Jefri pun berjalan pergi dengan marah.Jihan menatap punggung adiknya yang berjalan pergi itu, lalu berkata kepada Wina, "Wina, besok kamu akan kuantar menemui Nona Sara. Dia 'kan belum tahu kamu sudah pulang."Wina yang memang berencana melakukan hal ini pun segera mengangguk. "Oke, aku memang sudah berencana akan menemuinya besok. Dia pasti panik karena aku sudah enam bulan menghilang."Begitu mendengar percakapan Jihan dan Wina, Jefri yang baru saja berbelok pun langsung berhenti melangkah.Dia berdiri diam di sana sambil berpikir sejenak, lalu menggertakkan giginya dan berbalik badan menuju ruang makan kembali.Jefri pun berjalan menghampiri Wina, lalu meletakkan tangannya di dada dan memberi hormat yang sangat sopan. Dia meminta maaf kepada Wina dengan sungguh-sungguh."Aku minta maaf, Kak Wina, aku nggak seharusnya bersikap kurang ajar kepada Kakak. Aku juga nggak seharusnya mengkritik atau meragukanmu. Maaf karena aku sudah bersikap nggak sopan."Wina benar-benar tidak menyangka
Wina berpikir sejenak, lalu akhirnya menengadah lagi dan menatap Jihan yang sedang menunggu jawabannya. Wina pun menjawab dengan lembut."Aku nggak tahu kapan aku jatuh cinta padamu. Yang kutahu, aku sengaja meminta rambutku dipanjangkan karena kamu bilang kamu suka rambut panjang. Kamu bilang kamu nggak mau makan karena perutmu merasa nggak enak, jadi aku mau menyuapimu.""Aku bahagia sekali setiap kali kamu datang menjemputku dan rasa bahagia itu akan bertahan lama. Aku sedih kalau melihatmu pergi dengan marah. Sepertinya, aku jatuh cinta padamu saat setiap tatapan, tindakan dan ucapanmu memengaruhi emosiku."Rasa cinta dan kasih sayang dalam sorot tatapan Jihan sontak menjadi makin dalam.Wina memang tidak memberitahunya kapan tepatnya wanita itu jatuh cinta padanya, tetapi Wina memberi tahu Jihan bahwa dia sudah lama mencintai pria itu.Mungkin Wina sendiri tidak tahu bagaimana Jihan menghabiskan siang dan malamnya untuk perlahan-lahan jatuh cinta kepada Wina.Namun, itu tidak jadi
Jihan sudah dalam setengah perjalanan saat Zeno mendadak meneleponnya."Tuan, silakan langsung datang ke vilanya Alvin. Ada sesuatu yang mencengangkan terjadi."Jihan mengemudikan mobilnya dengan satu tangan di setir, dia balik bertanya dengan ekspresi yang mendadak terlihat lebih serius. "Ada apa?"Zeno yang berada di ujung sana pun merasa agak kikuk dengan apa yang dia lihat. "Err .... Nanti Tuan juga tahu kalau sudah sampai."Jihan pun mengernyit, sorot tatapannya terlihat begitu dingin dan tajam menusuk.Dia memutuskan telepon dengan ekspresi dingin, lalu memutar arah mobilnya dan segera melaju menuju vila Alvin ....Sementara itu, Wina pun terbangun. Tangannya refleks menyentuh sisi kasur di sebelahnya yang ternyata terasa dingin.Jihan tidak ada di sebelahnya?Wina langsung menyibakkan selimutnya dengan panik. Dia segera menyalakan lampu di samping tempat tidur dan turun dari kasur.Wina bahkan tidak mengenakan sandal dan mencari Jihan ke mana-mana. Di kamar mandi, di ruang ganti
Begitu melihat siapa yang menariknya keluar, wajah Wina langsung menjadi pucat pasi.Dia refleks ingin membuka pintu mobil mewah itu, tetapi begitu diseret masuk ke dalam, pintunya langsung dikunci.Wina yang terjebak pun menatap Alvin di sebelahnya dengan panik. "Bukannya kamu sudah melepaskanku? Kenapa masih mencariku?"Alvin tampak rapi dan elegan dengan kemeja putihnya. Begitu Wina bertanya, Alvin pun menoleh melirik Wina."Aku menemuimu karena ada yang mau kukonfirmasi."Saat Wina hendak bertanya, tiba-tiba Alvin mencondongkan tubuhnya ke depan. Wina refleks bergerak mundur karena sangat takut ...."Alvin Chris! Mau ngapain kamu!"Alvin tidak mengacuhkan Wina dan terus bergerak mendekat sampai-sampai tubuh Wina menempel di kaca jendela mobil. Setelah itu, Alvin menggenggam dagu Wina.Begitu sensasi yang asing dan dingin itu menyentuh wajahnya, darah Wina sontak terasa seperti menggelegak. Amarahnya langsung tersulut dan dia meronta dengan kuat."Jangan sentuh aku!"Tidak ada yang
