Baterai ponselnya sudah nyaris habis karena lebih dari tiga bulan tidak dinyalakan. Saat Jihan hendak mengisi ulang dayanya, tiba-tiba Zeno datang.Jihan meletakkan teleponnya di samping, lalu menatap Zeno yang datang sambil membawa banyak sekali barang-barang. "Bukannya tadi kusuruh melakukan sesuatu?"Zeno meletakkan beberapa tas besar berisi barang-barang ke atas meja, lalu berkata dengan bangga, "Iya, saya sudah selesai menjalankan perintah Tuan. Ini barang-barangnya, sudah saya bawa balik."Ekspresi Zeno seolah menantikan pujian dari Jihan, tetapi begitu melihat tumpukan benda itu, sorot tatapan Jihan mendadak berubah menjadi kelam."Siapa yang menyuruhmu untuk menemukannya secepat ini!"Zeno sontak menjadi kebingungan. Loh, mereka 'kan memang selalu bekerja dengan cepat dan tepat?Bukannya Jihan sudah tahu? Kenapa malah protes Zeno menyelesaikan misinya secepat ini?Jihan mendorong tumpukan barang di hadapannya itu dengan kesal. "Bawa pergi semua ini!"Ekspresi Zeno terlihat kage
Wina menarik napas dalam-dalam, wajahnya memerah menahan marah. Aduh, dia tidak seharusnya mengalah dan menyetujui usulan Jihan!Jihan tersenyum kecil memandang ekspresi marah Wina, sorot matanya juga terlihat geli.Jihan pun menunduk dan mencium Wina lagi, lalu akhirnya melepaskan wanita itu dan berkata, "Oke, aku nggak akan membuat masalah lagi. Ayo bangun dan makan."Mana mungkin Wina punya nafsu makan? Bukan hanya dia kurang tidur, tetapi juga kesal karena ciuman Jihan membangunkannya.Jihan juga tidak memaksa Wina yang bersikeras untuk tetap berbaring. Dia mengambil bubur itu, lalu duduk di sofa samping tempat tidur.Dia mengaduk-aduk bubur itu untuk mendinginkannya sebentar, lalu mengambil sesendok kecil dan menyodorkannya ke depan mulut Wina. "Aaaa ...."Wina hanya balas melirik Jihan, lalu memutar tubuhnya ke samping. Wina meletakkan tangannya di sisi wajahnya, lalu menatap taman di luar jendela sana sambil merajuk.Jihan pun menatap punggung Wina yang menghadapnya dengan rasa
Wina bersandar dalam pelukan Jihan. Dia memperhatikan sorot tatapan Jihan yang penuh cinta, lalu akhirnya mengangguk dengan patuh.Respons Wina yang seperti dulu ini membuat sorot tatapan Jihan menjadi makin berbinar.Dia menggendong Wina menuju ruang ganti, lalu mendudukkannya di atas sofa. Setelah itu, dia menekan tombol otomatis yang tidak terlihat pada dinding.Beberapa pintu lemari pakaian kelas atas pun segera terbuka, sederet gaun panjang yang terlihat mewah dan berkelas pun terpampang di hadapan Wina.Wina sontak terkejut. Model semua gaun itu sama seperti yang Wina biasanya kenakan. Ternyata Jihan ingat ..."Waktu kamu pulang denganku, aku langsung menyuruh pelayan untuk menyiapkan semua ini."Setelah menjelaskan seperti itu, Jihan pun memberikan sehelai gaun dengan model A-line dan potongan pinggang yang ramping kepada Wina. Jihan mengedikkan dagunya ke arah kamar pas, mengisyaratkan Wina untuk berganti pakaian.Wina mengambil gaun itu dengan ragu-ragu sambil menatap Jihan. D
Jihan membawa Wina ke lantai paling atas hotel.Di sana ada sebuah restoran Privon. Dengan duduk di sini, mereka jadi bisa menikmati panorama pemandangan malam kota.Sepertinya Jihan sudah memesan seluruh restoran, karena sekelompok pelayan yang mengenakan tuksedo dan dasi kupu-kupu hanya melayani mereka berdua saja.Si manajer restoran memakai jas dan terlihat sangat bersemangat. Dia menyambut Jihan dan Wina, lalu mengantarkan keduanya duduk di teras, setelah itu membungkuk hormat dan memberikan daftar menu.Jihan mengambil buku menu itu lalu meletakkannya di depan Wina. "Wina, mau makan apa?"Wina membuka buku menu dan tercekat saat mendapati semua menu tertulis dalam bahasa Privon.Wina yang tentu tidak paham bahasa Privon pun tersipu malu dan spontan menyampirkan beberapa helai rambutnya yang tergerai ke belakang telinganya.Jihan yang duduk di seberangnya tersadar dan langsung mengambil buku menu dari tangannya.Jihan kurang berpikir jauh. Tadi dia mempersilakan Wina untuk memilih
