Begitu tiba di depan sebuah vila besar yang berbentuk seperti kastel itu di Kota Grenin, ekspresi Sam langsung terlihat kaku.Dia menatap sandalnya yang bertuliskan "Aku Tidak Peduli" seolah-olah menunjukkan protesnya kepada Jihan ....Sam memandang vila itu lagi, entah kenapa sekarang dia merasa keputusannya agak terburu-buru ....Begitu pintu vila terbuka, Sam pun menelan ludah sambil berjalan masuk.Ternyata bagian dalam vila itu lebih megah lagi. Sam langsung mengeluh dengan putus asa."Nona Wina, kamu tahu nggak aku tinggal di mana waktu Pak Jihan membawamu pergi?""Memangnya di mana?" tanya Wina sambil menggulung gambarnya."Aku tinggal di bawah jembatan bersama beberapa orang Benua Andila yang jadi tunawisma," jawab Sam tersenyum kaku.Jari Wina yang sedang menggulung kertas gambarnya sontak berhenti bergerak. Dia pun berujar dengan nada meminta maaf, "Maaf, Pak Sam, aku nggak tahu ...."Sam mengibas-ngibaskan tangannya dengan bermurah hati seolah-olah dia tidak mempermasalahkan
Air kolam renang yang jernih itu tampak beriak kecil dan bergelombang di bawah sinar bulan ....Jihan menindih tubuh Wina ke dinding kolam renang, lalu merayu Wina dengan suara yang terdengar begitu memikat, "Wina, aku belum mendengar ungkapan cintamu padaku ....""Aku mencintaimu" merupakan pernyataan yang jika diucapkan akan menjadi semacam janji setia antar sepasang kekasih.Wina menatap cahaya bulan yang menerangi langit malam, dia tidak tahu harus berkata apa karena sejujurnya belum memiliki nyali.Jihan menatap Wina yang berada dalam pelukannya. Dia menunggu Wina mengatakan "Aku mencintaimu" kepadanya, tetapi Wina hanya diam.Sorot mata Jihan sontak terlihat agak bergetar, tetapi dia tersenyum kecil sambil berkata, "Maaf, aku yang minta berlebihan."Wina hendak mengatakan sesuatu, tetapi Jihan menggendong Wina dan membungkus tubuh Wina dengan handuk. Setelah itu, Jihan menggendong Wina kembali ke kamar mandi.Malam itu, Jihan tidak banyak bicara pada Wina. Jihan hanya memeluk Win
Senyuman lebar Wina langsung menghapus rasa sakit yang terus menggerogoti hati Jihan sejak kemarin malam.Jihan pun menggandeng tangan Wina menuju kamar ganti. Jihan sendiri yang mengganti pakaian Wina dengan setelan berkuda, lalu berbalik badan dan menyuruh orang untuk membawakan pakaian berkudanya.Wina pun menunggu di luar pintu sambil bersandar di pagar. Dia menendang-nendang batu di atas tanah dengan bosan, lalu tiba-tiba mendengar suara pintu di belakangnya perlahan terbuka ....Jihan berjalan di bawah sinar matahari dengan sepasang kacamata hitam bertengger di batang hidungnya, wajahnya yang terkesan dingin pun tampak makin tampan.Proporsi tubuh Jihan benar-benar ideal dan sempurna. Jihan mengenakan pakaian ketat berwarna putih, pinggangnya yang ramping dihiasi dengan ikat pinggang hitam.Dia juga mengenakan celana khusus berkuda berwarna putih, membuat kakinya terlihat makin jenjang. Jihan melengkapi penampilannya dengan sepasang sepatu bot tinggi berwarna hitam.Satu tangan J
Tadi, Olivia melihat Jihan yang memakaikan helm berkuda pada Wina. Ekspresi Jihan yang terlihat lembut dan penuh perhatian itu membuat Olivia merasa iri sekaligus agak cemburu.Olivia dan Wina sama cantiknya, bahkan Oliva lahir dari keluarga yang berada dan memiliki pendidikan yang tinggi. Latar belakang Olivia jelas lebih unggul daripada Wina.Akan tetapi, Jihan malah lebih menyukai Wina yang secara kualifikasi berada jauh di bawah Olivia. Benar-benar tidak masuk akal.Wina menatap Olivia yang terlihat percaya diri, lalu menjawab dengan nada datar, "Tanya saja sendiri padanya."Wina tidak bisa menjawab pertanyaan Olivia karena dia sendiri juga tidak tahu kenapa Jihan bisa jatuh cinta pada pandangan pertama terhadapnya.Akan tetapi, Olivia malha menganggap ucapan Wina itu sebagai sebuah sindiran. Wajahnya yang cantik langsung terlihat kesal. "Punya hak apa kamu sampai bersikap sok begini, Nona Wina?"Wina refleks mengernyit dengan bingung, lalu balik bertanya, "Loh, kenapa malah menudu
