Jihan menindih Wina ke atas kasur dan kembali menyerangnya, membuat Wina yang sudah sakit kepala kini menjadi gemetar.Sikap Jihan yang begitu dingin ini membuat sorot tatapan Wina menjadi makin kecewa. "Jadi, kamu baru mau melepaskanku kalau sudah puas bersenang-senangnya?""Aku nggak akan pernah merasa cukup denganmu, jadi berhentilah berpikir untuk pergi," jawab Jihan sambil membelai kulit Wina secara perlahan.Sentuhan Jihan yang dingin tak berperasaan itu membuat Wina ingin menghindar karena takut, tetapi dia tidak bisa bergerak karena Jihan menindihnya.Wina pun mengepalkan tangannya dan menatap Jihan sambil bertanya, "Kamu pikir aku nggak akan pergi kalau sudah hamil anakmu?""Kalau kita punya anak, kamu pasti akan selamanya bersamaku, Wina," jawab Jihan sambil tersenyum dengan keji.Ekspresi Jihan terlihat seperti sedang membayangkan hidup bahagia bersama Wina dan anak mereka.Wina menatap Jihan selama beberapa saat, lalu akhirnya berkata dengan dingin, "Aku akan tetap pergi se
Tidak lama kemudian, mobil pun tiba di rumah sakit. Jihan bergegas masuk ke UGD sambil tetap menggendong Wina.Setelah menerima telepon dari saluran khusus, kepala rumah sakit pun bergegas turun dan langsung mendorong Wina yang terbaring tidak sadarkan diri ke ruang penanganan darurat.Jihan sekali lagi duduk di lantai yang dingin sambil memandangi pintu yang tertutup. Dia benar-benar terlihat seperti seseorang yang kehilangan jiwanya.Begitu si kepala rumah sakit berjalan keluar, Jihan baru menengadah menatap dokter itu."Tenang saja, Tuan Jihan, kondisi pasien tidak begitu serius. Pasien hanya mendadak tidak sadarkan diri karena kekurangan gizi dan kecapean."Hati Jihan yang semula mati rasa pun mulai bangkit sedikit ...."Kondisi bagian tubuh Wina yang lain ..." tanya Jihan sambil menatap si kepala rumah sakit."Tidak ada masalah, jadi tenang saja," jawab si kepala rumah sakit dengan nada menenangkan.Jihan mencengkeram lututnya. Dia sudah tahu jawabannya, tetapi menolak putus asa d
Wina melirik Jihan, lalu bertanya dengan tenang, "Jihan, apa kamu baru mau melepaskanku setelah aku melahirkan seorang anak?"Tubuh Jihan sontak menegang, tetapi dia hanya menundukkan kepalanya. Jihan tidak berani menatap Wina ....Wina mengabaikan respons Jihan dan melanjutkan, "Aku nggak keberatan melahirkan anakmu, tapi tolong lepaskan aku setelah anakmu lahir."Wajah Jihan seketika menjadi pucat, sekujur tubuhnya terasa dingin ....Jihan pun perlahan menengadah, lalu menatap Wina yang terbaring di atas ranjang rumah sakit. Ekspresi Wina yang terlihat sangat datar sontak membuat dada Jihan terasa begitu sesak.Jihan menatap Wina selama beberapa saat, lalu jemarinya yang gemetar dan terasa dingin mengusap pipi Wina yang selalu membuat Jihan makin jatuh cinta setiap kali Wina tersenyum."Nggak usah, Wina .... Aku ... aku akan melepaskanmu."Jihan mengucapkan ketiga kata terakhir itu dengan sangat lambat dan pelan seolah-olah dia menggunakan segenap tenaganya.Sorot tatapan Jihan terli
Jihan memandang Wina dalam diam selama beberapa saat, lalu melepaskan genggamannya dengan lembut, menyelimuti tubuh Wina, bangkit berdiri dan keluar dari bangsal.Jihan pulang ke vila dan pergi ke dapur untuk memasak semangkuk bubur. Dia memasak dengan begitu hati-hati seolah-olah ini adalah kali terakhir dia bisa memasak untuk Wina.Setelah buburnya matang, Jihan menuangkannya ke dalam wadah. Jihan juga menyiapkan beberapa lauk kesukaan Wina dengan penuh perhatian, lalu membawa semua makanan itu kembali ke rumah sakit.Wina yang merasa lelah pun tidur sebentar selagi Jihan pulang ke vila. Begitu melihat Jihan masuk kembali ke kamarnya sambil membawa begitu banyak makanan, tenggorokan Wina sontak terasa tercekat.Jihan meletakkan satu per satu kotak bekal di atas lemari sebelah kasur, lalu mengeluarkan sebuah mangkuk kecil dan mengisinya dengan bubur.Setelah itu, Jihan duduk di tepi kasur sambil menatap Wina yang juga sedang memandangnya dengan tenang. "Wina, kamu pasti lapar karena s
