Sayangnya, permohonan Jihan gagal terwujud. Bukan hanya wanita yang memunggungi Jihan itu tidak tersentuh, dia juga menghina Jihan habis-habisan."Ya ampun, kamu rendahan banget. Aku sudah tidur dengan orang lain saja kamu masih menginginkanku. Jangan-jangan kamu nggak punya harga diri lagi, hah?"Jihan sontak termangu saat mendengar ucapan Wina yang tidak berperasaan itu. Wajahnya tampak pucat pasi seolah-olah darahnya sudah terkuras habis.Jihan menatap punggung wanita itu selama beberapa saat, lalu tiba-tiba mengepalkan tangannya dan berseru seperti orang gila."Ya, aku memang rendahan! Kalau aku nggak rendahan, mana mungkin aku nggak bisa melepaskanmu!"Setelah itu, Jihan menengadah menatap sosok wanita itu dengan matanya yang berkaca-kaca dan tampak putus asa, lalu memohon kembali."Wina, bisakah kamu berhenti menyakitiku seperti ini ....""Nggak bisa!""Sebenarnya, tujuanku kembali dari Britton adalah untuk balas dendam kepadamu," jawab wanita itu, dia bahkan tidak menoleh menata
Wina menatap Jihan yang fokus memandangnya, lalu berkata sambil menangis, "Jihan, kamu satu-satunya pria yang pernah melakukan itu denganku. Dan mulai sekarang, kamu akan tetap jadi yang satu-satunya ...."Wina membelai kening Jihan dengan penuh kasih sayang sambil berbisik dengan lembut, "Aku akan menemanimu melewati semua hal yang menghantuimu ...."Suara Wina yang lembut benar-benar bisa mendatangkan ketenangan. Rasa panik, takut dan kegelisahan yang Jihan rasakan perlahan-lahan mereda.Jihan memeluk Wina dengan segenap tenaganya. "Wina, mulai sekarang jangan pernah tinggalkan aku lagi."Wina balas memeluk Jihan dengan erat. "Kamu juga jangan tinggalkan aku, ya."Mereka berdua pun berjanji akan selalu bersama selamanya. Hanya maut yang bisa memisahkan mereka.Setelah berhasil melupakan mimpi buruk itu, Jihan pun bertanya dengan suara rendah, "Kamu lapar?"Wina menggelengkan kepalanya, jadi Jihan bertanya lagi, "Kamu masih ngantuk?"Wina kembali menggelengkan kepalanya. Jihan pun ber
Wina yang ditekan ke dinding oleh Jihan dengan wajah yang merah padam itu pun membuka sedikit bibirnya dan mencium bibir Jihan yang tipis dan sedang tersenyum itu.Wina mencium bagian atas bibir Jihan, lalu bergerak turun mengikuti aliran air dan aroma wangi tubuh Jihan. Wina pun mengecup bagian sensitif Jihan dengan lembut ....Jihan langsung mengumpat tidak tahan dengan inisiatif yang Wina lakukan. Sentuhan Wina membuat darah Jihan langsung terasa menggelegak.Jihan yang kehilangan kendali pun mencengkeram pinggang Wina dan memeluk wanita itu dengan erat, lalu berbalik menyerang.Jihan mengangkat kepala Wina dan mencium wanita itu dengan penuh gairah. Saking panas dan dalamnya ciuman Jihan, Wina sampai tidak bisa bernapas ....Setiap kali mereka berciuman, Jihan seolah ingin menghancurkan Wina hingga berkeping-keping dan menelannya dengan paksa. Rasanya menyesakkan sekaligus sangat menggoda.Wina berusaha membuka matanya untuk melihat emosi Jihan, tetapi tangan Jihan menutupi matanya
Wina baru bangun keesokan sorenya. Hal pertama yang dia lihat adalah wajah tampan Jihan yang sempurna.Wina menengadahkan kepalanya dari dalam pelukan Jihan, lalu kedua tangannya menangkupkan wajah Jihan dari bawah sambil Wina menatap Jihan dari dekat ....Sewaktu masih bekerja di Grup Nizari, salah satu rekannya yang bernama Jaylin pernah membuat daftar peringkat orang kaya dan Jihan menduduki peringkat pertama.Jaylin bilang yang bisa masuk ke dalam daftar itu harus kaya dan tampan. Secara keseluruhan, Jihan adalah yang nomor satu.Waktu itu Wina tidak menganggap serius omongan Jaylin. Sekarang setelah diperhatikan dengan lebih saksama, Jihan memang layak jadi nomor satu ....Wina pun tersenyum dan bergerak mendekat hendak mencium pria nomor satu dalam daftar orang kaya itu dengan berani.Tiba-tiba, Jihan membuka matanya. "Nyonya Wina, kamu mau melakukan apa kepadaku?"Sorot tatapan Jihan terlihat seperti sedang tersenyum jahil dan juga geli seolah-olah dia bisa membaca isi hati Wina
