Wina sangat gugup hingga gemetar. 'Kenapa pria ini pura-pura jadi Emil dan datang mendekatiku?''Kenapa dia nggak menunjukkan wajahnya? Kenapa dia mematikan semua lampu begitu masuk? Apa sebenarnya yang ingin dia lakukan?'Saat ini, pikiran Wina sangat kacau dan tidak tahu harus melakukan apa.Rencana awalnya dia hanya perlu menangani Emil, tetapi sekarang pria asing ini mendadak muncul. 'Apa yang harus ku lakukan?'Wina begitu panik di dalam hati, tetapi tetap terus memaksakan diri terlihat tenang.'Nggak peduli lagi siapa dia! Karena dia sudah berada di sini, aku harus cari cara untuk membuatnya kehilangan kesadaran!'Setelah berpikir begitu, Wina mengendurkan kepalan tangannya dan berkata dengan tenang, "Pak Emil, kalau kamu ingin bermain peran, jangan matikan lampunya. Gelap sekali. Aku sampai nggak bisa melihat apa pun dengan jelas."Sembari berbicara, Wina meraba-raba menuju ke meja. Kemudian, mengambil gelas kosong dan menuangkan setengah isi dari gelas anggur berisi obat tidur
Pandangan Wina menjadi gelap gulita.Ketakutan akan kegelapan membuatnya merasa seperti terjatuh ke dalam jurang tak berujung. Dia tidak bisa melarikan diri, tidak peduli seberapa kuat dia meronta.Detik ini, Wina baru menyadari dia berhadapan dengan orang yang lebih menakutkan dan mesum daripada Emil.Rasa takut itu membuat sekujur tubuhnya berkeringat dingin, bahkan kakinya kehilangan tenaga.Dengan mata tertutup dan tangan terikat, Wina benar-benar tidak bisa berkutik.Satu-satunya hal yang bisa dia lakukan sekarang adalah menenangkan diri dan mencoba berkomunikasi dengan pria itu."Tuan."Wina menggertakkan gigi dan bertanya dengan suara gemetar, "Apa yang ingin kamu lakukan?"Tidak ada respons dari pria itu. Sebaliknya, pria itu malah menggendongnya.Wina merasakan tubuhnya terangkat dan kemudian dilempar ke atas ranjang empuk.Wina berpikir pria itu akan menodainya, tetapi ternyata tidak. Pria itu malah duduk di sampingnya.Merasakan ada bagian yang melengkung di samping kasur, W
"Aku mengerti."Setelah Wina menjawab, pria itu langsung memutuskan panggilan.Wina tidak bisa melihat ekspresi pria itu, jadi hanya bisa memohon kepadanya dengan cemas."Tuan, kamu sendiri sudah dengar. Ini menyangkut nyawa orang. Aku nggak peduli apa yang ingin kamu lakukan padaku dengan berpura-pura menjadi Emil, tapi jangan sekarang. Aku harus menemui Emil malam ini dan menyerahkan kontrak kepadanya, kalau nggak dia akan membunuh sahabatku!"Wina terlihat sangat cemas. Sebaliknya, pria itu terlihat tidak tergesa-gesa.Pria itu bertanya dengan tenang, "Kontrak apa?"Karena menyangkut Jihan, Wina tentu saja tidak akan banyak bicara. "Hanya sebuah kontrak proyek," jawabnya.Pria itu memain-mainkan ponsel Wina sambil berkata, "Kalau kamu nggak ingin menjelaskannya, biarkan Emil yang menjelaskannya."Mendengar itu, Wina tidak punya pilihan selain memberi tahu semuanya kepada pria itu. Dari Emil yang ingin menidurinya sampai dia mencari cara untuk melepaskan diri dari masalah ini.Yang t
