Jihan dirawat di rumah sakit selama dua minggu. Wina pun tidak pernah meninggalkan sisi Jihan. Seolah kembali ke masa lalu, mereka berdua makan dan tidur bersama.Akan tetapi, fobia Jihan terhadap kuman cukup parah. Dokter sudah melarang Jihan untuk tidak bergerak, tetapi dia malah sering sekali mandi.Setiap kali keluar dari kamar mandi, Jihan pasti hanya menggunakan handuk. Jihan juga selalu berjalan di hadapan Wina dengan cuek, otot perutnya yang kekar terpampang dengan jelas.Setiap kali Wina melihat tampilan Jihan yang seperti ini, dia selalu beranggapan bahwa Jihan sering mandi bukan karena fobia kuman, tetapi karena sengaja mau menggodanya ....Terutama di malam hari. Jihan pasti tidak bisa mengendalikan dirinya, dia akan selalu memeluk dan mencium Wina dengan ganas.Jihan yang begitu sabar demi menghormati keinginan Wina pun perlahan-lahan meluluhkan hati Wina ....Sehari sebelum Jihan diperbolehkan keluar dari rumah sakit, dia tidak bisa menahan hasratnya lagi. Sambil setengah
Saat melihat Wina yang berada dalam dekapan erat Jihan, para dokter dan pengawal yang berdiri di luar pun langsung mengerti.Pantas saja sang CEO sama sekali tidak membuka pintu. Ternyata Jihan sudah sembuh dan tidak sabar untuk menikmati tubuh kekasihnya.Belasan orang itu tahu betul apa yang terjadi, tetapi mereka berpura-pura tidak tahu apa-apa ....Begitu melihat ada banyak sekali orang yang berjaga di luar pintu, wajah Wina yang berada dalam pelukan Jihan pun langsung menjadi merah padam.Wina langsung menundukkan kepalanya dan menyembunyikan wajahnya dalam pelukan Jihan ....Jihan sama sekali tidak ambil pusing dengan para bawahannya. Sambil menggendong Wina, Jihan pun berjalan melewati mereka semua dan langsung menuju luar rumah sakit.Setelah masuk ke dalam mobil, rona merah di wajah Wina sedikit memudar. Akan tetapi, tiba-tiba si kepala rumah sakit bersama para dokter lainnya muncul untuk berpamitan dengan Jihan.Saat melihat Jihan tiba-tiba membuka pintu mobil, Wina yang mera
Entah kenapa, sikap Jihan yang seperti ini malah membuat Wina merasa sangat gelisah.Wina pun memeluk Jihan, lalu menyandarkan kepalanya di bahu Jihan sambil berujar dengan patuh, "Ya ...."Ya, Wina milik Jihan. Semenjak Wina memutuskan untuk mulai menerima Jihan lagi, dia adalah milik Jihan ....Jawaban Wina itu membuat jantung Jihan langsung menjadi berdebar-debar, suasana hati pria itu menjadi sedikit lebih baik.Jihan menciumi sisi wajah Wina sambil menurunkan kursi mobilnya.Mata Wina pun sontak terbelalak dengan lebar."Jangan begini, Jihan .... Kamu 'kan baru sembuh ...."Jihan membungkukkan tubuhnya, lalu menggigiti telinga Wina sambil bertanya dengan suara serak, "Hmm? Begini bagaimana?"Dari rumah sakit, Jihan membawa Wina ke sebuah tempat terpencil di pinggir kota. Mereka pun menghabiskan satu malam lagi di sana.Jihan memeluk Wina yang sedang tertidur dengan lelap sambil menatap wanita itu dengan penuh kasih sayang, lalu mengeluarkan beberapa lembar tisu basah.Jihan menyek
Wina tertidur sampai malam tiba. Begitu bangun, tubuhnya terasa begitu pegal dan tidak bisa digerakkan seolah-olah habis tertabrak mobil.Sambil bersandar dalam pelukan Jihan, Wina memperhatikan dada Jihan yang bidang dan perut Jihan yang kekar.Jihan menyadari Wina sudah bangun, jadi dia mengusap rambut dan pipi Wina.Wina refleks mendorong Jihan menjauh, lalu hendak bangun dari tempat tidur.Akan tetapi, Jihan langsung menarik Wina kembali ke atas kasur.Tubuh Wina pun terjatuh ke atas kasur yang empuk. Dia menengadah menatap Jihan dengan sorot memohon.Jihan mengernyit selama beberapa saat, lalu matanya menyorotkan senyuman.Jihan menikmati Wina sekali lagi, lalu menggendong Wina ke kamar mandi dan membersihkan tubuh wanita itu. Setelah itu, Jihan menggendong Wina yang mengenakan jubah mandi menuju ruang makan.Meja makan panjang yang didesain dengan gaya Barat itu sudah dipenuhi berbagai macam hidangan. Para pelayan tampak berdiri di samping sambil menunggu perintah dari majikan me