Jihan baru saja duduk di ruang makan sambil menggendong Wina ketika sebuah mobil Rolls-Royce melaju memasuki vila ....Jefri yang mengenakan mantel biru tua pun turun dari mobil, lalu bergegas masuk ke dalam vila.Dia melepas mantelnya dan menyerahkannya kepada salah seorang pelayan, lalu membersihkan bekas air hujan yang membasahi kepalanya sambil bertanya, "Di mana Kak Jihan?""Tuan Muda Jihan sedang makan," jawab pelayan itu dengan hati-hati sambil menunjuk ke arah ruang makan.Jefri pun mengikuti arah pandangan si pelayan ke meja makan. Begitu melihat Wina yang sedang digendong oleh Jihan, ekspresi Jefri mendadak menjadi lebih gelap.Dia bergegas menghampiri mereka berdua, lalu bertanya dengan marah sambil menunjuk ke arah Wina, "Berani-beraninya kamu datang kepada Kak Jihan!"Belum sempat Wina menjawab, Jihan langsung menatap Jefri dengan dingin. "Kamu sudah nggak mau punya jari?"Baru pada saat itulah Jefri menyadari bahwa dia telah bereaksi berlebihan. Dia segera menarik kembali
Jefri menarik napas dalam-dalam, dia merasa kesal sekali.Jihan menatap Jefri dengan dingin lagi sambil bertanya, "Ngapain kamu masih di sini?"Jefri mengambil mantelnya dari tangan pelayan dengan sangat kesal, lalu menyampirkan mantelnya ke atas bahunya dengan asal. Dia berbalik badan dan hendak berjalan pergi.Wina bergegas turun dari pangkuan Jihan, lalu memanggil Jefri, "Tunggu sebentar, Tuan Muda Jefri."Jefri yang marah sebenarnya tidak berniat memedulikan Wina, tetapi dia teringat akan peringatan Jihan barusan. Jefri pun berhenti melangkah.Apa boleh buat, Jefri sudah terbiasa sejak kecil mematuhi ucapan Jihan. Bagaimanapun juga, kata-kata Jihan itu seperti hukum yang mutlak. Siapa juga yang berani melanggar?Setelah menghampiri Jefri, Wina pun menatap pria itu dan menjelaskan, "Tuan Muda Jefri, kuharap Tuan Muda Jefri nggak salah paham. Aku sama sekali nggak mengkhianati Jihan. Ada yang sengaja menyuruh orang untuk menghalangi Jihan menemukanku dan berpura-pura menjadi aku. Itu
Jefri pun berjalan pergi dengan marah.Jihan menatap punggung adiknya yang berjalan pergi itu, lalu berkata kepada Wina, "Wina, besok kamu akan kuantar menemui Nona Sara. Dia 'kan belum tahu kamu sudah pulang."Wina yang memang berencana melakukan hal ini pun segera mengangguk. "Oke, aku memang sudah berencana akan menemuinya besok. Dia pasti panik karena aku sudah enam bulan menghilang."Begitu mendengar percakapan Jihan dan Wina, Jefri yang baru saja berbelok pun langsung berhenti melangkah.Dia berdiri diam di sana sambil berpikir sejenak, lalu menggertakkan giginya dan berbalik badan menuju ruang makan kembali.Jefri pun berjalan menghampiri Wina, lalu meletakkan tangannya di dada dan memberi hormat yang sangat sopan. Dia meminta maaf kepada Wina dengan sungguh-sungguh."Aku minta maaf, Kak Wina, aku nggak seharusnya bersikap kurang ajar kepada Kakak. Aku juga nggak seharusnya mengkritik atau meragukanmu. Maaf karena aku sudah bersikap nggak sopan."Wina benar-benar tidak menyangka
Wina berpikir sejenak, lalu akhirnya menengadah lagi dan menatap Jihan yang sedang menunggu jawabannya. Wina pun menjawab dengan lembut."Aku nggak tahu kapan aku jatuh cinta padamu. Yang kutahu, aku sengaja meminta rambutku dipanjangkan karena kamu bilang kamu suka rambut panjang. Kamu bilang kamu nggak mau makan karena perutmu merasa nggak enak, jadi aku mau menyuapimu.""Aku bahagia sekali setiap kali kamu datang menjemputku dan rasa bahagia itu akan bertahan lama. Aku sedih kalau melihatmu pergi dengan marah. Sepertinya, aku jatuh cinta padamu saat setiap tatapan, tindakan dan ucapanmu memengaruhi emosiku."Rasa cinta dan kasih sayang dalam sorot tatapan Jihan sontak menjadi makin dalam.Wina memang tidak memberitahunya kapan tepatnya wanita itu jatuh cinta padanya, tetapi Wina memberi tahu Jihan bahwa dia sudah lama mencintai pria itu.Mungkin Wina sendiri tidak tahu bagaimana Jihan menghabiskan siang dan malamnya untuk perlahan-lahan jatuh cinta kepada Wina.Namun, itu tidak jadi