Wina merasa wajahnya seperti terbakar. Dia hendak membalas perkataan Sara dengan kesal, tetapi tiba-tiba melihat sosok yang familier di ujung telepon sana.Pria yang mengenakan setelan jas berwarna putih itu merebut rokok yang Sara pegang, lalu meremasnya dan membuangnya ke tempat sampah. Setelah itu, pria itu menunduk mendekat ke arah Sara."Sudah berapa kali kubilang jangan ngerokok? Kenapa kamu nggak pernah mau menurutiku, sih?"Begitu melihat Jefri yang tiba-tiba muncul di panggilan video itu, Wina pun sontak tertegun.Di sisi lain, Sara malah terlihat lebih kaget daripada Wina. Dia tidak menyangka Jefri akan datang ke klub, apalagi mengajaknya bicara seperti ini.Semenjak keributan di klub waktu itu, Sara dan Jefri sudah tidak pernah berhubungan lagi. Mereka bahkan terkesan menjauh dari satu sama lain.Namun, setelah beberapa bulan berlalu, Jefri malah datang ke klub milik Sara lagi dan merebut rokok Sara seperti yang dulu Jefri lakukan.Sara jadi merasa agak kebingungan ....Jela
Wina menatap semua benda itu selama beberapa saat, lalu akhirnya tersadar dari keterkejutannya dan langsung menutup lemari itu.Ekspresi Wina terlihat mantap dan tegas. Dia sudah memantapkan hati dan tidak akan goyah hanya karena hal sesepele ini.Wina tahu Jihan sengaja tidak mengembalikan semua barang itu kepadanya karena tidak ingin dia cepat-cepat pergi.Lagi pula, saat Jihan melindungi Wina tanpa memikirkan keselamatan dirinya sendiri dan bahkan sebegitunya mengkhawatirkan Wina, Wina sudah memantapkan hatinya.Wina sudah memutuskan untuk memberikan kesempatan sekali lagi kepada Jihan, jadi dia tidak perlu memikirkan masalah sesepele ini ....Setelah menyimpan tas itu kembali, Wina juga sekalian mengembalikan peralatan menggambar yang dia temukan ke dalam lemari buku.Jihan pasti akan menyadari sesuatu seandainya Wina mengambil semua peralatan itu, jadi Wina memutuskan untuk berpura-pura tidak tahu apa-apa.Begitu keluar dari kamar mandi dan tidak melihat sosok Wina, Jihan langsung
Setelah menyelesaikan sesi pagi itu, Jihan akhirnya mengambilkan Wina banyak sekali peralatan menggambar dari ruang kerjanya.Saat Wina hendak mengambil barang-barang itu, Jihan menggandeng tangannya dan mengajaknya ke ruang kerja yang lain.Ruangan ini berukuran lebih besar dari ruang kerja Jihan, desain ruangan ini dibuat mengikuti gaya Benua Endoa. Sinar matahari yang menembus dari jendela membuat ruangan ini terasa begitu hangat dan terang.Jihan meletakkan semua barang yang Wina perlukan di atas sebuah meja panjang, lalu mengusap rambut pendek Wina dengan penuh kasih sayang."Ruangan ini cukup oke, Wina?""Ya."Meja kayu yang kekar dan panjang itu sudah cukup besar dan lebar bagi Wina untuk mengukur dan mendesain arsitektur.Saat Wina hendak duduk di depan meja dan mulai mendesain, Jihan malah menggendongnya.Wina yang tiba-tiba digendong sontak menatap Jihan dengan malu dan enggan. "Nggak mau ...."Jihan pun tertawa kecil. "Kamu 'kan belum sarapan, ayo makan dulu."Wajah Wina son
"Wina."Jihan menumpukan tangannya di atas lembar sketsa itu sambil dengan serius menatap Wina yang sedang berkonsentrasi menggambar."Aku akan membantumu mendapatkan kembali identitasmu dan mendirikan perusahaan untukmu. Mulai sekarang, gunakanlah identitasmu sendiri untuk menjadi seorang arsitek."Tangan Wina yang sedang memegang penggaris pun langsung berhenti bergerak. Wina menengadah menatap Jihan, lalu berpikir sejenak dan akhirnya menggelengkan kepalanya."Kalau soal mengurus identitasku lagi, nanti saja setelah aku berhasil mewujudkan mimpi kakakku."Vera sudah mengambil 50 proyek yang mengena di hatinya, tetapi keburu meninggal sebelum bisa mendesain.Pokoknya, Wina bertekad akan menyelesaikan semua ini atas nama kakaknya. Dengan begitu, Wina berharap kakaknya bisa beristirahat dengan tenang."Kalau soal perusahaan, nggak usah."Wina bertekad akan mewujudkan impian kakaknya terlebih dulu, lalu mengandalkan usahanya sendiri untuk bisa bersanding dengan Jihan.Walaupun Wina tida