Wina menatap Olivia yang berjalan menuju arena pacuan kuda dengan anggun dan elegan, tangannya makin terkepal dengan erat.Wina memperhatikan Olivia dengan saksama. Olivia menunggangi kudanya, lalu segera menyusul Jihan seolah hendak mengajak Jihan mengobrol.Jihan menurunkan kecepatan lari kudanya, lalu memandang ke arah yang Olivia tunjuk, yaitu ke arah Wina yang sedang duduk menatapnya di area beristirahat.Jihan dan Olivia yang sama-sama bisa menunggangi kuda itu tampak serasi sekali. Sementara itu, Wina yang tidak mampu menunggangi kuda pun hanya bisa melihat dari kejauhan.Bagi rakyat jelata, sumber keputusasaan terbesar adalah karena mereka terlahir dari titik mulai yang berbeda. Seandainya suatu saat nanti mereka mempelajari hal-hal yang dikuasai oleh para orang kaya, kemampuan mereka akan tetap berada jauh di bawah.Walaupun tadi Wina terlihat percaya diri saat berdebat dengan Olivia, kenyataannya dia tetap merasa rendah diri. Wina pun mengalihkan pandangannya, lalu bangkit be
Hati Wina mendadak terasa hampa, sehampa tangannya yang tidak lagi digenggam.Dia menatap Jihan yang berdiri di kejauhan. Jihan tampak mendengarkan ucapan wanita itu dengan saksama, ekspresi Jihan perlahan-lahan berubah menjadi agak tegang."Kamu tahu nggak dia siapa?"Tepat pada saat itu, Olivia menghampiri Wina dan memandang ke arah yang sama dengan Wina.Wina tidak menjawab, tetapi Olivia tetap menjelaskan."Namanya Valeria Andara, putri kesayangan Tuan Jovan Andara, pemimpin dari salah satu empat keluarga besar di Benua Endoa."Olivia menoleh menatap Wina yang terlihat memaksakan diri untuk tetap tenang."Dia benar-benar terlahir dari keluarga kelas atas. Kamu saja nggak bisa menang melawanku, jadi apa kamu pikir kamu bisa menang melawannya untuk mendapatkan Jihan?"Wina mengepalkan tangannya dengan erat, lalu menoleh menatap Olivia dengan dingin."Dokter Olivia, aku nggak akan peduli dengan mereka yang sukanya merebut pacar orang. Sebaiknya kamu berhenti mencoba jadi pelakor."Win
Setelah keluar dari arena pacuan kuda, Wina sontak tertegun menatap puluhan mobil mewah yang terparkir di luar.Negara yang asing, lingkungan yang asing, orang-orang yang asing .... Tiba-tiba, Wina jadi merasa begitu kesepian dan ingin kabur saja.Saat Wina hanya berdiri termangu dan putus asa di depan pintu, tiba-tiba ada yang menggenggam tangannya dengan erat."Wina."Suara Jihan pun terdengar, nada suaranya dingin dan juga khawatir.Wina tidak berani menatap Jihan. Dia hanya menunduk menatap tangan Jihan yang menggenggamnya setelah melepaskannya barusan.Jihan pun mengikuti arah pandangan Wina ke tangan mereka yang saling tertaut. Barulah saat itu Jihan menyadari bahwa tadi dia malah melepaskan genggamannya.Jihan sontak membungkuk dengan panik, lalu menundukkan kepalanya untuk meminta maaf kepada Wina. "Maaf, Wina! Harusnya tadi aku jelaskan dulu padamu dan nggak main melepaskan tanganmu. Aku yang salah karena nggak peka."Begitu melihat sorot tatapan Jihan yang tampak panik, Wina
Jihan menggendong Wina masuk ke dalam mobil, lalu berkata, "Wina, kamu tidur saja dulu sebentar. Satu jam lagi kita baru sampai rumah."Wina balas mengangguk kecil. Dia awalnya ingin bersandar di jendela mobil, tetapi menyadari sorot tatapan Jihan yang penuh harap. Pada akhirnya, Wina memutuskan untuk duduk di atas pangkuan Jihan.Dulu, Wina tidak berani mengakui perasaannya karena mengira Jihan tidak mencintainya.Sekarang, karena Wina tahu bahwa Jihan pernah mencintainya dan masih tetap mencintainya, dia memutuskan untuk lebih memberanikan diri.Sebenarnya, Wina juga takut ucapan Olivia terjadi. Dia takut Jihan akan menyakitinya lagi.Namun, setidaknya sebelum saat itu terjadi, Wina akan mencintai Jihan dengan berani dan dengan segala yang dia punya.Wina menyandarkan kepalanya di bahu Jihan, lalu memandang wajah Jihan yang tampan paripurna dan berujar dengan lembut, "Nanti bangunin aku kalau sudah sampai, ya."Jihan pun menoleh dan mengecup bibir Wina, lalu mengambil selimut di sebe