Wina tidak tahu perubahan hubungan Gisel dengan Alvin karena selama ini diborgol ke tempat tidurnya. Itu sebabnya dia merasa sedih dengan kepekaan Gisel."Gisel, dia ...."Namun, belum sempat Wina selesai bicara, Gisel sudah meronta-ronta minta turun dari atas pangkuannya. Gisel pun merentangkan tangannya, meminta Alvin menggendongnya.Bukan hanya Alvin tidak menolak, pria itu juga langsung menggendong Gisel.Gisel pun meringkuk nyaman dalam gendongan Alvin, lalu melambaikan tangan mungilnya yang montok ke arah Wina."Pulanglah, Bibi. Jangan khawatir."Wina terkejut sekali melihat Alvin yang menggendong Gisel.Wina sudah bertekad akan memperjuangkan hak asuh Gisel, tetapi Gisel sendiri yang ternyata ingin berada di sisi Alvin.Wina pun hanya diam menatap mereka berdua. Entah kenapa, makin diperhatikan, makin mereka berdua terlihat mirip ....Tiba-tiba, sebuah kemungkinan pun terlintas dalam benak Wina. Jangan-jangan ... Gisel adalah anak Vera dengan Alvin?Wina sontak merasa kaget deng
Wina berdiri menatap Jihan sambil menangis.Jihan berdiri diam sambil menatap Wina sejenak, lalu berjalan menghampiri wanita itu ....Wina pun bergegas menyapa Jihan sambil menangis. "Jihan, aku ...."Akan tetapi, ekspresi Jihan terlihat dingin. Pria itu juga langsung berjalan melewatinya.Wina sontak tertegun. Air matanya kembali mengalir turun.Wina pun berbalik badan dan menatap sosok Jihan yang berjalan menuruni tangga dengan dikawal oleh para pengawalnya dengan tidak percaya. Jihan sama sekali tidak menoleh ke belakang.Jihan terlihat begitu cuek dan acuh tak acuh. Entah kenapa sosok Jihan jadi terasa sulit digapai ....Wina menatap punggung Jihan dengan begitu tidak berdaya, rasanya seperti berada dalam mimpi buruk seperti waktu itu ....Dia pasti sudah mati, 'kan? Wina tidak kuat menerima kenyataan di mana Jihan tidak mencintainya. Karena Wina tidak bisa memutar ulang waktu, setidaknya dia berharap Jikan akan mencintainya dalam mimpinya ....Akan tetapi, mimpi itu malah berakhir
Wina menunggu jawaban Jihan selama beberapa saat, tetapi pria itu tidak kunjung bersuara. Akhirnya, Wina pun tersenyum dengan getir ...."Aku mengerti, kamu ... nggak menginginkanku lagi ...."Wina mengusap air matanya dan mundur selangkah. Air mata kekecewaan pun mengalir turun dengan deras ....Namun, Wina tidak langsung berjalan pergi. Dia tetap berdiri diam di sana sambil menatap Jihan di hadapannya dan berujar lagi dengan lembut."Tapi, bisakah kamu memberiku alasannya? Satu saja."Jihan benar-benar terlihat seperti sosok yang sulit untuk digapai.Wina tahu bahwa jarak di antara mereka begitu besar bagai langit dan bumi, akan sulit sekali bagi mereka untuk bersama lagi.Namun, setelah menerima secercah harapan pada waktu itu, Wina ingin meraih harapan itu dan mendapatkan jawaban yang mungkin bisa menyelamatkannya.Sayangnya, Jihan menghancurkan harapannya. Jihan sama sekali tidak menjawab atau menatap Wina seolah-olah pria itu sengaja bersikap dalam diam untuk mengusir Wina.Seola
Sementara itu, Jihan yang berada di dalam mobil Koenigsegg pun menatap sosok Wina yang berjongkok melalui kaca spion ....Saat Wina tidak terlihat lagi dengan jelas, tiba-tiba Jihan mengendurkan kepalan tangannya dan berseru."Berhenti!"Si sopir pun langsung menginjak rem dan belasan mobil mewah di belakangnya pun segera berhenti.Jihan mengambil mantel hitamnya dengan jari yang gemetar, lalu membuka pintu mobil dan bergegas menghampiri Wina.Jihan pun berdiri di hadapan Wina, kakinya menginjak genangan air itu. Begitu mendengar tawa Wina yang tidak biasa, jantung Jihan sontak berdebar."Wina ...."Jihan akhirnya memanggil nama Wina. Wina yang sedang berjongkok itu tampak agak gemetar, tetapi dia tidak berani mengangkat kepalanya.Jihan menatap tubuh Wina yang kurus, sorot tatapannya yang dingin seketika berubah menjadi lembut dan penuh rasa iba.Jihan berlutut satu kaki di hadapan Wina, lalu membuka lipatan mantelnya dan menyelimuti tubuh kurus Wina."Kenapa kamu memakai pakaian seti