"Hebat juga kamu."Emil memeluk pinggang Wina, mencium wajahnya dan berkata "Bilang padaku, Sayang, hadiah apa yang kamu inginkan?"Wina menutupi pipi yang dicium itu dan berkata dengan ekspresi datar, "Pak Emil, aku nggak ingin hadiah apa pun. Aku hanya ingin anak buahmu pergi dari rumah pernikahan temanku.""Nggak masalah."Emil segera mengeluarkan ponselnya, menelepon dan meminta anak buahnya mundur.Wina menghela napas lega, berbalik, mengambil gelas anggur berisikan obat dan menyerahkannya kepada Emil."Pak Emil, aku sengaja membawakan anggur. Ayo, kita minum bersama.""Minum anggur?"Emil mengangkat alisnya sedikit. Dia tidak menyangka Wina akan berinisiatif untuk mengundangnya minum bersama.Emil agak terkejut, berpikir bahwa Wina sudah berubah pikiran. Dia pun buru-buru bertanya di samping telinga Wina, "Kenapa? Apa kamu sudah berubah pikiran? Kamu sudah bersedia membiarkanku menyentuhmu?"Wina takut Emil akan curiga, jadi tetap mempertahankan sikapnya sebelumnya dan berkata de
Seperti yang Wina perkirakan, Emil tidak akan melepaskannya meski sudah mendapatkan kontrak itu.'Seharusnya ini terjadi setelah dia meminum obat tidur itu!''Semua ini salah pria di kamar mandi itu!''Kalau saja dia nggak berpura-pura menjadi Emil dan mengacaukan rencanaku, aku nggak akan terlalu gugup hingga tanganku gemetar dan Emil nggak akan tahu.''Apa yang harus kulakukan sekarang? Apa aku harus pasrah ditiduri oleh Emil?'Tepat ketika Wina sedang panik sampai berkeringat deras, terdengar suara getaran ponsel, yang mengganggu tangan Emil yang tengah meraba-raba Wina."Pak Emil, ponselmu. Lebih baik kamu mengangkatnya dulu."Wina mengambil kesempatan ini untuk segera mendorong Emil menjauh dan melepaskan diri.Emil merasa malam ini Wina tidak akan bisa melarikan diri, jadi dia tidak memedulikan Wina.Emil mengeluarkan ponselnya, setelah melihat nomor panggilan itu, dia segera mengangkatnya.Nada bicara Emil seketika berubah menjadi penuh hormat ketika berbicara dengan penelepon i
Wina tidak pernah menyangka dirinya akan dinodai oleh orang asing.Dia bahkan tidak tahu seperti apa rupanya.Dia sangat putus asa.'Kali ini, aku betul-betul nggak suci!''Jihan pasti akan membenciku sampai mati!'Jihan, Jihan, Jihan ....'Wina memanggil nama Jihan berulang kali di dalam hatinya. Di saat bersamaan, air matanya mengalir dari sudut matanya.Menyadari Wina menangis, pria itu tiba-tiba berhenti.Dia meraih dagunya dan bertanya dengan dingin, "Kamu menangis untuk siapa?"Wina mengatupkan bibirnya, tidak menjawab. Air matanya terus keluar dan segera membasahi dasi yang menutupi matanya.Keheningan Wina membuat pria itu tidak senang. Selanjutnya, pria itu tidak lagi mempertimbangkan perasaan Wina dan terus melanjutkan gerakannya.Postur dan intensitas yang digunakan pria itu sungguh berbeda dengan Jihan.Pria itu mencium seluruh tubuh Wina. Setiap gerakannya bahkan lebih gila dari yang dilakukan Jihan.Sementara Wina hanya bisa pasrah dan khawatir Emil akan tiba-tiba kembali
Pisaunya diambil dan tangannya ditahan oleh pria itu.Situasi tidak menguntungkan ini membuat Wina menjadi sangat tidak berdaya.Kemudian, dia jatuh duduk ke lantai, menutupi wajah dengan kedua tangannya dan menangis terisak-isak."Jangan menangis."Pria itu menghiburnya dengan nada dingin.Wina sama sekali tidak mendengarnya. Dia meringkuk di lantai dan terus menangis sekuat tenaga.Pria itu menghela napas, berlutut dan membelai rambut Wina.Setelah Wina menepis tangannya, pria itu berkata dengan pelan, "Aku sudah lama menginginkanmu. Aku tadi sudah nggak bisa menahan diri. Maafkan aku."'Sudah lama menginginkanku?''Maksudnya, orang bejat ini bukan karena terbawa nafsu, tapi dari awal sudah punya rencana?''Dia berpura-pura menjadi Emil dan mengirimiku pesan. Berarti dia tahu aku adalah pacarnya Emil.''Emil mengumumkan bahwa aku adalah pacarnya hanya di The Night Bar pada malam itu.'Wina memikirkannya dengan hati-hati. 'Pria bertubuh tinggi dan kekar pada saat itu.''Selain Jihan,
