Pandangan Wina menjadi gelap gulita.Ketakutan akan kegelapan membuatnya merasa seperti terjatuh ke dalam jurang tak berujung. Dia tidak bisa melarikan diri, tidak peduli seberapa kuat dia meronta.Detik ini, Wina baru menyadari dia berhadapan dengan orang yang lebih menakutkan dan mesum daripada Emil.Rasa takut itu membuat sekujur tubuhnya berkeringat dingin, bahkan kakinya kehilangan tenaga.Dengan mata tertutup dan tangan terikat, Wina benar-benar tidak bisa berkutik.Satu-satunya hal yang bisa dia lakukan sekarang adalah menenangkan diri dan mencoba berkomunikasi dengan pria itu."Tuan."Wina menggertakkan gigi dan bertanya dengan suara gemetar, "Apa yang ingin kamu lakukan?"Tidak ada respons dari pria itu. Sebaliknya, pria itu malah menggendongnya.Wina merasakan tubuhnya terangkat dan kemudian dilempar ke atas ranjang empuk.Wina berpikir pria itu akan menodainya, tetapi ternyata tidak. Pria itu malah duduk di sampingnya.Merasakan ada bagian yang melengkung di samping kasur, W
"Aku mengerti."Setelah Wina menjawab, pria itu langsung memutuskan panggilan.Wina tidak bisa melihat ekspresi pria itu, jadi hanya bisa memohon kepadanya dengan cemas."Tuan, kamu sendiri sudah dengar. Ini menyangkut nyawa orang. Aku nggak peduli apa yang ingin kamu lakukan padaku dengan berpura-pura menjadi Emil, tapi jangan sekarang. Aku harus menemui Emil malam ini dan menyerahkan kontrak kepadanya, kalau nggak dia akan membunuh sahabatku!"Wina terlihat sangat cemas. Sebaliknya, pria itu terlihat tidak tergesa-gesa.Pria itu bertanya dengan tenang, "Kontrak apa?"Karena menyangkut Jihan, Wina tentu saja tidak akan banyak bicara. "Hanya sebuah kontrak proyek," jawabnya.Pria itu memain-mainkan ponsel Wina sambil berkata, "Kalau kamu nggak ingin menjelaskannya, biarkan Emil yang menjelaskannya."Mendengar itu, Wina tidak punya pilihan selain memberi tahu semuanya kepada pria itu. Dari Emil yang ingin menidurinya sampai dia mencari cara untuk melepaskan diri dari masalah ini.Yang t
"Hebat juga kamu."Emil memeluk pinggang Wina, mencium wajahnya dan berkata "Bilang padaku, Sayang, hadiah apa yang kamu inginkan?"Wina menutupi pipi yang dicium itu dan berkata dengan ekspresi datar, "Pak Emil, aku nggak ingin hadiah apa pun. Aku hanya ingin anak buahmu pergi dari rumah pernikahan temanku.""Nggak masalah."Emil segera mengeluarkan ponselnya, menelepon dan meminta anak buahnya mundur.Wina menghela napas lega, berbalik, mengambil gelas anggur berisikan obat dan menyerahkannya kepada Emil."Pak Emil, aku sengaja membawakan anggur. Ayo, kita minum bersama.""Minum anggur?"Emil mengangkat alisnya sedikit. Dia tidak menyangka Wina akan berinisiatif untuk mengundangnya minum bersama.Emil agak terkejut, berpikir bahwa Wina sudah berubah pikiran. Dia pun buru-buru bertanya di samping telinga Wina, "Kenapa? Apa kamu sudah berubah pikiran? Kamu sudah bersedia membiarkanku menyentuhmu?"Wina takut Emil akan curiga, jadi tetap mempertahankan sikapnya sebelumnya dan berkata de
Seperti yang Wina perkirakan, Emil tidak akan melepaskannya meski sudah mendapatkan kontrak itu.'Seharusnya ini terjadi setelah dia meminum obat tidur itu!''Semua ini salah pria di kamar mandi itu!''Kalau saja dia nggak berpura-pura menjadi Emil dan mengacaukan rencanaku, aku nggak akan terlalu gugup hingga tanganku gemetar dan Emil nggak akan tahu.''Apa yang harus kulakukan sekarang? Apa aku harus pasrah ditiduri oleh Emil?'Tepat ketika Wina sedang panik sampai berkeringat deras, terdengar suara getaran ponsel, yang mengganggu tangan Emil yang tengah meraba-raba Wina."Pak Emil, ponselmu. Lebih baik kamu mengangkatnya dulu."Wina mengambil kesempatan ini untuk segera mendorong Emil menjauh dan melepaskan diri.Emil merasa malam ini Wina tidak akan bisa melarikan diri, jadi dia tidak memedulikan Wina.Emil mengeluarkan ponselnya, setelah melihat nomor panggilan itu, dia segera mengangkatnya.Nada bicara Emil seketika berubah menjadi penuh hormat ketika berbicara dengan penelepon i
Wina tidak pernah menyangka dirinya akan dinodai oleh orang asing.Dia bahkan tidak tahu seperti apa rupanya.Dia sangat putus asa.'Kali ini, aku betul-betul nggak suci!''Jihan pasti akan membenciku sampai mati!'Jihan, Jihan, Jihan ....'Wina memanggil nama Jihan berulang kali di dalam hatinya. Di saat bersamaan, air matanya mengalir dari sudut matanya.Menyadari Wina menangis, pria itu tiba-tiba berhenti.Dia meraih dagunya dan bertanya dengan dingin, "Kamu menangis untuk siapa?"Wina mengatupkan bibirnya, tidak menjawab. Air matanya terus keluar dan segera membasahi dasi yang menutupi matanya.Keheningan Wina membuat pria itu tidak senang. Selanjutnya, pria itu tidak lagi mempertimbangkan perasaan Wina dan terus melanjutkan gerakannya.Postur dan intensitas yang digunakan pria itu sungguh berbeda dengan Jihan.Pria itu mencium seluruh tubuh Wina. Setiap gerakannya bahkan lebih gila dari yang dilakukan Jihan.Sementara Wina hanya bisa pasrah dan khawatir Emil akan tiba-tiba kembali