Saat Jihan hendak menjawab, tiba-tiba Wina mencengkeram lengan baju Jihan dan menjelaskan dengan berapi-api."Nggak, aku nggak bersamanya!""Dialah yang memberiku obat tidur dan membawaku ke Britton!""Dia berbohong kepadaku dan mengatakan kamu sudah mati. Aku pikir kamu benar-benar mati, jadi aku meminta dipulangkan untuk menemuimu!""Tapi, dia malah mengancamku dan memintaku berpura-pura menjadi Vera. Aku nggak setuju dan mencoba bunuh diri, tapi dia membohongiku dengan bilang aku ini hamil!"Wina pun menyentuh perutnya dan berseru dengan pilu kepada Jihan."Aku menyetujui syarat darinya karena kupikir aku akhirnya berhasil hamil anakmu! Aku berniat melahirkan anakmu!""Tapi, sebulan kemudian, ternyata ketahuan kalau aku nggak hamil!""Dia membohongiku! Dia sengaja menipuku!"Wina akhirnya kembali tenang setelah berseru seperti itu, lalu dia menatap Jihan yang tampak tertegun. Wina pun tersenyum dan berujar lagi, "Kamu tahu nggak gimana caranya aku bisa pulang?"Jihan hanya terdiam m
Wina bilang dia sudah mencintai Jihan selama delapan tahun.Wina bilang dia menyayat tangannya demi bisa bertemu dengan Jihan.Wina bilang Jihan jangan pernah bersikap seperti itu lagi atau Wina akan gila.Ternyata Wina sebegitunya mencintai Jihan ....Hati Jihan yang kesakitan selama tiga bulan ini pun mendadak sembuh begitu bibirnya dicium oleh Wina.Jemari lentik Jihan pun mengelus alis dan mata Wina dengan lembut dan penuh kasih sayang."Wina, entah berapa lama aku menunggu ungkapan cintamu untukku ...."Sentuhan Jihan terasa begitu hangat, bahagia, lega dan penuh kerinduan. Perasaan yang selama ini Jihan pendam selagi menanti tanggapan dari Wina.Sepuluh tahun Jihan dan delapan tahun Wina dihabiskan dengan kebersamaan dan perpisahan. Untung saja mereka berdua saling mencintai. Jika tidak, mungkin sudah sejak lama mereka berpisah di jalan masing-masing.Jihan mengelus wajah Wina dengan penuh sayang. Dia menatap pantulan dirinya di bola mata Wina, lalu berujar."Kita jangan pernah b
Setelah selesai, Wina pun bersandar dalam pelukan Jihan sambil mengelus wajah Jihan yang tampan sempurna."Kenapa tadi kamu dingin banget padaku?"Jelas-jelas tadi Jihan tidak menginginkan Wina lagi sehingga membiarkan Wina sendiri di tengah udara yang dingin.Waktu Jihan berbalik menghampirinya lagi, sepertinya Jihan hanya berniat menutupi tubuh Wina dengan mantel dan bukannya berniat membawa Wina pergi.Wina sangat menyadari sikap Jihan yang lebih pasif daripada sebelumnya dalam pertemuan kembali mereka kali ini.Wina takut kehilangan Jihan lagi, itu sebabnya dia memutuskan untuk menjelaskan, mengakui dan mengambil inisiatif seperti orang gila.Jika bukan karena Wina yang menangkap secercah harapan itu, mungkin Jihan tidak akan menyentuhnya ....Wina bisa merasakan bahwa Jihan masih mencintainya dan memercayainya, tetapi Wina tidak tahu apa yang menyebabkan Jihan begitu dingin kepadanya.Apa Jihan memutuskan untuk memperlakukan Wina dengan dingin karena mengira Wina tidak menginginka
Jihan pun menunduk dan mencium bibir Wina dengan lembut. "Nggak usah mengkhawatirkan apa pun, Wina, yang penting kamu tetap di sisiku."Wina yang bersandar dalam pelukan Jihan berulang kali mencoba mencari kebenaran dalam sorot tatapan Jihan, tetapi yang terlihat hanyalah rasa cinta yang mendalam. Pada akhirnya, Wina memilih untuk percaya saja pada Jihan.Wina pun memeluk pinggang Jihan dan berkata, "Mulai sekarang, setiap enam bulan sekali kamu harus diperiksa. Aku akan ikut masuk ke ruang MRI.""Kita saja belum menikah, tapi kamu sudah mulai memonopoliku, ya, Nyonya Wina?" sahut Jihan sambil tersenyum kecil.Wina menengadah sedikit dan mengangkat alisnya sambil bertanya, "Apa aku nggak boleh memonopolimu, Tuan Jihan?""Boleh kok. Silakan saja kamu memonopoliku seumur hidupmu," jawab Jihan sambil mengusap pangkal hidung Wina dengan penuh rasa sayang.Wina pun merasa lega dan membenamkan kepalanya lagi dalam pelukan Jihan ....Karena Jihan masih hidup dan tumornya sudah tidak ada lagi,