Emil berjalan keluar dari Grup Lionel sambil memegang kontrak dan terlihat bahagia.Dia mengambil mobil di basemen dan berencana langsung pergi ke Hotel Starsky mencari Wina.Di pertengahan jalan, dia tiba-tiba dicegat oleh puluhan mobil offroad.Merasakan ada yang tidak beres, Emil segera keluar dari mobilnya dan melarikan diri.Namun setelah berlari beberapa meter, sebuah mobil mewah edisi terbatas melaju seperti kehilangan kendali ke arahnya.Emil ketakutan dan terus melarikan diri, tetapi mobil itu tetap mencoba menabraknya, seakan ingin membunuhnya.Mobil itu berhenti ketika Emil terpojok dan pintu pengemudi perlahan terbuka.Seorang pria bertopeng perunggu keluar dari mobil itu.Kedua lampu depan mobil menyilaukan mata Emil.Alhasil, dia hanya bisa samar-samar melihat pria yang turun dari mobil itu mengenakan pakaian kasual.Emil merasa pria itu adalah anak muda karena rambut dan pakaian pria itu sangat kekanak-kanakan.Emil melirik pemuda itu, menebak pemuda itu adalah seorang p
Jihan mengernyit sebagai isyarat untuk Jefri agar tidak mengatakan apa-apa, lalu mencengkeram pundak Jefri dengan kuat.Selama puluhan tahun bersama, Jihan dan Jefri jadi memiliki ikatan batin yang kuat. Jefri tahu Jihan takut Wina akan ketakutan dengan rupanya saat ini, jadi dia menuruti perintah Jihan.Jefri bangkit berdiri tanpa mengucapkan sepatah kata pun, lalu memapah Jihan yang matanya sudah berdarah itu berjalan keluar."Biar kupanggilkan dokter sekarang, Kak Jihan."Setelah keluar dari vila, Jefri langsung ingin berlari menuruni Gunung Kiron. Ada sebuah rumah kayu tidak jauh dari sana tempat dokter tinggal. Jefri sengaja mengaturnya untuk berjaga-jaga seandainya sesuatu terjadi kepada Jihan."Jefri."Namun, Jihan menghentikan adiknya. Karena sekarang ajalnya benar-benar sudah di depan mata, sikap Jihan menjadi jauh lebih tenang. Nada bicaranya bahkan terdengar seperti lega. "Cip itu menembus pembuluh darah sehingga darah keluar dari semua lubang pada tubuhku dan ini berarti ak
"Apa sekarang kamu sudah tahu bedanya garam dan gula?"Jihan menatap Wina yang bertanya seperti itu kepadanya, lalu menggelengkan kepalanya.Alis Delwyn sontak mengernyit. Kenapa ... firasatnya mendadak jadi buruk?Firasat buruknya akhirnya terbukti setelah Delwyn mencicipi steik buatan ayahnya. Sekeras apa pun dia mengunyah, steik itu tetap tidak bisa dikunyah.Delwyn sontak merasa tertipu, terlebih setelah melihat Daris dan Alta menutup mulut masing-masing untuk menahan tawa. Kedua pria itu ternyata jahil sekali.Delwyn menahan rasa mualnya, lalu melirik ke arah Ethel dan Edna yang mengenakan seragam SMA. "Kalian mau cobain nggak?"Ethel dan Edna yang sedang menatap makanan di piring mereka dengan bersemangat pun langsung menggelengkan kepala masing-masing. "Nggak mau. Ayah bilang anjing saja nggak bisa makan masakan Paman Jihan ...."Delwyn sontak terdiam.Ethel dan Edna diam-diam merasa begitu senang karena jarang sekali bisa melihat ekspresi Delwyn setertekan ini. Mereka langsung
