Saat Jihan hendak menjawab, tiba-tiba Wina mencengkeram lengan baju Jihan dan menjelaskan dengan berapi-api."Nggak, aku nggak bersamanya!""Dialah yang memberiku obat tidur dan membawaku ke Britton!""Dia berbohong kepadaku dan mengatakan kamu sudah mati. Aku pikir kamu benar-benar mati, jadi aku meminta dipulangkan untuk menemuimu!""Tapi, dia malah mengancamku dan memintaku berpura-pura menjadi Vera. Aku nggak setuju dan mencoba bunuh diri, tapi dia membohongiku dengan bilang aku ini hamil!"Wina pun menyentuh perutnya dan berseru dengan pilu kepada Jihan."Aku menyetujui syarat darinya karena kupikir aku akhirnya berhasil hamil anakmu! Aku berniat melahirkan anakmu!""Tapi, sebulan kemudian, ternyata ketahuan kalau aku nggak hamil!""Dia membohongiku! Dia sengaja menipuku!"Wina akhirnya kembali tenang setelah berseru seperti itu, lalu dia menatap Jihan yang tampak tertegun. Wina pun tersenyum dan berujar lagi, "Kamu tahu nggak gimana caranya aku bisa pulang?"Jihan hanya terdiam m
Wina bilang dia sudah mencintai Jihan selama delapan tahun.Wina bilang dia menyayat tangannya demi bisa bertemu dengan Jihan.Wina bilang Jihan jangan pernah bersikap seperti itu lagi atau Wina akan gila.Ternyata Wina sebegitunya mencintai Jihan ....Hati Jihan yang kesakitan selama tiga bulan ini pun mendadak sembuh begitu bibirnya dicium oleh Wina.Jemari lentik Jihan pun mengelus alis dan mata Wina dengan lembut dan penuh kasih sayang."Wina, entah berapa lama aku menunggu ungkapan cintamu untukku ...."Sentuhan Jihan terasa begitu hangat, bahagia, lega dan penuh kerinduan. Perasaan yang selama ini Jihan pendam selagi menanti tanggapan dari Wina.Sepuluh tahun Jihan dan delapan tahun Wina dihabiskan dengan kebersamaan dan perpisahan. Untung saja mereka berdua saling mencintai. Jika tidak, mungkin sudah sejak lama mereka berpisah di jalan masing-masing.Jihan mengelus wajah Wina dengan penuh sayang. Dia menatap pantulan dirinya di bola mata Wina, lalu berujar."Kita jangan pernah b
Setelah selesai, Wina pun bersandar dalam pelukan Jihan sambil mengelus wajah Jihan yang tampan sempurna."Kenapa tadi kamu dingin banget padaku?"Jelas-jelas tadi Jihan tidak menginginkan Wina lagi sehingga membiarkan Wina sendiri di tengah udara yang dingin.Waktu Jihan berbalik menghampirinya lagi, sepertinya Jihan hanya berniat menutupi tubuh Wina dengan mantel dan bukannya berniat membawa Wina pergi.Wina sangat menyadari sikap Jihan yang lebih pasif daripada sebelumnya dalam pertemuan kembali mereka kali ini.Wina takut kehilangan Jihan lagi, itu sebabnya dia memutuskan untuk menjelaskan, mengakui dan mengambil inisiatif seperti orang gila.Jika bukan karena Wina yang menangkap secercah harapan itu, mungkin Jihan tidak akan menyentuhnya ....Wina bisa merasakan bahwa Jihan masih mencintainya dan memercayainya, tetapi Wina tidak tahu apa yang menyebabkan Jihan begitu dingin kepadanya.Apa Jihan memutuskan untuk memperlakukan Wina dengan dingin karena mengira Wina tidak menginginka
Jihan pun menunduk dan mencium bibir Wina dengan lembut. "Nggak usah mengkhawatirkan apa pun, Wina, yang penting kamu tetap di sisiku."Wina yang bersandar dalam pelukan Jihan berulang kali mencoba mencari kebenaran dalam sorot tatapan Jihan, tetapi yang terlihat hanyalah rasa cinta yang mendalam. Pada akhirnya, Wina memilih untuk percaya saja pada Jihan.Wina pun memeluk pinggang Jihan dan berkata, "Mulai sekarang, setiap enam bulan sekali kamu harus diperiksa. Aku akan ikut masuk ke ruang MRI.""Kita saja belum menikah, tapi kamu sudah mulai memonopoliku, ya, Nyonya Wina?" sahut Jihan sambil tersenyum kecil.Wina menengadah sedikit dan mengangkat alisnya sambil bertanya, "Apa aku nggak boleh memonopolimu, Tuan Jihan?""Boleh kok. Silakan saja kamu memonopoliku seumur hidupmu," jawab Jihan sambil mengusap pangkal hidung Wina dengan penuh rasa sayang.Wina pun merasa lega dan membenamkan kepalanya lagi dalam pelukan Jihan ....Karena Jihan masih hidup dan tumornya sudah tidak ada lagi,
