Sekarang setelah Wina punya aset sekitar 20 miliar dari dana proyek NASA, dia punya cukup uang untuk membalas budi Pak Sam.Dalam beberapa bulan terakhir, kalau bukan karena Sam yang mengajarinya untuk berhati-hati, tidak mungkin Wina bisa tumbuh begitu cepat.Setelah itu, Wina menyalakan komputer dan mengklik berbagai aplikasi terkait konstruksi dan video belajar mandiri ....Karena pernah belajar di bidang desain, dulu dia juga pernah mempelajari aplikasi semacam ini. Jadi sekarang Wina hanya perlu mengulas beberapa kali untuk mengingat ilmunya.Proyek yang sedang Wina kerjakan sekarang ini hanya perlu menghasilkan sebuah sketsa. Setelah proyek kakaknya selesai, mau tidak mau dia akan mengambil proyek lain.Hanya dengan mempelajari keseluruhan proses mulai dari sketsa hingga rendering pasca produksi, Wina baru bisa menguasai setiap detail dengan lebih cepat dan lebih jelas.Wina hanya belajar sampai jam 10 malam. Untuk melindungi matanya, dia pun mematikan komputer tepat waktu dan ti
Wina berdiri di depan pintu vila, mengantar kepergian Lilia. Tidak berapa lama, mobil Jihan melaju di depannya.Jendela mobil diturunkan dan sinar matahari masuk ke dalam mobil, memperlihatkan wajah Jihan yang tegas nan tampan.Jihan mengenakan kacamata hitam besar sehingga tidak terlihat jelas ekspresi mata Jihan.Jihan turun dari mobil. Tubuhnya yang tinggi kekar menaungi Wina di bawahnya.Melalui kacamata hitamnya, dia menunduk dan memperhatikan dengan cermat wanita mungil yang terlihat begitu murni dan polos."Wina, hari ini kamu ...."Jihan membungkuk, memiringkan kepalanya, mendekati telinga Wina dan berkata dengan nada menggoda, "Cantik banget."Wina mengangkat tangan untuk menutup telinganya dari embusan napas hangat Jihan."Ka ... bisa nggak kalau ngomong tuh nggak usah dekat-dekat? Aku bisa dengar kok ...."Bibir tipis Jihan mengulas senyum nakal.Jihan mengusap kepala Wina sambil berkata, "Rambutmu sudah panjang ...."Harusnya tidak lama lagi rambut Wina akan kembali panjang
Dia membawa Wina ke bagian perhiasan dan hanya bertanya satu kalimat, "Apa ada yang kamu suka?"Setelah Wina menolaknya, Jihan langsung meminta pelayan untuk mengantarkan perhiasan berlian seri terbaru ke vila tanpa bertanya lagi pada Wina.Para pegawai toko pun menatap Wina dengan iri dan menjawab dengan hormat, "Baik, Pak Jihan ...."Wina yang ditarik keluar dari toko perhiasan oleh Jihan hanya bisa menatap punggung pria itu dengan tatapan kosong.Pria ini sudah memberinya mobil, bunga dan perhiasan. Selanjutnya apa? Pakaian?Persis seperti dugaan Wina, Jihan membawanya ke area pakaian dan kali ini tanpa bertanya langsung membeli semuanya.Wina hanya bisa menopang keningnya saat melihat para pegawai toko sibuk membantunya mengemas pakaian, sepatu dan tas.Wina menundukkan dan menatap Jihan yang saat ini sedang berlutut dengan satu kaki untuk membantu Wina mencoba sepatu hak tinggi kristal, "Siapa yang ngajarin kamu begini?"Wina merasa, Jihan tidak mungkin terpikir melakukan hal sepe
Leona hanya muncul untuk menemui Wina. Setelah bertemu, Leona pun berbalik badan dan berjalan pergi dengan anggun.Wina menatap punggung Leona yang berjalan pergi, jantungnya yang semula berdebar kencang karena gugup pun perlahan-lahan kembali tenang ....Wina pikir Keluarga Lionel akan seperti Mira yang membencinya, meremehkannya dan bahkan mengatakan hal-hal buruk padanya.Tidak disangka ternyata kakaknya Jihan begitu lembut, anggun dan tidak merendahkan orang lain.Yang berbeda dengan kasta umum hanyalah gaya yang seperti orang kaya juga visi yang diliputi ilmu pengetahuan yang mendalam. Hal seperti ini hanya bisa dinikmati para orang kaya yang mengenyam pendidikan tinggi.Jihan menunduk dan bertanya pada Wina di pelukannya, "Wina, kapan kamu mau ikut aku ke rumah keluargaku? Kita bisa makan malam bersama."Wina mengangkat matanya yang jernih, menatap wajah Jihan yang tanpa cacat dan berkata dalam hati, 'Nanti.'Sekarang, dia belum mencapai posisi yang pantas menghadiri jamuan makan
