Wina yang sedang berjalan naik pun sontak terkejut saat mendengar bunyi tembakan. Dia sampai mencengkeram susuran tangga dengan erat untuk menenangkan diri.Wina bergegas ke lantai atas. Begitu melihat adegan di dalam rumah kaca melalui kerumunan orang di sana, wajah Wina pun langsung menjadi pucat ....Wina refleks menatap Jihan yang sedang menembak itu. Begitu melihat tangan Jihan yang memegang pistol tampak gemetar, Wina langsung tahu bahwa Jihan tidak tangan dengan apa yang mereka lihat.Wina hendak berlari menghampiri Jihan, tetapi Alvin mencengkeram pergelangan tangannya. "Biarkan saja dia melihatnya dengan jelas, kalau nggak dia nggak akan pernah bisa melupakannya."Tidak peduli wanita di dalam itu benar Wina atau bukan, hal semacam ini pasti akan selalu teringat dalam benak Jihan dan lama-kelamaan akan membuat Jihan curiga.Wina tidak paham maksud tersirat dalam ucapan Alvin, jadi dia balas memelototi pria itu. "Pemandangan kayak gini sudah menghantui Jihan! Jahat banget kamu m
Jihan hanya melirik sekilas wanita itu dan langsung memalingkan pandangannya seolah-olah satu lirikan itu sudah cukup untuk mengotori pandangannya.Jihan menggandeng tangan Wina keluar dari rumah kaca itu, lalu memerintahkan Zeno dengan dingin, "Hancurkan wajah wanita itu!"Tidak ada yang boleh memiliki wajah yang mirip dengan Wina di dunia ini!Begitu mendengar bahwa wajahnya akan dihancurkan, wanita itu sontak memohon belas kasihan dengan takut, "Maafkan aku, Tuan Jihan! Tolong ampuni aku! Aku nggak bermaksud berpura-pura menjadi Nona Wina, aku cuma mengikuti perintah!"Suara wanita itu juga sangat mirip. Wina saja tidak tahu apa bedanya, apalagi Jihan ....Wina pun menatap wanita yang terbungkus selimut itu sambil berlutut memohon belas ampun di atas kasur.Walaupun wanita itu terlihat begitu menyedihkan, rasa simpati Wina berangsur-angsur menghilang karena Wina tahu gara-gara wanita inilah Jihan sampai mimpi buruk.Jihan berpura-pura tidak mendengar suara memohon belas kasihan di b
Begitu mendengar kata-kata "adiknya", Wina sontak merasa Alvin akhirnya berhasil melepaskan Vera ....Wina pun menatap Alvin yang terlihat begitu murung. Sorot tatapan Wina terlihat simpati, tetapi dia tidak tahu harus berkata apa.Alvin menyandarkan sikunya di bar, lalu menggoyang-goyangkan gelas anggurnya dengan lembut sambil menoleh menatap Jihan."Kamu beruntung banget dia masih mau memaafkanmu walaupun kamu sudah menyakitinya. Sayangnya, aku nggak seberuntung itu ...."Jihan refleks menggenggam tangan Wina dengan makin erat, dia menatap Alvin dengan tatapan yang berkecamuk.Jihan tidak bisa bersimpati karena dia tidak tahu apa yang terjadi antara Alvin dan Vera.Namun, Jihan menyadari sesuatu setelah mendengar Alvin mengatakan bahwa Wina memaafkannya.Jika Wina tidak memaafkan Jihan, mungkin Jihan akan berakhir seperti Alvin ....Alvin memperhatikan sorot tatapan Jihan yang tampak berkecamuk, lalu memalingkan wajahnya. Dia menenggak isi gelasnya, lalu membuang gelas itu ke belakan
"Kakak Ipar!"Tindakan Alvin ini membuat Wina sontak menjerit dengan kaget sekaligus takut.Jihan merespons dengan gesit.Dia bergerak dengan sangat cepat ke arah Alvin dan merebut pistol itu.Setelah pistol itu berada di tangan Jihan, Jihan pun menodongkan moncongnya kembali ke arah Alvin."Kamu mau mati sebagai bentuk permintaan maaf sudah menindas wanitaku? Enak saja! Nggak semudah itu!"Jihan berujar dengan dingin, lalu mengarahkan moncong pistol Alvin ke paha pria itu. Aura yang terpancar dari sekujur tubuhnya terasa begitu dingin."Pilih, kamu mau kubuat cacat atau kujebloskan ke dalam penjara!"Alvin yang tidak lagi memegang pistol pun bersandar di meja bar dengan satu tangan sambil menatap Jihan dengan santai."Kamu nggak ingin aku mati?"Berdasarkan sifat Jihan yang tegas dan kejam, Jihan pasti ingin membunuh Alvin setelah Alvin menindas dan menyakiti wanita milik Jihan.Padahal tadi Alvin sudah berbaik hati ingin mengakhiri hidupnya sendiri, tetapi kenapa Jihan malah merebut