Makan malam yang diterangi dengan cahaya lilin itu pun usai sambil diiringi lantunan musik cello ....Wina bangkit berdiri, tetapi pandangannya terhalang oleh embusan angin sejuk yang membuat rambutnya menjadi agak berantakan.Jihan refleks merapikan rambut Wina, lalu melilitkan jasnya ke tubuh Wina.Setelah itu, Jihan mengajak Wina turun sambil menggandeng tangan Wina lagi. "Wina, ada pertunjukan musikal. Apa kamu ...."Jihan berujar sambil menoleh menatap Wina di sampingnya. Begitu melihat Wina sedang memandang gedung pemerintahan di kejauhan sana, Jihan sontak berhenti bicara.Jihan pun mengedikkan dagunya ke pengawalnya yang berada di belakang. Para pengawal langsung memahami maksud Jihan, lalu segera berjalan menuju Gedung Putih."Wina, ayo kita ke gedung pemerintahan."Wina tersadar kembali dari lamunannya, lalu balas menggeleng. "Nggak usah. Kamu 'kan sudah mengatur pertunjukan musikal, jadi kita ke sana saja."Sam memberi tahu Wina bahwa arsitektur gedung pemerintahan berdasark
Setelah itu, Jihan membawa Wina kembali ke mobil dan menuju gedung Pusat Pertunjukan Seni Kliena.Sebelum mengajak Wina masuk, tiba-tiba Jihan berhenti melangkah dan menatap Wina."Wina, kamu lebih suka pertunjukan musikal atau konser?"Saking fokusnya mengatur kencan mereka hari ini, Jihan sampai lupa bertanya kepada Wina apa yang wanita itu sukai.Wina terlihat agak ragu karena dia sebenarnya tidak terlalu tertarik dengan musikal.Namun, Jihan langsung bisa membaca arti ekspresi ragu-ragu Wina. Jihan pun mengedikkan dagunya kepada pengawal yang mengikuti mereka.Pengawal itu langsung mengajak mereka menuju aula konser. Setelah masuk, salah seorang karyawan gedung pun menuntun Jihan dan Wina ke ruang privat presidensial yang terletak di lantai dua.Ada banyak sekali organ pipa yang berada di atas panggung konser, benar-benar terlihat spektakuler dan cantik.Begitu melihat kemegahan panggung konser, Wina yang duduk di dalam ruang privat presidensial pun sontak tersenyum ....Jihan yang
Wina langsung terjatuh ke atas aspal dan hanya mendengar bunyi decitan rem yang kencang ....Dia sontak menoleh dengan panik. Jihan sudah terkapar di atas aspal ....Jihan mengerang menahan sakit, darah mengalir dari sudut bibirnya ...."Tuan!"Para pengawal pun bergegas turun dari mobil, wajah mereka terlihat pucat ketakutan.Mereka bergegas menghampiri Jihan untuk memapah Jihan berdiri, kemudian membawa Jihan ke rumah sakit.Akan tetapi, Jihan mendorong semua pengawalnya menjauh. Dia bangkit berdiri dengan tubuh yang terhuyung-huyung, lalu melangkah menghampiri Wina dengan mantap.Jihan berlutut di hadapan Wina dan membantu wanita itu bangkit berdiri, lalu memeriksa sekujur tubuh Wina dengan panik."Wina, kamu nggak apa-apa?"Sorot tatapan Jihan yang gugup, panik dan khawatir sontak membuat jantung Wina berdebar.Dia termangu menatap Jihan di hadapannya. Padahal pria itu baru saja tertabrak mobil, tetapi hal pertama yang Jihan khawatirkan adalah apakah Wina baik-baik saja atau tidak.
"Kabar bagusnya, pendarahannya nggak parah dan nggak serius. Kita tangani dulu dengan obat-obatan. Kalau ternyata nanti nggak membaik dan malah jadi tambah parah, baru kita operasi."Si kepala rumah sakit meletakkan hasil MRI yang dia pegang, lalu menatap Jihan yang setengah terbaring di atas ranjang rumah sakit. Sudah tidak ada lagi darah yang menetes dari sudut bibir Jihan. Si kepala rumah sakit pun menghela napas dengan lega.Untung saja pendarahan yang Jihan derita bisa dihentikan tepat waktu dan tidak ada infeksi. Jika sampai terjadi sesuatu pada pemegang saham utama di rumah sakitnya, bisa-bisa Keluarga Lionel akan memenggal kepalanya.Begitu mendengar penjelasan si kepala rumah sakit, Wina yang duduk di pinggir ranjang rumah sakit sontak merasa lebih lega."Kalau gitu, apa saja yang perlu diperhatikan selama dirawat di rumah sakit, Dok?""Jaga pola makan dan istirahat, lalu jangan beraktivitas yang berat-berat."Wina mengingat semua hal itu, lalu bertanya kepada dokter yang seda