Langit sudah terang. Lilia yang sedang berbaring miring di tempat tidur membuka matanya dengan linglung dan melihat burung camar lewat di luar jendela yang didesain bergaya Privon.Angin laut yang sejuk bertiup dari jendela di kedua sisi. Wewangian juga sudah dinyalakan di dalam rumah. Angin yang berembus masuk membawa rasa tenteram.Ini adalah wangi dan juga pemandangan laut yang Lilia suka. Bahkan dekorasi dan desain interior kamar ini persis seperti kamar pengantin yang Lilia bayangkan.Namun, itu adalah sesuatu di masa lalu dan bukan sekarang. Lilia sudah bisa melepaskan masa lalunya, tetapi ada beberapa orang yang selalu terjebak dengan masa lalu.Pintu dibuka dan Yuno yang mengenakan kemeja biru tua berjalan masuk sambil membawa susu dan roti.Dia sudah menjadi kurus kering setelah dipenjara. Wajahnya yang semula tampak tampan kini terlihat tirus. Matanya terlihat cekung, sorot tatapannya tampak muram.Dia membungkuk dan meletakkan sarapan di meja samping tempat tidur, lalu meneg
"Lilia, sakit ...."Suara pria yang menindih Lilia tiba-tiba terdengar lebih rendah dan gemetar."Lepaskan aku kalau sakit!""Bukan di sini yang sakit."Yuno meraih tangan Lilia lagi dan meletakkannya di dadanya."Tapi, di sini."Mata Yuno yang cekung menatap Lilia dengan sedih."Lilia, demi bisa menikahimu, aku sampai puasa makan selama berhari-hari dan nyaris mati.""Tapi, kamu malah berniat mengambil surat kawinmu dengan pria lain tanpa memberitahuku. Tahukah kamu betapa sakitnya perasaanku?"Setelah mengatakan itu, Yuno mengangkat tangannya yang berlumuran darah dan menyentuh wajah Lilia."Jawab, kalau aku nggak menghentikanmu, sekarang kamu pasti sudah jadi istri orang lain, 'kan?"Lilia memalingkan muka dari sentuhan Yuno, sorot matanya terlihat jijik dan penuh rasa benci.Jari Yuno yang ramping dan kurus itu membeku di udara selama beberapa detik, lalu tiba-tiba meraih pipi Lilia."Lilia, kamu sudah janji bahwa selama aku bisa meyakinkan Keluarga Safwan, kamu akan menikah dengan
"Yuno!"Lilia pun tersadar dan langsung berseru dengan marah. Nada bicaranya terdengar begitu dingin seolah-olah dia ingin membunuh Yuno."Ssst."Yuno meletakkan jari rampingnya di atas bibir Lilia dan mengisyaratkan wanita itu untuk diam, lalu tersenyum kecil."Kamu berseru sekeras ini karena aku membuatmu keenakan, 'kan ....""Dasar gila!"Yuno tersenyum. Dia memindahkan jarinya dari bibir Lilia, lalu membelai punggung Lilia dari atas hingga ke bawah."Lilia, dulu kamu juga suka memarahiku karena merasa sakit saat kita melakukannya. Ternyata kamu sama sekali nggak berubah ....""Diam kamu!"Yuno tidak menutup telepon. Panggilan itu tetap tersambung dan tidak ada suara apa pun dari ujung telepon sana, tetapi Lilia tahu bahwa Reo tetap mendengarkan."Yuno, tolong tutup teleponnya."Karena tangan dan kaki Lilia terikat, jadi dia hanya bisa menoleh dan memohon pada Yuno.Yuno boleh melakukan apa pun terhadap Lilia, tetapi jangan menyakiti Reo. Pria itu tidak bersalah.Namun, mana mungkin
Saat Lilia sedang mengepalkan tangannya dengan erat hingga kukunya menancap di telapak tangannya, Yuno meraih bagian belakang lehernya dengan satu tangan hingga wajah Lilia mendekat ke bibirnya."Lilia, aku tahu kamu ingin aku mati, tapi sekalipun aku mati, nggak akan kubiarkan kamu menikah dengan pria lain."Yuno tidak keberatan Lilia membunuhnya, tetapi dia tidak akan pernah rela membiarkan Lilia menikah dengan pria lain.Setelah Yuno selesai berbicara, dia menundukkan kepalanya dan mencium bibir Lilia."Kamu hanya boleh jadi milikku, Lilia ...."Yuno melampiaskannya lagi dan lagi sampai dia merasa bahwa Lilia sudah kembali, lalu baru melepaskan Lilia.Yuno menggendong Lilia yang berkeringat dan memasukkannya ke dalam bak mandi, lalu memandikan Lilia dan mendandaninya.Untuk mencegah Lilia melarikan diri atau melukai dirinya sendiri, Yuno sama sekali tidak melepaskan tali di pergelangan tangan dan kaki Lilia.Lilia yang tidak sekuat Yuno pun diam seperti boneka, dia membiarkan Yuno m