Wina pun menggendong Gisel menangis ketakutan dan menyerahkannya kembali kepada George dengan hati-hati sebelum berjalan kembali ke arah Alvin dan Jihan.Dia melirik ke arah Jihan yang terus menodongkan pistol dan berkata dengan lembut, "Jihan, bisakah kamu memberiku kesempatan untuk bicara dengannya dulu?"Sudut mata Jihan tampak berkedut. Dia sebenarnya tidak ingin Wina bicara dengan Alvin, tetapi Jihan tetap menurut dan perlahan menurunkan pistolnya.Wina pun hendak berjalan menghampiri Alvin, tetapi Jihan mencengkeram pergelangan tangannya dan menarik Wina kembali ke posisi semula. "Bicara saja dari sini."Wina pun menatap Jihan, lalu ke arah Alvin yang sedang duduk di bar sambil meneguk anggurnya.“Kakak Ipar, tadi kamu bilang yang kamu lihat itu adalah kenyataannya, 'kan? Tapi, apa kamu pernah berpikir bagaimana mungkin kakakku yang sudah 10 tahun mengejarmu bisa mengkhianatimu dengan begitu mudahnya? Aku yakin ada kesalahpahaman di sini, jadi kuharap kamu akan mencari tahu soal
"Ya ampun, sebenarnya seberapa dalam sih cintamu padanya? Sampai-sampai kamu lebih memilih mengampuni musuhmu karena mempertimbangkan perasaannya?" ujar Alvin dengan nada mengejek, dia bahkan tidak merasa tersentuh dengan kebaikan hati Jihan.Ekspresi Jihan terlihat datar, dia menatap Alvin dengan dingin. "Apa hubungannya juga denganmu aku mencintainya atau nggak?"Seolah bisa membaca jalan pikir Jihan, Alvin pun berkata dengan acuh tak acuh, "Tentu saja aku nggak ada hubungannya dengan itu. Tapi, menurutku kalau kamu gampang dibuat luluh oleh wanita, cepat atau lambat kamu juga pasti akan mati di tangannya."Jihan sudah rela berulang kali mengalah, tetapi begitu mendengar Alvin menuduh Wina yang tidak-tidak, hasrat membunuh Jihan kembali terpicu. Dia menatap Alvin dengan dingin dan tajam menusuk."Kalau kamu memang mau mati, biar kukabulkan ...."Jihan mengangkat kembali pistolnya dan mengarahkannya lagi ke paha Alvin, lalu hendak menarik pelatuknya.Gisel yang berada di kejauhan pun
Setelah menatap selama beberapa saat, Alvin pun memalingkan pandangannya yang terlihat kesepian. Dia menunduk menatap si anak perempuan yang sudah turun dari gendongan George dan sekarang sedang memeluk pahanya.Anak perempuan itu masih menangis sambil berulang kali menyedot hidungnya, tetapi ingusnya tidak mau berhenti keluar dan malah makin banyak ....Alvin pun mengernyit dan hendak membersihkan hidung Gisel dengan tisu ketika anak perempuan itu mendadak menyeka hidungnya sendiri dengan celana Alvin ....Kernyitan Alvin menjadi makin kentara dan dia menggoyang-goyangkan kakinya berusaha mengenyahkan Gisel ....Namun, Gisel duduk di atas sepatu Alvin sambil memeluk paha pria itu dengan erat. Tidak peduli seberapa kuat Alvin menggoyangkan kakinya, Gisel menolak untuk turun ...."Paman Aneh, ayo jadi ayunanku!"Alvin pun memutar bola matanya dengan kesal, lalu menatap George yang sedang memandangi Gisel dengan penuh kasih sayang. "Hei, bawa dia pergi!"George merentangkan telapak tanga
Wina mengepalkan tangannya sambil berpikir sebentar, lalu akhirnya bertanya, "Apa ... kakakku benar-benar mengkhianatinya?""Waktu itu aku lagi nggak ada di Britton, jadi aku nggak tahu bagaimana ceritanya sampai-sampai hubungan Alvin dan Vera berubah. Hanya Alvin yang tahu persis, tapi dia juga nggak mau memberi tahu siapa-siapa," jawab George dengan jujur.Apa yang terjadi dengan Vera itu adalah masa lalu yang paling menyakitkan bagi Alvin. Tidak peduli seberapa angkuhnya dia, dia tidak akan pernah bisa membiarkan orang lain melihat luka lamanya."Ya oke, baiklah ..." kata Wina sambil mengangguk mengerti.Setelah memberi tahu Wina semua yang dia pendam selama ini, hati George pun terasa lebih ringan. Dia berkata lagi, "Nona Wina, kalau sampai fakta yang Alvin temukan sama seperti sebelumnya dan kondisi jiwanya terganggu lagi, kuharap Nona akan bersedia membantunya demi Vera ...."Wina pun mengernyit kebingungan dengan maksud George. "Memangnya apa yang bisa kulakukan untuk membantu?"