Jihan membawa Wina ke lantai paling atas hotel.Di sana ada sebuah restoran Privon. Dengan duduk di sini, mereka jadi bisa menikmati panorama pemandangan malam kota.Sepertinya Jihan sudah memesan seluruh restoran, karena sekelompok pelayan yang mengenakan tuksedo dan dasi kupu-kupu hanya melayani mereka berdua saja.Si manajer restoran memakai jas dan terlihat sangat bersemangat. Dia menyambut Jihan dan Wina, lalu mengantarkan keduanya duduk di teras, setelah itu membungkuk hormat dan memberikan daftar menu.Jihan mengambil buku menu itu lalu meletakkannya di depan Wina. "Wina, mau makan apa?"Wina membuka buku menu dan tercekat saat mendapati semua menu tertulis dalam bahasa Privon.Wina yang tentu tidak paham bahasa Privon pun tersipu malu dan spontan menyampirkan beberapa helai rambutnya yang tergerai ke belakang telinganya.Jihan yang duduk di seberangnya tersadar dan langsung mengambil buku menu dari tangannya.Jihan kurang berpikir jauh. Tadi dia mempersilakan Wina untuk memilih
Makan malam yang diterangi dengan cahaya lilin itu pun usai sambil diiringi lantunan musik cello ....Wina bangkit berdiri, tetapi pandangannya terhalang oleh embusan angin sejuk yang membuat rambutnya menjadi agak berantakan.Jihan refleks merapikan rambut Wina, lalu melilitkan jasnya ke tubuh Wina.Setelah itu, Jihan mengajak Wina turun sambil menggandeng tangan Wina lagi. "Wina, ada pertunjukan musikal. Apa kamu ...."Jihan berujar sambil menoleh menatap Wina di sampingnya. Begitu melihat Wina sedang memandang gedung pemerintahan di kejauhan sana, Jihan sontak berhenti bicara.Jihan pun mengedikkan dagunya ke pengawalnya yang berada di belakang. Para pengawal langsung memahami maksud Jihan, lalu segera berjalan menuju Gedung Putih."Wina, ayo kita ke gedung pemerintahan."Wina tersadar kembali dari lamunannya, lalu balas menggeleng. "Nggak usah. Kamu 'kan sudah mengatur pertunjukan musikal, jadi kita ke sana saja."Sam memberi tahu Wina bahwa arsitektur gedung pemerintahan berdasark
Setelah itu, Jihan membawa Wina kembali ke mobil dan menuju gedung Pusat Pertunjukan Seni Kliena.Sebelum mengajak Wina masuk, tiba-tiba Jihan berhenti melangkah dan menatap Wina."Wina, kamu lebih suka pertunjukan musikal atau konser?"Saking fokusnya mengatur kencan mereka hari ini, Jihan sampai lupa bertanya kepada Wina apa yang wanita itu sukai.Wina terlihat agak ragu karena dia sebenarnya tidak terlalu tertarik dengan musikal.Namun, Jihan langsung bisa membaca arti ekspresi ragu-ragu Wina. Jihan pun mengedikkan dagunya kepada pengawal yang mengikuti mereka.Pengawal itu langsung mengajak mereka menuju aula konser. Setelah masuk, salah seorang karyawan gedung pun menuntun Jihan dan Wina ke ruang privat presidensial yang terletak di lantai dua.Ada banyak sekali organ pipa yang berada di atas panggung konser, benar-benar terlihat spektakuler dan cantik.Begitu melihat kemegahan panggung konser, Wina yang duduk di dalam ruang privat presidensial pun sontak tersenyum ....Jihan yang
Wina langsung terjatuh ke atas aspal dan hanya mendengar bunyi decitan rem yang kencang ....Dia sontak menoleh dengan panik. Jihan sudah terkapar di atas aspal ....Jihan mengerang menahan sakit, darah mengalir dari sudut bibirnya ...."Tuan!"Para pengawal pun bergegas turun dari mobil, wajah mereka terlihat pucat ketakutan.Mereka bergegas menghampiri Jihan untuk memapah Jihan berdiri, kemudian membawa Jihan ke rumah sakit.Akan tetapi, Jihan mendorong semua pengawalnya menjauh. Dia bangkit berdiri dengan tubuh yang terhuyung-huyung, lalu melangkah menghampiri Wina dengan mantap.Jihan berlutut di hadapan Wina dan membantu wanita itu bangkit berdiri, lalu memeriksa sekujur tubuh Wina dengan panik."Wina, kamu nggak apa-apa?"Sorot tatapan Jihan yang gugup, panik dan khawatir sontak membuat jantung Wina berdebar.Dia termangu menatap Jihan di hadapannya. Padahal pria itu baru saja tertabrak mobil, tetapi hal pertama yang Jihan khawatirkan adalah apakah Wina baik-baik saja atau tidak.