Jihan menawarkan Wina untuk makan lebih banyak, lalu mengajak wanita itu ke ruangan yang sudah disulap menjadi bioskop mini.Wina awalnya mengira lantai pertama di bawah vila itu adalah tempat parkir, ternyata bioskop mini.Begitu melihat bioskop mini yang berukuran beberapa kali lebih luas dari bioskop pada umumnya itu, Wina refleks menatap Jihan dengan agak kaget."Memangnya biasanya kamu suka nonton film?""Nggak," jawab Jihan sambil menatap Wina.Saat masih dirawat di rumah sakit, Jihan sengaja menyuruh orang untuk merenovasi lantai bawah ini. Dia takut Wina akan kebosanan jika berada di rumah seharian.Jihan mengajak Wina untuk duduk di atas sofa kulit, lalu menyalakan layar sambil bertanya, "Kamu suka nonton apa, Wina?"Wina menatap layar raksasa itu, lalu menunjuk sebuah film bergaya Barat.Jihan memutar film itu dan mematikan lampu, lalu duduk di samping Wina untuk menonton bersama sambil merangkul pinggang Wina.Di beberapa menit pertama, adegan-adegan film itu masih biasa saj
Wina menatap Jihan yang terlihat ragu, rasanya seolah melihat Jihan yang dulu lagi. Jihan yang terkadang memperlakukan Wina dengan baik, tetapi di lain waktu malah bersikap begitu jahat.Sejujurnya, Wina merasa agak takut dengan Jihan yang seperti ini. Namun, alih-alih diam seperti dirinya yang dulu, Wina justru memikirkan alasan di balik reaksi Jihan.Dia berulang kali memikirkan tentang percakapan mereka berdua barusan, lalu akhirnya mengerti .....Wina pun berkata, "Jangan salah paham, Jihan. Aku bukannya nggak mau punya anak, aku cuma belum siap secara mental."Begitu mendengar penjelasan Wina, sorot mata Jihan langsung tampak bersalah.Tangannya yang memeluk Wina sedikit mengendur, lalu Jihan membenamkan kepalanya di lekukan leher Wina."Maaf, Wina, aku yang salah ...."Jihan merasa tidak tenang karena takut Wina akan langsung meninggalkannya lagi suatu hari nanti.Perasaan seperti ini benar-benar membuat Jihan tersiksa. Walaupun Wina berada dalam dekapannya, tetapi Jihan seolah m
Wina tahu betul bagaimana Jihan menyelesaikan segala sesuatu, tetapi dia tidak mau terlalu memikirkannya. Wina pun balas berkomentar, "Mungkin dia sudah pergi dari Walston."Sam juga tidak ambil pusing soal itu. Dia berpamitan pada Wina, lalu menutup telepon.Setelah keluar dari tampilan daftar kontak, tiba-tiba Sara melakukan panggilan video kepada Wina.Wina langsung mengklik tombol jawab. Sosok Sara yang sedang bersandar di bar pun langsung muncul di layar ponsel Wina.Sara tampak memegang ponselnya dengan satu tangan, sementara tangannya yang satu lagi memegang sebatang rokok. Begitu Wina mengangkat panggilannya, Sara langsung tersenyum ke arah kamera."Wina! Kamu kangen aku nggak? Kamu sudah setengah bulan lebih loh di Walston!""Tentu saja aku kangen!"Wina balas tersenyum, lalu menatap rokok yang Sara pegang. Wina pun mencoba menasihatinya, "Kamu kurangilah merokok, Sara."Sara cukup kecanduan dengan merokok, dia hanya bisa berhenti merokok selama beberapa hari.Akan lebih baik
Wina merasa wajahnya seperti terbakar. Dia hendak membalas perkataan Sara dengan kesal, tetapi tiba-tiba melihat sosok yang familier di ujung telepon sana.Pria yang mengenakan setelan jas berwarna putih itu merebut rokok yang Sara pegang, lalu meremasnya dan membuangnya ke tempat sampah. Setelah itu, pria itu menunduk mendekat ke arah Sara."Sudah berapa kali kubilang jangan ngerokok? Kenapa kamu nggak pernah mau menurutiku, sih?"Begitu melihat Jefri yang tiba-tiba muncul di panggilan video itu, Wina pun sontak tertegun.Di sisi lain, Sara malah terlihat lebih kaget daripada Wina. Dia tidak menyangka Jefri akan datang ke klub, apalagi mengajaknya bicara seperti ini.Semenjak keributan di klub waktu itu, Sara dan Jefri sudah tidak pernah berhubungan lagi. Mereka bahkan terkesan menjauh dari satu sama lain.Namun, setelah beberapa bulan berlalu, Jefri malah datang ke klub milik Sara lagi dan merebut rokok Sara seperti yang dulu Jefri lakukan.Sara jadi merasa agak kebingungan ....Jela