Setelah menjamu Sara dan Sandy makan malam, Jesse mengambil obat dan air, lalu memberikannya kepada Ivan.Begitu melihat botol obat itu, Sandy langsung tahu kenapa dia merasa Ivan seperti orang yang hidup segan mati tak mau.Ternyata Ivan mengalami depresi ....Sepertinya kondisi Ivan sudah cukup parah, tetapi selama ini dia tahan.Ivan juga tidak masalah Sandy tahu kondisi mentalnya. Dia meminum obat dan airnya dengan tenang.Sara bilang selama Ivan meminum obatnya dengan teratur, kondisinya akan perlahan-lahan membaik.Jadi, Ivan sedang menunggu hari di mana kondisinya akan membaik ...."Ivan, setelah meminum obat, aku akan mendorongmu untuk berjalan-jalan di luar vila ...."Kehadiran Sara selama kurun waktu ini justru membuat Ivan merasa lebih baik.Walaupun hanya akhir pekan yang singkat, setidaknya itu membuat Ivan merasa lebih tidak kesepian."Dokter Sandy ikutan, yuk."Sandy mengangguk tanpa bertanya apa-apa. Dia juga tidak terlihat menghakimi dan hanya mengikuti dalam diam.Sar
Saat itu, Sara sedang duduk di sebelahnya sambil menyandarkan kepalanya dan memperhatikan mereka berdua berdiskusi.Wina ingin menikah dan berkeluarga, sementara Ivan selalu menolak ....Waktu itu Sara berpikir Ivan akan menyesalinya, tetapi tidak disangka dugaannya itu menjadi kenyataan ....Sebenarnya, jika dipikir-pikir lagi, justru Ivan-lah yang perlahan-lahan mendorong Wina menjauh di saat hubungan mereka berdua masih dekat.Ivan pasti merasa sangat menyesal dan itulah alasan utama kenapa Ivan tidak bisa melepaskan Wina sampai saat ini.Sara pun mengenyahkan ingatan masa lalunya, lalu melangkah maju dan memegang bahu Ivan. Dia membungkuk dan menatap Ivan lurus-lurus."Ivan, yang berlalu biarkanlah berlalu. Jangan membelenggu dirimu sendiri.""Kamu baru menjalani separuh hidupmu. Hidupmu masih panjang. Jangan sampai 20 tahun ke depan kamu habiskan dalam penjara yang kamu ciptakan sendiri."Sebenarnya, ada banyak sekali yang ingin Sara katakan kepada Ivan. Namun, dia hanya bisa mena
Jihan tahu maksud Wina, tetapi dia merasa agak kesal karena Wina masih memedulikan cinta pertamanya.Jihan tidak pernah takut pada apa pun, kecuali seorang pria bernama Ivan. Saking ketakutannya, nama itu tidak akan pernah bisa hilang dari ingatan Jihan ....JIhan tidak bisa menggambarkan rasa takutnya. Yang jelas, dia takut suatu hari nanti semua kebahagiaan yang dia miliki sekarang akan menjadi milik Ivan.Sebenarnya, itu pemikiran yang konyol. Mungkin Jihan terlalu takut kehilangan karena dia menganggap masa kini sangat berharga.Namun, fakta bahwa Wina dapat dengan tenang meminta bantuannya menunjukkan bahwa dia telah melepaskan Ivan.Jika tidak, pasti mereka akan lebih berhati-hati membahas soal Ivan.Jihan dan Wina sama-sama bisa berkomunikasi dan mengungkapkan isi hati mereka dengan kepala dingin, mereka juga bekerja sama menuju masa depan.Semua hal ini membuat Jihan memutuskan untuk menahan amarahnya."Kenal beberapa ....""Kamu punya nomor mereka?"Jihan melirik Wina dan mena
Setelah menutup telepon, Sara mencari momen yang tepat untuk memberi tahu Ivan tentang dokter itu.Dia tidak menyebut Wina, tetapi mengatakan bahwa dia mengenal dokter spesialis dan sudah membuat janji temu dengan dokter itu.Ivan tersenyum dan mengangguk. "Terima kasih, Kak Sara ...."Sara merasa sedikit bersalah saat melihat senyuman tulus Ivan, dia jadi tidak berani menatap pria itu. "Sama-sama, aku cuma sekadar membantu."Ivan dan Sara tumbuh bersama, jadi tentu saja Ivan tahu bahwa Sara tidak pandai berbohong. Ivan langsung tahu Sara merasa bersalah.Setelah Sara dan Wina berbicara di telepon, tiba-tiba ada dokter yang mau mengobati kaki Ivan. Ivan yakin Wina meminta bantuan Jihan.Ivan tidak bisa menjelaskan perasaannya, tetapi ekspresinya tetap terlihat biasa saja. Dia hanya berkata kepada Sara, "Malam ini nginap di vilaku saja."Sara melirik Sandy. Sara takut Sandy tidak nyaman tinggal di rumah orang lain, jadi dia melambaikan tangannya dan menolak. "Nggak usah, besok kami kete