Wina diinfus selama beberapa hari di rumah sakit. Selama periode rawat inap ini, Jihan selalu menemani Wina dan merawatnya dengan penuh perhatian.Akhirnya, Wina diizinkan untuk keluar dari rumah sakit. Saat Wina sedang ke kamar mandi, Jihan yang kondisi fisiknya sudah di ambang batas pun nyaris ambruk ke atas lantai.Pengawal yang berjaga di luar kamar sontak menjadi panik, dia bergegas masuk untuk memapah Jihan. "Apa Tuan baik-baik saja?"Jihan mendorong pengawal itu dan menstabilkan tubuhnya dengan menumpukan satu tangan pada dinding, lalu memerintahkan dengan dingin, "Ambil mobilnya."Pengawal itu agak mengkhawatirkan Jihan, tetapi dia tetap harus mematuhi perintah Jihan. Pengawal itu pun berbalik badan dan segera berjalan keluar dari bangsal.Jihan duduk di sofa, satu tangannya mengusap pelipisnya yang terasa sakit karena kelelahan.Tepat pada saat itu, Wina pun keluar dari kamar mandi. Dia memperhatikan Jihan yang sedang duduk dengan mata terpejam, kelihatannya pria itu sedang ti
Tidak lama kemudian, mobil mereka pun tiba di bandara. Wina langsung membuka pintu hendak keluar dari mobil, tetapi Jihan mencengkeram tangan Wina dengan sigap.Dengan wajahnya yang tampak pucat dan suaranya yang terdengar serak, Jihan pun berkata, "Biar kuantar masuk, Wina."Wina hendak mengatakan sesuatu, tetapi Jihan langsung menyela, "Tolong jangan menolak, Wina. Aku akan langsung pergi setelah mengantarmu."Jihan menggandeng Wina turun dari mobil, lalu memerintahkan pengawalnya untuk membawakan barang-barang Wina. Jihan sendiri yang mengantar Wina masuk ke bandara.Wina pun melihat sosok Sam yang sedang duduk di ruang tunggu keberangkatan. Wina menengadah menatap Jihan yang berdiri di sampingnya, "Cukup sampai sini saja."Kemudian, Wina melanjutkan, "Terima kasih sudah menjagaku selama ini."Wina hendak melepaskan tangannya dari cengkeraman Jihan, tetapi Jihan tidak rela.Setelah berusaha melepaskan genggaman Jihan, tetapi berujung gagal, akhirnya Wina menatap Jihan dan bertanya,
Valeria awalnya akan pulang ke tanah air setelah menuntaskan misinya. Namun, begitu masuk ke bandara, dia malah melihat Jihan yang sedang muntah darah.Valeria sontak melepaskan kacamata hitamnya dengan kaget, dia bergegas menghampiri Jihan dengan sepatu hak tingginya.Valeria mengernyit melirik Jihan, lalu bertanya kepada pengawal Jihan, "Majikanmu kenapa?"Pengawal itu menggelengkan kepalanya ke arah Valeria, matanya tertuju pada sosok Wina yang sedang melewati pemeriksaan keamanan jauh di sana.Valeria mengikuti arah pandangan pengawal itu dan melihat Wina yang tampak mantap untuk berjalan pergi.Setelah itu, Valeria menggeleng-gelengkan kepalanya ke arah Jihan dengan penuh simpati.Ternyata ucapan kakaknya benar, Tuan Malam memang sudah menjadi budak cinta.Walaupun Valeria sedang menyindir Jihan di dalam hati, dia bukanlah orang yang tidak berperasaan. Valeria pun berkata kepada pengawal Jihan, "Rumah sakitku ada di sebelah bandara. Bawa saja majikanmu ke sana untuk diobati."Lebi
Olivia sontak merasa panik, dia menyadari sudah ketahuan. Olivia pun segera menggelengkan kepalanya.Jihan menahan rasa mualnya, lalu mematahkan pergelangan tangan Olivia. "Jawab!"Olivia sontak menjerit kesakitan dan menangis.Dia memang belum pernah melihat cara Jihan menyelesaikan segala sesuatunya. Olivia hanya tahunya Jihan itu bagaikan sosok yang tidak terjangkau.Tidak disangka Jihan ternyata tega menyerang wanita yang lebih lemah.Jihan sudah bersikap sekejam ini saat belum tahu yang sebenarnya, jadi bukankah jika Jihan tahu itu berarti Jihan akan membunuh Olivia?Olivia yang ketakutan pun menahan rasa sakit yang menghujamnya sambil berbohong, "Aku cuma melihat kalian di bandara! Kamu muntah darah setelah mengantar Wina pergi, jadi bukankah itu karena kalian sudah putus?""Aku mengantarnya pulang karena dia ada urusan pekerjaan. Aku muntah darah karena perutku bermasalah. Kenapa bisa-bisanya kamu mengira kami putus?" tanya Jihan dengan sorot tatapan yang makin dingin.Jantung O
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je