Jihan bukanlah orang baik, tetapi dia juga bukan orang yang sangat jahat. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa dia tega melakukan apa pun demi kekuasaan. Tangannya bahkan sudah berlumuran darah banyak orang. Bagi orang-orang seperti ini, umur mereka memang biasanya hanya beberapa puluh tahun.Jihan juga bukannya mengeluh, hanya saja .... Dia pun menoleh memandang ke arah vila, lebih tepatnya ke arah Wina yang berdiri di depan jendela yang terbentang dari langit-langit. Sorot tatapan Jihan tampak berbinar sekaligus tidak rela. "Ayah terpaksa ingkar janji, jadi kamu harus gantikan Ayah untuk menjaga ibumu baik-baik selamanya."Delwyn tahu betapa dalamnya perasaan kedua orang tuanya terhadap satu sama lain, tidak ada yang bisa menggantikan mereka. Mana mungkin Delwyn akan menyanggupi permintaan ayahnya? "Ayah, harusnya Ayah tepati janji Ayah dan bukannya memintaku menggantikan Ayah."Jihan tahu bahwa putranya sebenarnya berhati lembut. Jika Jihan benar-benar pergi, bukan tanggung jawab putr
Pohon mati yang tumbang dan malang-melintang di Gunung Kiron membuat suasana sendu di daratan pegunungan. Jihan ingin terus melangkah, tetapi entah kenapa dia perlahan duduk di sepanjang pohon mati itu.Delwyn yang mengikuti di belakang pun berjalan menghampiri ayahnya sambil membawa payung.Beberapa butir salju menempel di tepi payung. Bulu mata lentik Jihan bergetar sesaat, tetapi dia tidak menoleh ke belakang."Duduklah."Delwyn takut ayahnya basah karena salju yang berjatuhan. Dia pun duduk di sebelahnya, menekuk lutut dan menyandarkan siku di pahanya, ujung payungnya dimiringkan ke sisi ayahnya.Ayahnya kini berbeda dengan dulu. Saat ini ayahnya mengenakan jas hitam, lehernya dibalut syal putih. Meski gayanya masih seperti dulu, ekspresinya terkesan menyiapkan perpisahan."Ayah."Delwyn memanggilnya, tetapi tidak tahu harus berkata apa. Rasanya seperti ada yang harus dikatakan, tetapi entah apa yang harus dikatakan. Intinya, rasanya selalu ada rasa penyesalan yang akan datang ....
Di Gunung Kiron, hujan salju turun dengan lebat di hari pesta ulang tahun Delwyn, mirip seperti hujan deras di mana Wina bangun dari komanya. Wina yang masih setengah sadar hanya berdiri diam, melamun di depan jendela bahkan sampai lupa turun ke lantai bawah.Setelah Jihan ganti baju, dia keluar dari kamar ganti dan melihat Wina yang berdiri diam di depan jendela. Jihan pun ikut berdiri bersama Wina.Jihan menatap punggung Wina, sosok wanita yang sudah mendarah daging dalam jiwanya. Jihan teringat ke masa mereka masih muda, saat Wina yang disinari cahaya berlari menghampirinya, dengan rambut panjang berkibar dan mata cerah. Sosok Wina saat itu membuat gelora membara dalam hati Jihan.Dalam hidup ini, hal yang paling tak terlupakan, hal yang paling menakutkan bagi Jihan jika sampai terlupakan adalah sosok Wina. Kenapa semua orang di dunia ini bisa berumur panjang, hanya dirinya yang akan kehilangan segalanya sebelum menyentuh usia 50 tahun ....Jihan tidak menyalahkan takdir karena tida
Tentu saja Jihan tidak bisa menyembunyikan perkembangan robotnya dari Jefri. Sebelum Jihan datang, Jefri sudah berdiri di depan mesin sambil berusaha memperbaiki fungsinya.Dari balik kaca, Jihan bisa melihat gerakan tangan Jefri yang mengetikkan kode dengan cepat. Lalu, Jihan melihat bagaimana robot yang berada di samping mengikuti kendali Jefri dan berbicara seperti orang sungguhan. Jihan pun tersenyum kecil."Jefri ...."Jefri langsung berhenti bekerja dan menoleh menatap Jihan. Selama beberapa tahun terakhir, Jihan terus bekerja keras siang dan malam demi mengembangkan robot ini walaupun harus melawan rasa sakit.Jefri tidak bisa tinggal diam, jadi dia berinisiatif untuk membantu Jihan. Walaupun dia tidak sehebat Jihan, berkat usahanya yang pantang menyerah, akhirnya robot itu selesai."Kak Jihan, kapan Kak Jihan berencana menunjukkan robot ini kepada Kak Wina?"Jihan mendorong tangan Daris yang memapahnya menjauh, lalu berdiri tegak dan berjalan perlahan menuju robot itu. Dia pun