Wina sontak tertegun menatap Jihan yang berada di bawahnya.Jihan sedikit mengangkat dagunya sambil menatap Wina lurus-lurus seolah sedang menunggu Wina menjawab pertanyaannya.Wina pun menundukkan kepalanya dan mencoba mengingat-ingat, tetapi tidak ada yang muncul dalam ingatannya. Wina pun akhirnya berujar meminta maaf, "Maaf, aku nggak ingat ...."Seandainya Wina mengigau memanggil nama Ivan seperti yang dulu dia lakukan, maka itu berarti lebih baik mengakhiri hubungannya dengan Jihan saat ini.Tangan Wina yang berada di atas dada Jihan pun sontak sedikit menjadi lebih tegang. "Maaf, aku pergi sekarang ...."Wina bangkit berdiri hendak pergi, tetapi Jihan memeluknya dan membalikkan tubuhnya. Setelah itu, Jihan menindih Wina dan menatap wanita itu.Jihan pun mencium pipi Wina dengan lembut tanpa mengatakan apa-apa, lalu bangkit berdiri dan berjalan menuju kamar mandi sambil menggendong Wina ....Setelah itu, samar-samar terdengarlah suara seorang pria dan wanita yang sedang larut dal
Begitu tiba di depan sebuah vila besar yang berbentuk seperti kastel itu di Kota Grenin, ekspresi Sam langsung terlihat kaku.Dia menatap sandalnya yang bertuliskan "Aku Tidak Peduli" seolah-olah menunjukkan protesnya kepada Jihan ....Sam memandang vila itu lagi, entah kenapa sekarang dia merasa keputusannya agak terburu-buru ....Begitu pintu vila terbuka, Sam pun menelan ludah sambil berjalan masuk.Ternyata bagian dalam vila itu lebih megah lagi. Sam langsung mengeluh dengan putus asa."Nona Wina, kamu tahu nggak aku tinggal di mana waktu Pak Jihan membawamu pergi?""Memangnya di mana?" tanya Wina sambil menggulung gambarnya."Aku tinggal di bawah jembatan bersama beberapa orang Benua Andila yang jadi tunawisma," jawab Sam tersenyum kaku.Jari Wina yang sedang menggulung kertas gambarnya sontak berhenti bergerak. Dia pun berujar dengan nada meminta maaf, "Maaf, Pak Sam, aku nggak tahu ...."Sam mengibas-ngibaskan tangannya dengan bermurah hati seolah-olah dia tidak mempermasalahkan
Air kolam renang yang jernih itu tampak beriak kecil dan bergelombang di bawah sinar bulan ....Jihan menindih tubuh Wina ke dinding kolam renang, lalu merayu Wina dengan suara yang terdengar begitu memikat, "Wina, aku belum mendengar ungkapan cintamu padaku ....""Aku mencintaimu" merupakan pernyataan yang jika diucapkan akan menjadi semacam janji setia antar sepasang kekasih.Wina menatap cahaya bulan yang menerangi langit malam, dia tidak tahu harus berkata apa karena sejujurnya belum memiliki nyali.Jihan menatap Wina yang berada dalam pelukannya. Dia menunggu Wina mengatakan "Aku mencintaimu" kepadanya, tetapi Wina hanya diam.Sorot mata Jihan sontak terlihat agak bergetar, tetapi dia tersenyum kecil sambil berkata, "Maaf, aku yang minta berlebihan."Wina hendak mengatakan sesuatu, tetapi Jihan menggendong Wina dan membungkus tubuh Wina dengan handuk. Setelah itu, Jihan menggendong Wina kembali ke kamar mandi.Malam itu, Jihan tidak banyak bicara pada Wina. Jihan hanya memeluk Win
Senyuman lebar Wina langsung menghapus rasa sakit yang terus menggerogoti hati Jihan sejak kemarin malam.Jihan pun menggandeng tangan Wina menuju kamar ganti. Jihan sendiri yang mengganti pakaian Wina dengan setelan berkuda, lalu berbalik badan dan menyuruh orang untuk membawakan pakaian berkudanya.Wina pun menunggu di luar pintu sambil bersandar di pagar. Dia menendang-nendang batu di atas tanah dengan bosan, lalu tiba-tiba mendengar suara pintu di belakangnya perlahan terbuka ....Jihan berjalan di bawah sinar matahari dengan sepasang kacamata hitam bertengger di batang hidungnya, wajahnya yang terkesan dingin pun tampak makin tampan.Proporsi tubuh Jihan benar-benar ideal dan sempurna. Jihan mengenakan pakaian ketat berwarna putih, pinggangnya yang ramping dihiasi dengan ikat pinggang hitam.Dia juga mengenakan celana khusus berkuda berwarna putih, membuat kakinya terlihat makin jenjang. Jihan melengkapi penampilannya dengan sepasang sepatu bot tinggi berwarna hitam.Satu tangan J