Wina yang sedang berjalan naik pun sontak terkejut saat mendengar bunyi tembakan. Dia sampai mencengkeram susuran tangga dengan erat untuk menenangkan diri.Wina bergegas ke lantai atas. Begitu melihat adegan di dalam rumah kaca melalui kerumunan orang di sana, wajah Wina pun langsung menjadi pucat ....Wina refleks menatap Jihan yang sedang menembak itu. Begitu melihat tangan Jihan yang memegang pistol tampak gemetar, Wina langsung tahu bahwa Jihan tidak tangan dengan apa yang mereka lihat.Wina hendak berlari menghampiri Jihan, tetapi Alvin mencengkeram pergelangan tangannya. "Biarkan saja dia melihatnya dengan jelas, kalau nggak dia nggak akan pernah bisa melupakannya."Tidak peduli wanita di dalam itu benar Wina atau bukan, hal semacam ini pasti akan selalu teringat dalam benak Jihan dan lama-kelamaan akan membuat Jihan curiga.Wina tidak paham maksud tersirat dalam ucapan Alvin, jadi dia balas memelototi pria itu. "Pemandangan kayak gini sudah menghantui Jihan! Jahat banget kamu m
Jihan hanya melirik sekilas wanita itu dan langsung memalingkan pandangannya seolah-olah satu lirikan itu sudah cukup untuk mengotori pandangannya.Jihan menggandeng tangan Wina keluar dari rumah kaca itu, lalu memerintahkan Zeno dengan dingin, "Hancurkan wajah wanita itu!"Tidak ada yang boleh memiliki wajah yang mirip dengan Wina di dunia ini!Begitu mendengar bahwa wajahnya akan dihancurkan, wanita itu sontak memohon belas kasihan dengan takut, "Maafkan aku, Tuan Jihan! Tolong ampuni aku! Aku nggak bermaksud berpura-pura menjadi Nona Wina, aku cuma mengikuti perintah!"Suara wanita itu juga sangat mirip. Wina saja tidak tahu apa bedanya, apalagi Jihan ....Wina pun menatap wanita yang terbungkus selimut itu sambil berlutut memohon belas ampun di atas kasur.Walaupun wanita itu terlihat begitu menyedihkan, rasa simpati Wina berangsur-angsur menghilang karena Wina tahu gara-gara wanita inilah Jihan sampai mimpi buruk.Jihan berpura-pura tidak mendengar suara memohon belas kasihan di b
Begitu mendengar kata-kata "adiknya", Wina sontak merasa Alvin akhirnya berhasil melepaskan Vera ....Wina pun menatap Alvin yang terlihat begitu murung. Sorot tatapan Wina terlihat simpati, tetapi dia tidak tahu harus berkata apa.Alvin menyandarkan sikunya di bar, lalu menggoyang-goyangkan gelas anggurnya dengan lembut sambil menoleh menatap Jihan."Kamu beruntung banget dia masih mau memaafkanmu walaupun kamu sudah menyakitinya. Sayangnya, aku nggak seberuntung itu ...."Jihan refleks menggenggam tangan Wina dengan makin erat, dia menatap Alvin dengan tatapan yang berkecamuk.Jihan tidak bisa bersimpati karena dia tidak tahu apa yang terjadi antara Alvin dan Vera.Namun, Jihan menyadari sesuatu setelah mendengar Alvin mengatakan bahwa Wina memaafkannya.Jika Wina tidak memaafkan Jihan, mungkin Jihan akan berakhir seperti Alvin ....Alvin memperhatikan sorot tatapan Jihan yang tampak berkecamuk, lalu memalingkan wajahnya. Dia menenggak isi gelasnya, lalu membuang gelas itu ke belakan
"Kakak Ipar!"Tindakan Alvin ini membuat Wina sontak menjerit dengan kaget sekaligus takut.Jihan merespons dengan gesit.Dia bergerak dengan sangat cepat ke arah Alvin dan merebut pistol itu.Setelah pistol itu berada di tangan Jihan, Jihan pun menodongkan moncongnya kembali ke arah Alvin."Kamu mau mati sebagai bentuk permintaan maaf sudah menindas wanitaku? Enak saja! Nggak semudah itu!"Jihan berujar dengan dingin, lalu mengarahkan moncong pistol Alvin ke paha pria itu. Aura yang terpancar dari sekujur tubuhnya terasa begitu dingin."Pilih, kamu mau kubuat cacat atau kujebloskan ke dalam penjara!"Alvin yang tidak lagi memegang pistol pun bersandar di meja bar dengan satu tangan sambil menatap Jihan dengan santai."Kamu nggak ingin aku mati?"Berdasarkan sifat Jihan yang tegas dan kejam, Jihan pasti ingin membunuh Alvin setelah Alvin menindas dan menyakiti wanita milik Jihan.Padahal tadi Alvin sudah berbaik hati ingin mengakhiri hidupnya sendiri, tetapi kenapa Jihan malah merebut
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je