakan kepada kakakku. Akan kuanggap kata-katamu itu sebagai pengakuan cintamu yang terlambat.""Karena kamu sudah menyatakan perasaanmu, jadi aku juga harus melakukan hal yang sama. Sara, aku menyukaimu atau yah bisa dianggap aku cinta padamu. Tapi, aku terlambat menyadarinya."Jefri berbicara dengan
Setelah Sara dan Sandy pergi, Leona yang sedari tadi menyaksikan semuanya dari samping pun melangkah maju dan menepuk bahu Jefri."Jefri, terimalah kenyataan. Nona Sara nggak suka padamu lagi dan dia juga sudah punya pacar. Kita nggak boleh merusak hubungan orang lain."Leona mengira Jefri akan membantah, tetapi adiknya itu ternyata mengangguk dengan patuh."Oke."Respons Jefri yang singkat itu membuat Leona merasa hati adiknya ini sangat terluka.Leona tidak bisa menggambarkan perasaannya. Yang jelas, Jefri yang dulu tampak cukup bahagia, tetapi Jefri yang sekarang ....Leona melirik Jefri dan menyadari bahwa adiknya itu sedang menunduk untuk menyembunyikan emosi di matanya."Jangan sedih. Hidupmu masih panjang, nanti kamu juga pasti akan bertemu dengan yang cocok.""Begitu, ya?"Ketika Jefri menengadah lagi, sorot tatapannya yang biasa sudah kembali."Kak, aku sudah mencoba yang terbaik, 'kan?"Leona mengangguk. Jefri memang sudah berusaha keras.Dia ingat ketika Jefri masih kecil, J
Leona menatap punggung Jefri sambil menghela napas tak berdaya. Kenapa adik-adiknya selalu saja membuatnya khawatir?Pertama, ada Jihan yang ingin mati. Dia mencoba bunuh diri sebanyak empat kali. Leona nyaris mati ketakutan gara-gara ulah Jihan saat itu dan sekarang Jefri berulah.Tentu saja, adik-adiknya itu akan terus begitu seandainya Leona tidak memaksa mereka untuk menikah.Misalnya, Jonas lebih suka tinggal di Benua Andila dan terkena sinar matahari daripada pulang ke Alvinna untuk menikah.Ada juga Dion yang tidak pernah muncul seolah tak kasat mata. Dia tidak bekerja ataupun menikah, setiap hari kerjanya hanya bermain game.Sudahlah. Dua orang itu dan juga Jefri sama-sama tidak berguna, jadi lebih baik Leona tidak perlu mengkhawatirkan mereka dan membiarkan mereka melakukan apa yang mereka inginkan.Di bandara. Setelah Sandy membeli sebotol air, dia membuka tutupnya dan menyerahkannya kepada Sara yang sedang duduk di ruang tunggu."Terima kasih."Sara mengulurkan tangan untuk
Langit sudah terang. Lilia yang sedang berbaring miring di tempat tidur membuka matanya dengan linglung dan melihat burung camar lewat di luar jendela yang didesain bergaya Privon.Angin laut yang sejuk bertiup dari jendela di kedua sisi. Wewangian juga sudah dinyalakan di dalam rumah. Angin yang berembus masuk membawa rasa tenteram.Ini adalah wangi dan juga pemandangan laut yang Lilia suka. Bahkan dekorasi dan desain interior kamar ini persis seperti kamar pengantin yang Lilia bayangkan.Namun, itu adalah sesuatu di masa lalu dan bukan sekarang. Lilia sudah bisa melepaskan masa lalunya, tetapi ada beberapa orang yang selalu terjebak dengan masa lalu.Pintu dibuka dan Yuno yang mengenakan kemeja biru tua berjalan masuk sambil membawa susu dan roti.Dia sudah menjadi kurus kering setelah dipenjara. Wajahnya yang semula tampak tampan kini terlihat tirus. Matanya terlihat cekung, sorot tatapannya tampak muram.Dia membungkuk dan meletakkan sarapan di meja samping tempat tidur, lalu meneg