Sambil memeluk Wina dengan erat, Jihan pun menggendong wanita itu menuju kamar tidurnya. Setelah itu, Jihan membungkuk sedikit dan mencium kening Wina ....Wina sontak terbangun. Dia pikir orang yang menyentuhnya adalah Alvin, jadi dia sontak membuka matanya dengan ketakutan.Begitu melihat bahwa pria di hadapannya bukanlah Alvin melainkan Jihan, hati Wina baru merasa lebih tenang."Apa aku membuatmu takut, Wina?"Wina menggelengkan kepalanya, lalu menepuk-nepuk tempat kosong di sebelahnya sambil berkata dengan mengantuk, "Temani aku tidur sebentar, yuk?"Jihan awalnya hendak memberi tahu Zeno untuk bersiap beraksi, tetapi permintaan Wina itu langsung membuat amarahnya tertahan.Jihan bangun dan berbaring di samping Wina, lalu memeluk Wina dan mengusap-usap punggung Wina dengan lembut untuk menidurkan wanita itu.Wina pun bergerak mendekat ke arah Jihan. Aroma khas tubuh Jihan membuat Wina merasa begitu nyaman dan tenteram. Tidak lama kemudian, Wina pun tertidur dengan pulas lagi.Jiha
Alvin pasti sudah menyakiti Jihan atas nama Wina.Itu sebabnya Jihan memperlakukan Wina dengan begitu dingin, bahkan Jihan sampai bermimpi buruk.Setelah menyadari hal ini, Wina langsung mencengkeram lengan Jihan dengan gelisah. "Jawab aku, apa yang dia lakukan kepadamu?"Jihan menatap ekspresi Wina yang terlihat cemas dan khawatir, tetapi tidak menjawab pertanyaan Wina. Jihan malah balik bertanya dengan lembut, "Wina, kamu mau Alvin mati dengan cara apa?"Suara Jihan terdengar dalam, serak, dingin dan sarat akan niat membunuh seolah-olah dia sudah tidak sabar ingin menghabisi Alvin.Jantung Wina agak berdebar ketakutan, tetapi dia tetap menengadah menatap mata Jihan yang dingin. "Jawab aku dulu. Apa yang terjadi?"Jihan menurunkan pandangannya untuk menyembunyikan semua rasa sakit dan putus asa yang begitu mendalam yang dia rasakan.Adegan itu seperti tanaman merambat berduri yang memenuhi benak Jihan dan mengikatnya erat-erat sehingga Jihan tidak bisa lepas.Setelah diam saja selama
Sayangnya, permohonan Jihan gagal terwujud. Bukan hanya wanita yang memunggungi Jihan itu tidak tersentuh, dia juga menghina Jihan habis-habisan."Ya ampun, kamu rendahan banget. Aku sudah tidur dengan orang lain saja kamu masih menginginkanku. Jangan-jangan kamu nggak punya harga diri lagi, hah?"Jihan sontak termangu saat mendengar ucapan Wina yang tidak berperasaan itu. Wajahnya tampak pucat pasi seolah-olah darahnya sudah terkuras habis.Jihan menatap punggung wanita itu selama beberapa saat, lalu tiba-tiba mengepalkan tangannya dan berseru seperti orang gila."Ya, aku memang rendahan! Kalau aku nggak rendahan, mana mungkin aku nggak bisa melepaskanmu!"Setelah itu, Jihan menengadah menatap sosok wanita itu dengan matanya yang berkaca-kaca dan tampak putus asa, lalu memohon kembali."Wina, bisakah kamu berhenti menyakitiku seperti ini ....""Nggak bisa!""Sebenarnya, tujuanku kembali dari Britton adalah untuk balas dendam kepadamu," jawab wanita itu, dia bahkan tidak menoleh menata
Wina menatap Jihan yang fokus memandangnya, lalu berkata sambil menangis, "Jihan, kamu satu-satunya pria yang pernah melakukan itu denganku. Dan mulai sekarang, kamu akan tetap jadi yang satu-satunya ...."Wina membelai kening Jihan dengan penuh kasih sayang sambil berbisik dengan lembut, "Aku akan menemanimu melewati semua hal yang menghantuimu ...."Suara Wina yang lembut benar-benar bisa mendatangkan ketenangan. Rasa panik, takut dan kegelisahan yang Jihan rasakan perlahan-lahan mereda.Jihan memeluk Wina dengan segenap tenaganya. "Wina, mulai sekarang jangan pernah tinggalkan aku lagi."Wina balas memeluk Jihan dengan erat. "Kamu juga jangan tinggalkan aku, ya."Mereka berdua pun berjanji akan selalu bersama selamanya. Hanya maut yang bisa memisahkan mereka.Setelah berhasil melupakan mimpi buruk itu, Jihan pun bertanya dengan suara rendah, "Kamu lapar?"Wina menggelengkan kepalanya, jadi Jihan bertanya lagi, "Kamu masih ngantuk?"Wina kembali menggelengkan kepalanya. Jihan pun ber