Wina tertidur sampai malam tiba. Begitu bangun, tubuhnya terasa begitu pegal dan tidak bisa digerakkan seolah-olah habis tertabrak mobil.Sambil bersandar dalam pelukan Jihan, Wina memperhatikan dada Jihan yang bidang dan perut Jihan yang kekar.Jihan menyadari Wina sudah bangun, jadi dia mengusap rambut dan pipi Wina.Wina refleks mendorong Jihan menjauh, lalu hendak bangun dari tempat tidur.Akan tetapi, Jihan langsung menarik Wina kembali ke atas kasur.Tubuh Wina pun terjatuh ke atas kasur yang empuk. Dia menengadah menatap Jihan dengan sorot memohon.Jihan mengernyit selama beberapa saat, lalu matanya menyorotkan senyuman.Jihan menikmati Wina sekali lagi, lalu menggendong Wina ke kamar mandi dan membersihkan tubuh wanita itu. Setelah itu, Jihan menggendong Wina yang mengenakan jubah mandi menuju ruang makan.Meja makan panjang yang didesain dengan gaya Barat itu sudah dipenuhi berbagai macam hidangan. Para pelayan tampak berdiri di samping sambil menunggu perintah dari majikan me
Jihan menawarkan Wina untuk makan lebih banyak, lalu mengajak wanita itu ke ruangan yang sudah disulap menjadi bioskop mini.Wina awalnya mengira lantai pertama di bawah vila itu adalah tempat parkir, ternyata bioskop mini.Begitu melihat bioskop mini yang berukuran beberapa kali lebih luas dari bioskop pada umumnya itu, Wina refleks menatap Jihan dengan agak kaget."Memangnya biasanya kamu suka nonton film?""Nggak," jawab Jihan sambil menatap Wina.Saat masih dirawat di rumah sakit, Jihan sengaja menyuruh orang untuk merenovasi lantai bawah ini. Dia takut Wina akan kebosanan jika berada di rumah seharian.Jihan mengajak Wina untuk duduk di atas sofa kulit, lalu menyalakan layar sambil bertanya, "Kamu suka nonton apa, Wina?"Wina menatap layar raksasa itu, lalu menunjuk sebuah film bergaya Barat.Jihan memutar film itu dan mematikan lampu, lalu duduk di samping Wina untuk menonton bersama sambil merangkul pinggang Wina.Di beberapa menit pertama, adegan-adegan film itu masih biasa saj
Wina menatap Jihan yang terlihat ragu, rasanya seolah melihat Jihan yang dulu lagi. Jihan yang terkadang memperlakukan Wina dengan baik, tetapi di lain waktu malah bersikap begitu jahat.Sejujurnya, Wina merasa agak takut dengan Jihan yang seperti ini. Namun, alih-alih diam seperti dirinya yang dulu, Wina justru memikirkan alasan di balik reaksi Jihan.Dia berulang kali memikirkan tentang percakapan mereka berdua barusan, lalu akhirnya mengerti .....Wina pun berkata, "Jangan salah paham, Jihan. Aku bukannya nggak mau punya anak, aku cuma belum siap secara mental."Begitu mendengar penjelasan Wina, sorot mata Jihan langsung tampak bersalah.Tangannya yang memeluk Wina sedikit mengendur, lalu Jihan membenamkan kepalanya di lekukan leher Wina."Maaf, Wina, aku yang salah ...."Jihan merasa tidak tenang karena takut Wina akan langsung meninggalkannya lagi suatu hari nanti.Perasaan seperti ini benar-benar membuat Jihan tersiksa. Walaupun Wina berada dalam dekapannya, tetapi Jihan seolah m
Wina tahu betul bagaimana Jihan menyelesaikan segala sesuatu, tetapi dia tidak mau terlalu memikirkannya. Wina pun balas berkomentar, "Mungkin dia sudah pergi dari Walston."Sam juga tidak ambil pusing soal itu. Dia berpamitan pada Wina, lalu menutup telepon.Setelah keluar dari tampilan daftar kontak, tiba-tiba Sara melakukan panggilan video kepada Wina.Wina langsung mengklik tombol jawab. Sosok Sara yang sedang bersandar di bar pun langsung muncul di layar ponsel Wina.Sara tampak memegang ponselnya dengan satu tangan, sementara tangannya yang satu lagi memegang sebatang rokok. Begitu Wina mengangkat panggilannya, Sara langsung tersenyum ke arah kamera."Wina! Kamu kangen aku nggak? Kamu sudah setengah bulan lebih loh di Walston!""Tentu saja aku kangen!"Wina balas tersenyum, lalu menatap rokok yang Sara pegang. Wina pun mencoba menasihatinya, "Kamu kurangilah merokok, Sara."Sara cukup kecanduan dengan merokok, dia hanya bisa berhenti merokok selama beberapa hari.Akan lebih baik