Artha bersandar pada pilar di pintu masuk hotel.Sambil merokok, dia menatap pemandangan Kota Ostia yang ramai.Setelah mengisap beberapa batang rokok, dia merasa bosan. Dia membuang puntung rokoknya, memasukkan satu tangan ke dalam saku dan kembali ke lantai atas.Ketika dia masuk, dia melihat Jefri duduk di area sofa sambil melamun memegang gelas anggur.Jefri sama sekali tidak menanggapi rayuan dan godaan dari para gadis di sekitarnya. Jefri terlihat seperti orang yang kehilangan jiwanya ....Setelah berdiri di depan pintu selama beberapa saat, Artha berjalan mendekat dan duduk di samping Jefri."Kenapa? Sudah nggak minat lagi dengan cewek? Jangan-jangan sekarang kamu impoten?"Jefri yang sedang duduk malas di sofa pun menatap temannya itu dengan dingin."Diam saja kalau bisanya cuma bicara sembarangan."Artha tertawa kecil, mengambil anggur dari pelayan dan menyesapnya."Apa sekarang kamu jadi nggak konsen gini karena Yolanda?"Artha tahu apa yang mengganggu pikiran Jefri, tetapi d
Artha mengangkat pergelangan tangannya lagi dan melihat arlojinya. "Kalau kamu nggak cepat-cepat, nanti keburu telat ...."Jefri memelototinya dan berkata, "Langsung katakan saja apa yang mau kamu katakan. Nggak usah berbelit-belit."Karena Jefri sudah kesal, Artha pun memberitahunya, "Dia lagi sekamar sama cowok lain di lantai 8."Tubuh Jefri langsung menjadi lebih kaku. Dia menatap Artha dengan tidak percaya. "Sara?""Ya," jawab Artha. "Waktu aku turun, aku melihatnya naik ke lantai 8 bersama seorang pria."Setelah mengatakan itu, dia melihat arlojinya lagi. "Hampir setengah jam telah berlalu, mungkin mereka sudah ngapa-ngapain ...."Jefri langsung berjalan meninggalkan ruang privat dengan cepat.Saking cepatnya, begitu Artha menengadah, sosok Jefri sudah tidak terlihat lagi.Artha langsung mencibir. Jefri bilang tidak peduli, tetapi dia juga yang berlari dengan sangat cepat saat mendengar Sara menginap bersama seorang pria lain.Ekspresi Artha pun tiba-tiba menjadi lebih kelam. Dia
"Hei, sudah sinting, ya!""Ya! Ngapain teriak-teriak begitu malam-malam begini!"Beberapa tamu hotel lainnya pun membuka pintu kamar masing-masing dengan marah dan mengomeli Jefri.Jefri bahkan tidak menoleh ke belakang, dia hanya mengangkat tangannya dan menjentikkan jarinya dan sekelompok pengawal keluar.Para pengawal mengeluarkan dompet mereka dan membagikan sejumlah uang tunai kepada masing-masing penghuni kamar. Para tamu yang mengomel itu pun masuk kembali dengan tenang.Semua pintu yang ditendangi Jefri terbuka karena penghuninya memarahi Jefri, tetapi ada dua kamar yang tetap tertutup ....Sara tidak mendengar seruan Jefri karena tertutup oleh bising pengering rambut.Sandy juga tidak mendengar apa pun karena sedang mengenakan earphone yang kedap suara dan fokus memantau operasi dari jarak jauh.Jefri melangkah maju dan menendang pintu dengan keras. Karena tidak ada respons apa-apa, dia berbalik dan berjalan ke ruangan lain.Kali ini, dia menendang pintu dengan kencang. Saking
Sara mengikuti arah jari Jefri. Dia menunduk menatap gaun tidurnya.Sewaktu masih menjadi kekasih Jefri, semua pakaian lama Sara dibuang dan Jefri akan mengirimkan Sara banyak pakaian mewah setiap dua minggu sekali.Lemari Sara pun penuh dengan pakaian, tas dan perhiasan bermerek yang dibelikan oleh Jefri.Karena barang-barang ini sangat berharga dan banyak, Sara yang terbiasa hidup hemat pun tidak tega membuangnya. Itu sebabnya dia terus mengenakannya.Sekarang jika dipikir-pikir lagi, sepertinya harusnya dia mengembalikan barang-barang pemberian mantannya, ya? Kenapa Sara tidak terpikirkan akan hal itu?Ekspresi Sara pun mendadak berubah."Nanti pas pulang, aku akan mengembalikan semua yang pernah kamu berikan kepadaku."Setelah itu, Sara bergegas hendak menutup pintu seolah-olah dia tidak ingin melihat Jefri lagi.Jefri menempelkan satu kakinya ke kusen pintu, lalu mendorong pintu terbuka dan berjalan masuk.Sara refleks mundur selangkah.Respons defensif itu membuat Jefri jadi mara