Jihan baru saja duduk di ruang makan sambil menggendong Wina ketika sebuah mobil Rolls-Royce melaju memasuki vila ....Jefri yang mengenakan mantel biru tua pun turun dari mobil, lalu bergegas masuk ke dalam vila.Dia melepas mantelnya dan menyerahkannya kepada salah seorang pelayan, lalu membersihkan bekas air hujan yang membasahi kepalanya sambil bertanya, "Di mana Kak Jihan?""Tuan Muda Jihan sedang makan," jawab pelayan itu dengan hati-hati sambil menunjuk ke arah ruang makan.Jefri pun mengikuti arah pandangan si pelayan ke meja makan. Begitu melihat Wina yang sedang digendong oleh Jihan, ekspresi Jefri mendadak menjadi lebih gelap.Dia bergegas menghampiri mereka berdua, lalu bertanya dengan marah sambil menunjuk ke arah Wina, "Berani-beraninya kamu datang kepada Kak Jihan!"Belum sempat Wina menjawab, Jihan langsung menatap Jefri dengan dingin. "Kamu sudah nggak mau punya jari?"Baru pada saat itulah Jefri menyadari bahwa dia telah bereaksi berlebihan. Dia segera menarik kembali
Jefri menarik napas dalam-dalam, dia merasa kesal sekali.Jihan menatap Jefri dengan dingin lagi sambil bertanya, "Ngapain kamu masih di sini?"Jefri mengambil mantelnya dari tangan pelayan dengan sangat kesal, lalu menyampirkan mantelnya ke atas bahunya dengan asal. Dia berbalik badan dan hendak berjalan pergi.Wina bergegas turun dari pangkuan Jihan, lalu memanggil Jefri, "Tunggu sebentar, Tuan Muda Jefri."Jefri yang marah sebenarnya tidak berniat memedulikan Wina, tetapi dia teringat akan peringatan Jihan barusan. Jefri pun berhenti melangkah.Apa boleh buat, Jefri sudah terbiasa sejak kecil mematuhi ucapan Jihan. Bagaimanapun juga, kata-kata Jihan itu seperti hukum yang mutlak. Siapa juga yang berani melanggar?Setelah menghampiri Jefri, Wina pun menatap pria itu dan menjelaskan, "Tuan Muda Jefri, kuharap Tuan Muda Jefri nggak salah paham. Aku sama sekali nggak mengkhianati Jihan. Ada yang sengaja menyuruh orang untuk menghalangi Jihan menemukanku dan berpura-pura menjadi aku. Itu
Jefri pun berjalan pergi dengan marah.Jihan menatap punggung adiknya yang berjalan pergi itu, lalu berkata kepada Wina, "Wina, besok kamu akan kuantar menemui Nona Sara. Dia 'kan belum tahu kamu sudah pulang."Wina yang memang berencana melakukan hal ini pun segera mengangguk. "Oke, aku memang sudah berencana akan menemuinya besok. Dia pasti panik karena aku sudah enam bulan menghilang."Begitu mendengar percakapan Jihan dan Wina, Jefri yang baru saja berbelok pun langsung berhenti melangkah.Dia berdiri diam di sana sambil berpikir sejenak, lalu menggertakkan giginya dan berbalik badan menuju ruang makan kembali.Jefri pun berjalan menghampiri Wina, lalu meletakkan tangannya di dada dan memberi hormat yang sangat sopan. Dia meminta maaf kepada Wina dengan sungguh-sungguh."Aku minta maaf, Kak Wina, aku nggak seharusnya bersikap kurang ajar kepada Kakak. Aku juga nggak seharusnya mengkritik atau meragukanmu. Maaf karena aku sudah bersikap nggak sopan."Wina benar-benar tidak menyangka
Wina berpikir sejenak, lalu akhirnya menengadah lagi dan menatap Jihan yang sedang menunggu jawabannya. Wina pun menjawab dengan lembut."Aku nggak tahu kapan aku jatuh cinta padamu. Yang kutahu, aku sengaja meminta rambutku dipanjangkan karena kamu bilang kamu suka rambut panjang. Kamu bilang kamu nggak mau makan karena perutmu merasa nggak enak, jadi aku mau menyuapimu.""Aku bahagia sekali setiap kali kamu datang menjemputku dan rasa bahagia itu akan bertahan lama. Aku sedih kalau melihatmu pergi dengan marah. Sepertinya, aku jatuh cinta padamu saat setiap tatapan, tindakan dan ucapanmu memengaruhi emosiku."Rasa cinta dan kasih sayang dalam sorot tatapan Jihan sontak menjadi makin dalam.Wina memang tidak memberitahunya kapan tepatnya wanita itu jatuh cinta padanya, tetapi Wina memberi tahu Jihan bahwa dia sudah lama mencintai pria itu.Mungkin Wina sendiri tidak tahu bagaimana Jihan menghabiskan siang dan malamnya untuk perlahan-lahan jatuh cinta kepada Wina.Namun, itu tidak jadi