Delwyn mematikan lampu dan berbaring miring di atas kasur sambil meringkukkan tubuhnya menyerupai bola. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa semenjak kelahirannya, ayahnya sudah menahan rasa sakit dan menemaninya seolah-olah tidak terjadi apa-apa hingga Delwyn akhirnya perlahan tumbuh dewasa ....Delwyn jadi teringat betapa cuek dan tidak acuhnya dia terhadap ayahnya sewaktu masih kecil. Saat mengingat kembali semua hal kurang ajar yang dia lakukan semasa kecil, Delwyn menampar wajahnya sendiri dengan keras ....Setelah itu, Delwyn yang selama ini belum pernah menangis pun menutupi wajahnya dan membenamkan dirinya di tempat tidur sambil menangis hingga sekujur tubuhnya gemetar. Dia terlihat seperti seorang anak kecil yang akan ditelantarkan ....Sebelum ini Delwyn tidak tahu arti kematian, tetapi sekarang kematian itu mendadak begitu dekat di hadapannya. Delwyn akhirnya menyadari betapa dia sebenarnya sangat menyayangi kedua orang tuanya. Setiap malam, Delwyn mengorbankan tidurnya dem
Berlin yang baru berusia 18 tahun itu refleks mengepalkan tangannya mendengar ucapan Delwyn. Akan tetapi, dia tidak tahu harus membalas apa. Dia akhirnya hanya bisa menggertakkan gigi dan menahan helaan napasnya saat Delwyn berjalan melewatinya.Berlin bersumpah tidak akan pernah menyukai Delwyn atau akan dia buat pemuda itu menyesal selamanya. Delwyn yang saat itu tidak tahu apa itu rasa cinta juga tidak ambil pusing dengan rencana balas dendam Berlin ....Delwyn menggendong Gisel ke bawah sambil terus mengeluhkan betapa beratnya tubuh Gisel. Gisel marah sekali sampai-sampai dia menjambak rambut adik sepupunya. Mereka berdua nyaris saja berkelahi sepanjang perjalanan menuju mobil pengantin ....Jihan hanya menggeleng-gelengkan kepalanya menyaksikan tingkah kedua anak itu, lalu menggenggam tangan Wina dan mengikuti rombongan mobil pengantin menuju hotel ....Gisel tidak memiliki ayah, jadi Jihan-lah yang mengambil peran sebagai ayahnya. Dia yang akan menggandeng tangan Gisel berjalan m
Liam yang sedang berdiri di tengah terpaan hawa dingin pun menstabilkan suaranya yang gemetar seraya berkata, "Veraya, menolehlah. Lihat aku ...."Gisel menoleh sambil menahan amarahnya. Dia bisa melihat Liam sedang menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca, tubuhnya hanya mengenakan sehelai kemeja tipis di tengah udara sedingin ini.Gisel tertegun sesaat, lalu segera memalingkan pandangannya dan menjawab dengan nada datar, "Liam, sekarang aku sudah nggak menyukaimu lagi. Berhentilah mengusikku dan pacarku."Setelah itu, Gisel langsung menutup telepon dan berjalan kembali ke asrama sambil berpegangan tangan dengan pacarnya. Akan tetapi, pacarnya itu malah menanyakan hal yang membuat Gisel merasa tertohok, "Kalau kamu merasa sangat terganggu olehnya, kenapa kamu nggak blokir saja nomornya?"Jika Gisel memblokir nomor Liam, pemuda itu tidak akan pernah bisa meneleponnya lagi. Gisel menurunkan pandangannya dan berpikir sejenak, lalu akhirnya memblokir nomor Liam tepat di hadapan pacar pert