Ucapan Ivan membuat Sara merasa lebih lega. "Syukurlah kalau gitu. Tapi, ini 'kan memang punyamu. Aku nggak mau ambil."Setelah berkata seperti itu, Sara langsung bangkit berdiri dan berjalan pergi tanpa menunggu respons Ivan.Ivan menatap Sara yang buru-buru pergi sambil menggeleng-geleng kecil.Ternyata sifat Sara masih sama seperti dulu, lebih baik mati daripada menginginkan milik orang lain.Namun, Ivan tahu dia harus membalas budi baik Sara. Bagaimanapun juga, Sara-lah yang merawatnya sejak kecil.Ivan pun menoleh menatap Fariz, lalu berkata, "Tolong simpan dulu amplopnya, nanti kubalikkan ke Sara pas dia datang lagi."Fariz mengangguk, lalu mengambil amplop itu dan berbalik badan. Dia menyimpan amplop itu ke ruang kerja.Saat Fariz keluar, Ivan memerintahkan lagi, "Oh ya, ada satu hal lagi ....""Apa?" tanya Fariz.Ivan memandang sekeliling vila dan juga Jesse yang sedang membuat sarapan di dapur, lalu berkata kepada Fariz, "Selama tiga tahun ini, Jihan sudah memberiku tempat tin
Daris tahu Jihan mendengarnya dengan jelas, Jihan hanya tidak bisa memercayai pendengarannya.Dia memandang Jihan dengan penuh simpati. "Pak Jihan, tentu saja ini akan terjadi. Pak Jihan sendiri yang mendorong Nona Wina kembali ke Rian."Wajah Jihan yang tampan sempurna itu menjadi agak pucat, matanya yang terkesan dingin tampak agak memerah.Jihan meremas kartu ATM itu dengan sekuat tenaga. Saking marahnya, kartu itu bahkan nyaris hancur di tangan Jihan."Pak Jihan ...."Daris menatap Jihan yang tampak gemetar menahan amarah dengan cemas."Siapkan mobil!"Daris sontak tertegun, lalu menyadari maksud Jihan. Dia mengiakan perintah Jihan, kemudian segera melangkah mundur.Sementara itu, di butik gaun pengantin. Tirai kamar pas dibuka dari kedua ujung. Tampaklah Wina yang mengenakan gaun pengantin berkerlap-kerlip.Wina pikir akan melihat sosok Sara, ternyata orang yang berdiri di luar adalah Jihan ....Dia mengenakan setelan jas berwarna hitam, wajahnya yang tampan terkesan begitu dingin
Ciuman Jihan terasa begitu ganas dan panas seolah-olah semua gairah yang selama ini Jihan tahan akhirnya meledak.Wina mati-matian berusaha melawan, tetapi Jihan malah merobek gaun pengantin itu seperti orang kesetanan.Begitu melihat gaun pengantinnya robek, wajah Wina pun menjadi pucat. Sorot matanya dipenuhi dengan kebencian.Namun, Jihan sama sekali tidak ambil pusing. Dia terus menciumi Wina dengan ganas sambil memeluk pinggang Wina dengan tangannya yang satu lagi agar tubuh Wina menempel erat kepadanya.Wina yang ditindih pun mengayun-ayunkan kakinya untuk menendang Jihan menjauh. Jihan menjepit kedua kaki Wina sehingga Wina akhirnya benar-benar tidak bisa berkutik.Pada akhirnya, Wina membuka bibirnya yang sedari tadi tertutup rapat. Begitu lidah Jihan menyerbu masuk, Wina pun balas menggigit Jihan dengan sekuat tenaga.Alis Jihan mengernyit menahan sakit, tetapi dia tetap tidak melepaskan Wina. Dia justru menatap Wina dengan kesan menantang seolah-olah ingin tahu sebenarnya Win
"Aku sendiri yang mau mengeluarkan enam triliun itu dan menghabiskan semua uang itu untuk Ivan! Kenapa kalian harus mempermalukanku dengan uang?""Aku sudah melepaskan, jadi kenapa kamu masih memancingku? Kamu mau menyiksaku sampai mati, ya?"Setelah berseru seperti itu, Jihan menempelkan dahinya pada dahi Wina dan bertanya dengan suara gemetar, "Wina, apa kamu baru merasa senang kalau aku sudah mati ...."Jantung Wina sontak seperti berhenti selama sepersekian detik. Dia menatap Jihan, lalu balik bertanya, "Terus, kamu mau aku bagaimana? Aku merasa sangat bersalah karena kamu sudah menghabiskan begitu banyak uang untukku. Saking bersalahnya, aku sampai merasa nggak bisa bernapas. Mau nggak mau aku harus mengembalikan uang itu ...."Jihan balas menggelengkan kepalanya dengan lembut. "Aku nggak mau kamu melakukan itu, aku cuma mau kamu, Wina. Aku cuma mau kamu! Tolong kembalilah padaku ...."Suara Jihan yang memikat terdengar begitu memelas, dia menatap Wina dengan begitu saksama. Jihan