Wina tidak menolak dan balas mengangguk. "Oke ...."Jihan tersenyum kecil mendengar persetujuan Wina.Jihan pun menyalakan kamera lagi, lalu merangkul pinggang ramping Wina.Sebelum menekan tombol foto, Jihan sengaja mencubit pinggang Wina dengan lembut.Wina yang kesakitan pun refleks menengadah menatap Jihan di sampingnya.Bibir Wina agak terbuka karena hendak bertanya, tetapi Jihan keburu menunduk dan mencium Wina.Pada saat yang bersamaan, jari Jihan menekan tombol foto.Wina pikir Jihan ingin berfoto bersama, tetapi tidak disangka ternyata berfoto seperti ini.Jihan menurunkan ponselnya, jadi Wina pun berjinjit dan mengintip layar ponsel Jihan ....Wina sedang menengadah, sementara Jihan sedang menunduk. Mereka berdua tampak sedang berciuman dengan mesra dengan pemandangan laut dan langit biru. Wajah Wina sontak memerah malu."Cepat hapus, foto ulang ...."Jihan menggenggam jari Wina yang hendak mengklik tombol hapus, lalu segera menyimpan ponselnya."Kita makan saja yuk, Wina."J
Wina masuk ke kamar tidur di lantai dua dan tidak menyalakan lampu. Wina yang berada di dalam kamar yang redup pun menatap mobil Koenigsegg di lantai bawah serta Jihan yang berada di dalamnya ....Kaca jendela mobil Jihan tampak setengah diturunkan, pria itu juga terlihat sedang mengetik di ponselnya. Beberapa detik kemudian, ponsel Wina pun bergetar ....Wina segera mengeluarkan ponselnya dari sakunya, lalu membuka WhatsApp. Ternyata Jihan mengirimkan foto mereka berdua di pantai tadi.Di bawah foto, tampaklah pesan Jihan. "Jangan dihapus ya, Wina, ini kenang-kenangan."Kenang-kenangan ....Kenapa kenang-kenangan?Wina hendak balik bertanya, tetapi dia tiba-tiba melihat Jihan mengganti foto profilnya dengan foto Wina.Jihan pun mengirimkan pesan lagi. "Aku mencintaimu, Wina. Selamat tidur."Wina berpikir sebentar, lalu akhirnya membalas, "Ya, selamat tidur ...."Keesokan paginya, Daris mengantarkan sebuket mawar kepada Wina. Sosok Jihan tidak terlihat di mana-mana."Nona Wina, kuharap
Sara refleks memejamkan matanya saat merasakan anggur merah yang dingin itu mengenai wajahnya, dagunya juga agak diturunkan.Sara menurunkan pandangannya, ekspresinya terlihat sangat malu. Sosoknya tampak begitu rapuh dan kesepian, mirip seperti anak kecil yang tidak berdaya.Selama ini, Sara adalah sosok wanita yang tangguh dan tidak mudah tunduk. Jadi, begitu melihat ekspresinya yang tidak berdaya, jantung Jefri sontak seperti berhenti berdetak selama beberapa saat. Hatinya terasa agak sakit ....Jefri segera menarik tangannya yang merangkul pinggang Yeni untuk mengambil tisu di atas meja, tetapi Sara mendahuluinya.Sara mengelap anggur merah yang membasahi wajahnya dengan beberapa helai tisu, lalu perlahan bangkit berdiri dan mengangkat dagunya ....Dia mengabaikan Yeni dan langsung menatap Jefri dengan datar. "Sudah selesai, Tuan Muda Jefri."Maksud Sara adalah waktu reservasi Jefri sudah habis, sementara Jefri mengira ucapan Sara itu menandakan bahwa hubungan mereka berdua sudah b
Sara pun menyunggingkan seulas senyuman yang terkesan menawan."Itu bukan urusan Tuan Muda Jefri."Bukan urusan?Selama ini, Jefri selalu memperlakukan wanita dengan lembut dan sopan. Kali ini, ekspresinya terlihat begitu serius."Sara, kamu yakin mau cari masalah denganku?"Ekspresi Sara pun ikut berubah menjadi lebih serius. Sepertinya, kenyataan yang ada di kepala Jefri ini terbalik-balik."Jangan lupa, Tuan Muda Jefri, kamulah yang sengaja membawa cewek lain untuk memprovokasiku.""Itu karena kamu main menolakku dengan sangat cuek beberapa hari yang lalu!"Sorot tatapan Sara pun langsung berubah menjadi kebingungan.Jefri memang terkenal sering gonta-ganti kekasih. Dia akan selalu memutuskan mereka secepat mungkin dan tidak pernah memedulikan mereka.Jadi, sudah sewajarnya Jefri juga tidak akan meminta balikan agar tidak perlu mempermalukan dirinya.Namun, malam itu, Jefri yang mabuk malah memeluk Sara seperti anak kecil yang mencari penghiburan dan sibuk menciumi leher Sara."Kak
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je