"Lilia, sakit ...."Suara pria yang menindih Lilia tiba-tiba terdengar lebih rendah dan gemetar."Lepaskan aku kalau sakit!""Bukan di sini yang sakit."Yuno meraih tangan Lilia lagi dan meletakkannya di dadanya."Tapi, di sini."Mata Yuno yang cekung menatap Lilia dengan sedih."Lilia, demi bisa menikahimu, aku sampai puasa makan selama berhari-hari dan nyaris mati.""Tapi, kamu malah berniat mengambil surat kawinmu dengan pria lain tanpa memberitahuku. Tahukah kamu betapa sakitnya perasaanku?"Setelah mengatakan itu, Yuno mengangkat tangannya yang berlumuran darah dan menyentuh wajah Lilia."Jawab, kalau aku nggak menghentikanmu, sekarang kamu pasti sudah jadi istri orang lain, 'kan?"Lilia memalingkan muka dari sentuhan Yuno, sorot matanya terlihat jijik dan penuh rasa benci.Jari Yuno yang ramping dan kurus itu membeku di udara selama beberapa detik, lalu tiba-tiba meraih pipi Lilia."Lilia, kamu sudah janji bahwa selama aku bisa meyakinkan Keluarga Safwan, kamu akan menikah dengan
"Yuno!"Lilia pun tersadar dan langsung berseru dengan marah. Nada bicaranya terdengar begitu dingin seolah-olah dia ingin membunuh Yuno."Ssst."Yuno meletakkan jari rampingnya di atas bibir Lilia dan mengisyaratkan wanita itu untuk diam, lalu tersenyum kecil."Kamu berseru sekeras ini karena aku membuatmu keenakan, 'kan ....""Dasar gila!"Yuno tersenyum. Dia memindahkan jarinya dari bibir Lilia, lalu membelai punggung Lilia dari atas hingga ke bawah."Lilia, dulu kamu juga suka memarahiku karena merasa sakit saat kita melakukannya. Ternyata kamu sama sekali nggak berubah ....""Diam kamu!"Yuno tidak menutup telepon. Panggilan itu tetap tersambung dan tidak ada suara apa pun dari ujung telepon sana, tetapi Lilia tahu bahwa Reo tetap mendengarkan."Yuno, tolong tutup teleponnya."Karena tangan dan kaki Lilia terikat, jadi dia hanya bisa menoleh dan memohon pada Yuno.Yuno boleh melakukan apa pun terhadap Lilia, tetapi jangan menyakiti Reo. Pria itu tidak bersalah.Namun, mana mungkin
Saat Lilia sedang mengepalkan tangannya dengan erat hingga kukunya menancap di telapak tangannya, Yuno meraih bagian belakang lehernya dengan satu tangan hingga wajah Lilia mendekat ke bibirnya."Lilia, aku tahu kamu ingin aku mati, tapi sekalipun aku mati, nggak akan kubiarkan kamu menikah dengan pria lain."Yuno tidak keberatan Lilia membunuhnya, tetapi dia tidak akan pernah rela membiarkan Lilia menikah dengan pria lain.Setelah Yuno selesai berbicara, dia menundukkan kepalanya dan mencium bibir Lilia."Kamu hanya boleh jadi milikku, Lilia ...."Yuno melampiaskannya lagi dan lagi sampai dia merasa bahwa Lilia sudah kembali, lalu baru melepaskan Lilia.Yuno menggendong Lilia yang berkeringat dan memasukkannya ke dalam bak mandi, lalu memandikan Lilia dan mendandaninya.Untuk mencegah Lilia melarikan diri atau melukai dirinya sendiri, Yuno sama sekali tidak melepaskan tali di pergelangan tangan dan kaki Lilia.Lilia yang tidak sekuat Yuno pun diam seperti boneka, dia membiarkan Yuno m