Jihan sudah dalam setengah perjalanan saat Zeno mendadak meneleponnya."Tuan, silakan langsung datang ke vilanya Alvin. Ada sesuatu yang mencengangkan terjadi."Jihan mengemudikan mobilnya dengan satu tangan di setir, dia balik bertanya dengan ekspresi yang mendadak terlihat lebih serius. "Ada apa?"Zeno yang berada di ujung sana pun merasa agak kikuk dengan apa yang dia lihat. "Err .... Nanti Tuan juga tahu kalau sudah sampai."Jihan pun mengernyit, sorot tatapannya terlihat begitu dingin dan tajam menusuk.Dia memutuskan telepon dengan ekspresi dingin, lalu memutar arah mobilnya dan segera melaju menuju vila Alvin ....Sementara itu, Wina pun terbangun. Tangannya refleks menyentuh sisi kasur di sebelahnya yang ternyata terasa dingin.Jihan tidak ada di sebelahnya?Wina langsung menyibakkan selimutnya dengan panik. Dia segera menyalakan lampu di samping tempat tidur dan turun dari kasur.Wina bahkan tidak mengenakan sandal dan mencari Jihan ke mana-mana. Di kamar mandi, di ruang ganti
Begitu melihat siapa yang menariknya keluar, wajah Wina langsung menjadi pucat pasi.Dia refleks ingin membuka pintu mobil mewah itu, tetapi begitu diseret masuk ke dalam, pintunya langsung dikunci.Wina yang terjebak pun menatap Alvin di sebelahnya dengan panik. "Bukannya kamu sudah melepaskanku? Kenapa masih mencariku?"Alvin tampak rapi dan elegan dengan kemeja putihnya. Begitu Wina bertanya, Alvin pun menoleh melirik Wina."Aku menemuimu karena ada yang mau kukonfirmasi."Saat Wina hendak bertanya, tiba-tiba Alvin mencondongkan tubuhnya ke depan. Wina refleks bergerak mundur karena sangat takut ...."Alvin Chris! Mau ngapain kamu!"Alvin tidak mengacuhkan Wina dan terus bergerak mendekat sampai-sampai tubuh Wina menempel di kaca jendela mobil. Setelah itu, Alvin menggenggam dagu Wina.Begitu sensasi yang asing dan dingin itu menyentuh wajahnya, darah Wina sontak terasa seperti menggelegak. Amarahnya langsung tersulut dan dia meronta dengan kuat."Jangan sentuh aku!"Tidak ada yang
Wina yang sedang berjalan naik pun sontak terkejut saat mendengar bunyi tembakan. Dia sampai mencengkeram susuran tangga dengan erat untuk menenangkan diri.Wina bergegas ke lantai atas. Begitu melihat adegan di dalam rumah kaca melalui kerumunan orang di sana, wajah Wina pun langsung menjadi pucat ....Wina refleks menatap Jihan yang sedang menembak itu. Begitu melihat tangan Jihan yang memegang pistol tampak gemetar, Wina langsung tahu bahwa Jihan tidak tangan dengan apa yang mereka lihat.Wina hendak berlari menghampiri Jihan, tetapi Alvin mencengkeram pergelangan tangannya. "Biarkan saja dia melihatnya dengan jelas, kalau nggak dia nggak akan pernah bisa melupakannya."Tidak peduli wanita di dalam itu benar Wina atau bukan, hal semacam ini pasti akan selalu teringat dalam benak Jihan dan lama-kelamaan akan membuat Jihan curiga.Wina tidak paham maksud tersirat dalam ucapan Alvin, jadi dia balas memelototi pria itu. "Pemandangan kayak gini sudah menghantui Jihan! Jahat banget kamu m
Jihan hanya melirik sekilas wanita itu dan langsung memalingkan pandangannya seolah-olah satu lirikan itu sudah cukup untuk mengotori pandangannya.Jihan menggandeng tangan Wina keluar dari rumah kaca itu, lalu memerintahkan Zeno dengan dingin, "Hancurkan wajah wanita itu!"Tidak ada yang boleh memiliki wajah yang mirip dengan Wina di dunia ini!Begitu mendengar bahwa wajahnya akan dihancurkan, wanita itu sontak memohon belas kasihan dengan takut, "Maafkan aku, Tuan Jihan! Tolong ampuni aku! Aku nggak bermaksud berpura-pura menjadi Nona Wina, aku cuma mengikuti perintah!"Suara wanita itu juga sangat mirip. Wina saja tidak tahu apa bedanya, apalagi Jihan ....Wina pun menatap wanita yang terbungkus selimut itu sambil berlutut memohon belas ampun di atas kasur.Walaupun wanita itu terlihat begitu menyedihkan, rasa simpati Wina berangsur-angsur menghilang karena Wina tahu gara-gara wanita inilah Jihan sampai mimpi buruk.Jihan berpura-pura tidak mendengar suara memohon belas kasihan di b