Namun, Wina menggelengkan kepalanya. "Nggak, aku nggak mau ...."Wina mendorong Jihan menjauh, lalu meringkuk di sudut sambil memeluk tubuhnya. Sorot mata Wina terlihat sangat tidak berdaya.Jihan berlutut di depan Wina dan menatapnya selama beberapa saat, lalu akhirnya berkata, "Kamu mau nikah, tapi bukan denganku. Setidaknya, biarkan aku mengantarkanmu berjalan di altar. Aku nggak mau melewatkan pernikahanmu ...."Wina tetap menggelengkan kepalanya. "Nggak mau ...."Mata Jihan pun tampak agak berkaca-kaca. "Wina, tolong berikan aku kesempatan terakhir, setidaknya demi 10 tahun aku mencintaimu ...."Air mata yang sedari tadi Wina tahan pun mengalir turun. "Jihan, tolong jangan paksa aku lagi ...."Jihan pun mengusap air mata Wina dengan jarinya yang ramping sambil berkata, "Ternyata kamu sudah benar nggak memilihku. Aku selalu membuatmu menangis."Ujung jari Jihan berulang kali membelai wajah Wina. "Maafkan aku, Wina. Kamu begitu menderita selama lima tahun bersamaku ...."Wina sontak
Wina masih meringkuk dalam diam di sudut kasur. Begitu melihat Jihan berjalan masuk sambil membawa pakaian ganti, sorot tatapan Wina tampak agak waspada.Jihan balas melirik Wina. Dia tidak berani berdiri di hadapan Wina, jadi Jihan meletakkan pakaian baru itu di sofa yang terletak di samping.Setelah Jihan berbalik badan dan berjalan pergi, Wina pun menatap pakaian itu.Wina menyibakkan selimutnya, lalu mengambil pakaian itu dan memakainya. Kemudian, Wina pergi ke kamar mandi yang ada di dalam kamar tidur dan membasuh wajahnya.Setelah membasuh air matanya dan menata rambutnya yang berantakan, Wina berjalan keluar dari kamar.Wina menatap Jihan yang sedang berdiri di depan sebuah jendela besar. Sisa sinar matahari terbenam yang menyinari tubuh Jihan membuat pria itu tampak samar-samar bercahaya.Begitu mendengar ada suara yang mendekat ke arahnya, Jihan pun berbalik badan. Dia menatap Wina yang sudah mengenakan gaun barunya dengan saksama."Ternyata kamu lebih cocok pakai warna putih.
Dokter Ariel adalah seorang ahli bedah yang sangat hebat di rumah sakit tempat Lilia bekerja. Dokter wanita satu ini sangat baik hati, elegan dan lembut.Akan tetapi, Daris malah sibuk makan tanpa memandang Ariel. Pria itu benar-benar tidak romantis."Nggak masalah, aku juga biasanya sibuk kok," jawab Ariel dengan penuh pengertian.Lilia balas mengangguk sambil tersenyum, dia mendadak tidak tahu harus bagaimana membela kakak sepupunya.Ariel balas melirik Lilia. Dia sangat peka, jadi dia mengambil pisau dan garpunya, lalu mengiris steaknya dan memakannya."Aku tadi nggak berani makan karena kakak sepupumu ada di sini. Untunglah dia sudah pergi, kalau nggak bisa-bisa aku mati kelaparan ...."Sikap Ariel yang makan dengan lahap pun membuat Lilia menjadi lebih rileks.Saat mereka sedang makan dan mengobrol, tiba-tiba tampaklah Yuno yang berjalan masuk bersama seorang wanita.Begitu melihat Lilia, Yuno pun refleks ingin melepaskan gandengannya. Sayangnya, Lilia secara kebetulan melihatnya.
Yuno menekan hawa nafsunya yang sudah bergelora, lalu buru-buru melajukan mobil ke pinggir kota.Setelah itu, Yuno pun menggendong Lilia ke kursi belakang dan mencium bibir Lilia dengan ganas.Setelah meluapkan gairahnya yang tertahan selama beberapa hari ini, akhirnya Yuno merasa puas.Lilia bersandar di pelukan Yuno dan menatap pria yang sedang keenakan itu, lalu bertanya dengan ragu, "Kapan ... kamu akan menikahiku?"Jari Yuno yang sedang mengelus pipi Lilia pun berhenti bergerak, sorot matanya tidak lagi terlihat terbuai. Yuno menjawab dengan nada dingin, "Keluargaku nggak akan mungkin merestui pernikahan kita."Lilia pun memeluk leher Yuno, lalu menatap pria itu dengan sorot matanya yang memesona sambil bertanya, "Kalau kamu sendiri?"Tenggorokan Yuno sontak terasa tercekat. Sorot matanya terlihat luluh, tetapi dia enggan mengakuinya. "Aku nggak mau menikah."Lilia pun merasa kecewa, dia melepaskan pelukannya pada leher Yuno. "Aku harus nikah, usiaku sudah matang ...."Begitu mend