"Kabar bagusnya, pendarahannya nggak parah dan nggak serius. Kita tangani dulu dengan obat-obatan. Kalau ternyata nanti nggak membaik dan malah jadi tambah parah, baru kita operasi."Si kepala rumah sakit meletakkan hasil MRI yang dia pegang, lalu menatap Jihan yang setengah terbaring di atas ranjang rumah sakit. Sudah tidak ada lagi darah yang menetes dari sudut bibir Jihan. Si kepala rumah sakit pun menghela napas dengan lega.Untung saja pendarahan yang Jihan derita bisa dihentikan tepat waktu dan tidak ada infeksi. Jika sampai terjadi sesuatu pada pemegang saham utama di rumah sakitnya, bisa-bisa Keluarga Lionel akan memenggal kepalanya.Begitu mendengar penjelasan si kepala rumah sakit, Wina yang duduk di pinggir ranjang rumah sakit sontak merasa lebih lega."Kalau gitu, apa saja yang perlu diperhatikan selama dirawat di rumah sakit, Dok?""Jaga pola makan dan istirahat, lalu jangan beraktivitas yang berat-berat."Wina mengingat semua hal itu, lalu bertanya kepada dokter yang seda
Jihan dirawat di rumah sakit selama dua minggu. Wina pun tidak pernah meninggalkan sisi Jihan. Seolah kembali ke masa lalu, mereka berdua makan dan tidur bersama.Akan tetapi, fobia Jihan terhadap kuman cukup parah. Dokter sudah melarang Jihan untuk tidak bergerak, tetapi dia malah sering sekali mandi.Setiap kali keluar dari kamar mandi, Jihan pasti hanya menggunakan handuk. Jihan juga selalu berjalan di hadapan Wina dengan cuek, otot perutnya yang kekar terpampang dengan jelas.Setiap kali Wina melihat tampilan Jihan yang seperti ini, dia selalu beranggapan bahwa Jihan sering mandi bukan karena fobia kuman, tetapi karena sengaja mau menggodanya ....Terutama di malam hari. Jihan pasti tidak bisa mengendalikan dirinya, dia akan selalu memeluk dan mencium Wina dengan ganas.Jihan yang begitu sabar demi menghormati keinginan Wina pun perlahan-lahan meluluhkan hati Wina ....Sehari sebelum Jihan diperbolehkan keluar dari rumah sakit, dia tidak bisa menahan hasratnya lagi. Sambil setengah
Saat melihat Wina yang berada dalam dekapan erat Jihan, para dokter dan pengawal yang berdiri di luar pun langsung mengerti.Pantas saja sang CEO sama sekali tidak membuka pintu. Ternyata Jihan sudah sembuh dan tidak sabar untuk menikmati tubuh kekasihnya.Belasan orang itu tahu betul apa yang terjadi, tetapi mereka berpura-pura tidak tahu apa-apa ....Begitu melihat ada banyak sekali orang yang berjaga di luar pintu, wajah Wina yang berada dalam pelukan Jihan pun langsung menjadi merah padam.Wina langsung menundukkan kepalanya dan menyembunyikan wajahnya dalam pelukan Jihan ....Jihan sama sekali tidak ambil pusing dengan para bawahannya. Sambil menggendong Wina, Jihan pun berjalan melewati mereka semua dan langsung menuju luar rumah sakit.Setelah masuk ke dalam mobil, rona merah di wajah Wina sedikit memudar. Akan tetapi, tiba-tiba si kepala rumah sakit bersama para dokter lainnya muncul untuk berpamitan dengan Jihan.Saat melihat Jihan tiba-tiba membuka pintu mobil, Wina yang mera
Entah kenapa, sikap Jihan yang seperti ini malah membuat Wina merasa sangat gelisah.Wina pun memeluk Jihan, lalu menyandarkan kepalanya di bahu Jihan sambil berujar dengan patuh, "Ya ...."Ya, Wina milik Jihan. Semenjak Wina memutuskan untuk mulai menerima Jihan lagi, dia adalah milik Jihan ....Jawaban Wina itu membuat jantung Jihan langsung menjadi berdebar-debar, suasana hati pria itu menjadi sedikit lebih baik.Jihan menciumi sisi wajah Wina sambil menurunkan kursi mobilnya.Mata Wina pun sontak terbelalak dengan lebar."Jangan begini, Jihan .... Kamu 'kan baru sembuh ...."Jihan membungkukkan tubuhnya, lalu menggigiti telinga Wina sambil bertanya dengan suara serak, "Hmm? Begini bagaimana?"Dari rumah sakit, Jihan membawa Wina ke sebuah tempat terpencil di pinggir kota. Mereka pun menghabiskan satu malam lagi di sana.Jihan memeluk Wina yang sedang tertidur dengan lelap sambil menatap wanita itu dengan penuh kasih sayang, lalu mengeluarkan beberapa lembar tisu basah.Jihan menyek