Wina merasa wajahnya seperti terbakar. Dia hendak membalas perkataan Sara dengan kesal, tetapi tiba-tiba melihat sosok yang familier di ujung telepon sana.Pria yang mengenakan setelan jas berwarna putih itu merebut rokok yang Sara pegang, lalu meremasnya dan membuangnya ke tempat sampah. Setelah itu, pria itu menunduk mendekat ke arah Sara."Sudah berapa kali kubilang jangan ngerokok? Kenapa kamu nggak pernah mau menurutiku, sih?"Begitu melihat Jefri yang tiba-tiba muncul di panggilan video itu, Wina pun sontak tertegun.Di sisi lain, Sara malah terlihat lebih kaget daripada Wina. Dia tidak menyangka Jefri akan datang ke klub, apalagi mengajaknya bicara seperti ini.Semenjak keributan di klub waktu itu, Sara dan Jefri sudah tidak pernah berhubungan lagi. Mereka bahkan terkesan menjauh dari satu sama lain.Namun, setelah beberapa bulan berlalu, Jefri malah datang ke klub milik Sara lagi dan merebut rokok Sara seperti yang dulu Jefri lakukan.Sara jadi merasa agak kebingungan ....Jela
Wina menatap semua benda itu selama beberapa saat, lalu akhirnya tersadar dari keterkejutannya dan langsung menutup lemari itu.Ekspresi Wina terlihat mantap dan tegas. Dia sudah memantapkan hati dan tidak akan goyah hanya karena hal sesepele ini.Wina tahu Jihan sengaja tidak mengembalikan semua barang itu kepadanya karena tidak ingin dia cepat-cepat pergi.Lagi pula, saat Jihan melindungi Wina tanpa memikirkan keselamatan dirinya sendiri dan bahkan sebegitunya mengkhawatirkan Wina, Wina sudah memantapkan hatinya.Wina sudah memutuskan untuk memberikan kesempatan sekali lagi kepada Jihan, jadi dia tidak perlu memikirkan masalah sesepele ini ....Setelah menyimpan tas itu kembali, Wina juga sekalian mengembalikan peralatan menggambar yang dia temukan ke dalam lemari buku.Jihan pasti akan menyadari sesuatu seandainya Wina mengambil semua peralatan itu, jadi Wina memutuskan untuk berpura-pura tidak tahu apa-apa.Begitu keluar dari kamar mandi dan tidak melihat sosok Wina, Jihan langsung
Setelah menyelesaikan sesi pagi itu, Jihan akhirnya mengambilkan Wina banyak sekali peralatan menggambar dari ruang kerjanya.Saat Wina hendak mengambil barang-barang itu, Jihan menggandeng tangannya dan mengajaknya ke ruang kerja yang lain.Ruangan ini berukuran lebih besar dari ruang kerja Jihan, desain ruangan ini dibuat mengikuti gaya Benua Endoa. Sinar matahari yang menembus dari jendela membuat ruangan ini terasa begitu hangat dan terang.Jihan meletakkan semua barang yang Wina perlukan di atas sebuah meja panjang, lalu mengusap rambut pendek Wina dengan penuh kasih sayang."Ruangan ini cukup oke, Wina?""Ya."Meja kayu yang kekar dan panjang itu sudah cukup besar dan lebar bagi Wina untuk mengukur dan mendesain arsitektur.Saat Wina hendak duduk di depan meja dan mulai mendesain, Jihan malah menggendongnya.Wina yang tiba-tiba digendong sontak menatap Jihan dengan malu dan enggan. "Nggak mau ...."Jihan pun tertawa kecil. "Kamu 'kan belum sarapan, ayo makan dulu."Wajah Wina son
"Wina."Jihan menumpukan tangannya di atas lembar sketsa itu sambil dengan serius menatap Wina yang sedang berkonsentrasi menggambar."Aku akan membantumu mendapatkan kembali identitasmu dan mendirikan perusahaan untukmu. Mulai sekarang, gunakanlah identitasmu sendiri untuk menjadi seorang arsitek."Tangan Wina yang sedang memegang penggaris pun langsung berhenti bergerak. Wina menengadah menatap Jihan, lalu berpikir sejenak dan akhirnya menggelengkan kepalanya."Kalau soal mengurus identitasku lagi, nanti saja setelah aku berhasil mewujudkan mimpi kakakku."Vera sudah mengambil 50 proyek yang mengena di hatinya, tetapi keburu meninggal sebelum bisa mendesain.Pokoknya, Wina bertekad akan menyelesaikan semua ini atas nama kakaknya. Dengan begitu, Wina berharap kakaknya bisa beristirahat dengan tenang."Kalau soal perusahaan, nggak usah."Wina bertekad akan mewujudkan impian kakaknya terlebih dulu, lalu mengandalkan usahanya sendiri untuk bisa bersanding dengan Jihan.Walaupun Wina tida