Pisaunya diambil dan tangannya ditahan oleh pria itu.Situasi tidak menguntungkan ini membuat Wina menjadi sangat tidak berdaya.Kemudian, dia jatuh duduk ke lantai, menutupi wajah dengan kedua tangannya dan menangis terisak-isak."Jangan menangis."Pria itu menghiburnya dengan nada dingin.Wina sama sekali tidak mendengarnya. Dia meringkuk di lantai dan terus menangis sekuat tenaga.Pria itu menghela napas, berlutut dan membelai rambut Wina.Setelah Wina menepis tangannya, pria itu berkata dengan pelan, "Aku sudah lama menginginkanmu. Aku tadi sudah nggak bisa menahan diri. Maafkan aku."'Sudah lama menginginkanku?''Maksudnya, orang bejat ini bukan karena terbawa nafsu, tapi dari awal sudah punya rencana?''Dia berpura-pura menjadi Emil dan mengirimiku pesan. Berarti dia tahu aku adalah pacarnya Emil.''Emil mengumumkan bahwa aku adalah pacarnya hanya di The Night Bar pada malam itu.'Wina memikirkannya dengan hati-hati. 'Pria bertubuh tinggi dan kekar pada saat itu.''Selain Jihan,
Emil berjalan keluar dari Grup Lionel sambil memegang kontrak dan terlihat bahagia.Dia mengambil mobil di basemen dan berencana langsung pergi ke Hotel Starsky mencari Wina.Di pertengahan jalan, dia tiba-tiba dicegat oleh puluhan mobil offroad.Merasakan ada yang tidak beres, Emil segera keluar dari mobilnya dan melarikan diri.Namun setelah berlari beberapa meter, sebuah mobil mewah edisi terbatas melaju seperti kehilangan kendali ke arahnya.Emil ketakutan dan terus melarikan diri, tetapi mobil itu tetap mencoba menabraknya, seakan ingin membunuhnya.Mobil itu berhenti ketika Emil terpojok dan pintu pengemudi perlahan terbuka.Seorang pria bertopeng perunggu keluar dari mobil itu.Kedua lampu depan mobil menyilaukan mata Emil.Alhasil, dia hanya bisa samar-samar melihat pria yang turun dari mobil itu mengenakan pakaian kasual.Emil merasa pria itu adalah anak muda karena rambut dan pakaian pria itu sangat kekanak-kanakan.Emil melirik pemuda itu, menebak pemuda itu adalah seorang p
Emil tidak pernah menerima perlakuan buruk, apalagi sampai dipotong jari.Kali ini dia sudah gegabah. Dia terlalu buru-buru datang ke Grup Lionel untuk memperbaiki kontrak sehingga dia lupa membawa pengawalnya.Jika ada pengawal, dia setidaknya masih bisa melawan pria di depannya. Akan tetapi, sekarang dia sendirian, hanya bisa menjadi tawanan pria bertopeng.'Apa pun yang ingin dia lakukan, setelah aku melarikan diri, aku pasti akan balas dendam padanya!'Emil masih berpikir dia bisa melarikan. Dia tidak tahu bahwa pria itu ingin dia mati di tempat.Ketika pria itu menaikkan dagu, pengawal yang berada di belakang Emil segera menendang lutut Emil.Emil seketika berlutut dan kedua tangannya jatuh ke aspal. Dia bersujud ke depan pria itu dan terlihat sangat menyedihkan.Perasaan malu membuat Emil sangat marah hingga tidak peduli terhadap apa pun lagi. Dia menengadah, menggertakkan gigi, menatap pria itu dan berteriak."Berengsek, beraninya kamu melakukan ini padaku? Aku pasti akan membun
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je
Jihan mengernyit sebagai isyarat untuk Jefri agar tidak mengatakan apa-apa, lalu mencengkeram pundak Jefri dengan kuat.Selama puluhan tahun bersama, Jihan dan Jefri jadi memiliki ikatan batin yang kuat. Jefri tahu Jihan takut Wina akan ketakutan dengan rupanya saat ini, jadi dia menuruti perintah Jihan.Jefri bangkit berdiri tanpa mengucapkan sepatah kata pun, lalu memapah Jihan yang matanya sudah berdarah itu berjalan keluar."Biar kupanggilkan dokter sekarang, Kak Jihan."Setelah keluar dari vila, Jefri langsung ingin berlari menuruni Gunung Kiron. Ada sebuah rumah kayu tidak jauh dari sana tempat dokter tinggal. Jefri sengaja mengaturnya untuk berjaga-jaga seandainya sesuatu terjadi kepada Jihan."Jefri."Namun, Jihan menghentikan adiknya. Karena sekarang ajalnya benar-benar sudah di depan mata, sikap Jihan menjadi jauh lebih tenang. Nada bicaranya bahkan terdengar seperti lega. "Cip itu menembus pembuluh darah sehingga darah keluar dari semua lubang pada tubuhku dan ini berarti ak