Lilia menoleh menatap Yuno dengan tajam sambil menggertakkan giginya."Selama aku masih hidup, aku akan tetap menikah dengan Reo."Firasat Lilia mengatakan Reo tidak akan pernah menginginkannya lagi setelah ini.Namun, Lilia menolak mengaku kalah. Makin Yuno tidak ingin Lilia menikah, makin Lilia justru ingin menikah!Ucapan itu juga bisa dianggap seperti racun. Selagi Lilia bisa, dia akan terus meracuni Yuno sampai mati!"Oke."Yuno mengembuskan asap rokoknya hingga sosoknya tertutup asap.Matanya menatap Lilia dengan tajam dan menyeramkan."Kutunggu."Dia mengangkat alisnya ke arah Lilia, lalu memutar kemudi dan melaju pergi dari vila.Lilia mengepalkan tangannya dan menatap dingin ke arah mobil mewah berwarna hitam yang melaju dengan cepat itu."Lilia, kamu baik-baik saja?"Sara pun berlari keluar dan memegang bahu Lilia sambil memeriksa temannya itu dari atas ke bawah."Aku baik-baik saja."Setelah Lilia menggelengkan kepalanya, dia teringat sesuatu sehingga segera berbalik dan ber
Lilia sudah seperti ini, tetapi Reo masih menginginkannya?Lilia menatapnya tak percaya."Reo, aku ....""Lilia, apakah kamu nggak menginginkanku lagi?"Lilia pun balik bertanya dengan heran dan hati-hati,"Kamu ... takut aku nggak menginginkanmu?""Ya."Reo pun memeluk Lilia dengan penuh kasih sayang."Aku sudah mengetahui hubunganmu dengan Yuno sejak awal dan aku sudah siap secara mental untuk itu. Selama kamu nggak menyerah padaku, aku juga nggak akan menyerah padamu."Suara Reo yang lembut perlahan menghangatkan tubuh Lilia yang terasa dingin.Ternyata di dunia ini ada juga orang yang begitu mencintai Lilia ....Lilia mengulurkan tangannya untuk membalas pelukan Reo, tetapi Lilia merasa sangat kotor. Dia menarik tangannya kembali seolah menyentuh saja akan menodai Reo."Reo, aku nggak pantas untukmu lagi, jadi lepaskan saja aku."Lilia sudah kotor saat masih hidup.Saat mati nanti pun jiwanya tetap kotor.Lilia benar-benar sudah tidak punya harapan hidup lagi.Dia rela jatuh tengge
Reo yang didorong menjauh pun hanya diam dan menatap Lilia.Beberapa saat kemudian, Reo hendak memeluk Lilia lagi, tetapi wanita itu mengelak.Tangan Reo pun membeku di udara. Sorot tatapannya yang polos perlahan-lahan terlihat memerah."Kalau kamu?""Aku?"Lilia menunduk menatap jemarinya yang sudah diobati oleh Reo.Hidupnya seperti jemarinya ini. Dari luar terlihat bagus, tetapi dari dalam sebenarnya hancur lebur.Bisakah orang seperti Lilia tetap memiliki kebahagiaan di masa depan? Lilia merilekskan kernyitannya dan mentertawakan dirinya sendiri."Reo, ada orang-orang yang nggak pantas bahagia. Aku termasuk ke dalam tipe itu, jadi aku juga nggak tahu ke depannya bakal gimana."Satu-satunya hal yang Lilia tahu dengan jelas adalah bahwa dia tidak layak untuk Reo. Walaupun terasa sangat menyakitkan, berpisah adalah pilihan terbaik."Aku akan memberitahumu bagaimana tujuanmu di masa depan."Reo meraih tangan Lilia dan memegangnya erat-erat, lalu menatap mata Lilia yang menyorotkan rasa
Setelah selesai berberes, Reo menoleh menatap Lilia.Dia membuka bibirnya hendak mengatakan sesuatu, tetapi lidahnya terasa kelu.Reo akhirnya hanya berdiri diam selama beberapa menit, lalu berbalik dan meninggalkan kamar tidur ....Sara dan Sandy masih berjaga di luar. Ketika mereka melihat Reo keluar, mereka segera melangkah maju."Bagaimana kabar Lilia?"Reo menoleh ke arah kamar tidur."Suasana hatinya sudah stabil, tapi pikirannya masih terguncang."Setelah mengatakan itu, Reo mengalihkan pandangannya dan menatap Sara."Sara, tolong bantu aku menjaganya selama kurun waktu ini.""Tentu."Sara memang sudah berencana untuk tinggal dan menjaga Lilia."Kalau memungkinkan, tolong bawa Gisel ke sini ...."Lilia sangat menyukai anak-anak, jadi kehadiran seorang anak kecil di sisinya mungkin akan membantu memulihkan kondisi Lilia lebih cepat."Oke."Sara mengangguk, lalu Reo pergi.Setelah setengah bulan berlalu, Reo akhirnya menggugat Yuno ke pengadilan.Lilia yang ditemani oleh Sara dan
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je