Wina masih meringkuk dalam diam di sudut kasur. Begitu melihat Jihan berjalan masuk sambil membawa pakaian ganti, sorot tatapan Wina tampak agak waspada.Jihan balas melirik Wina. Dia tidak berani berdiri di hadapan Wina, jadi Jihan meletakkan pakaian baru itu di sofa yang terletak di samping.Setelah Jihan berbalik badan dan berjalan pergi, Wina pun menatap pakaian itu.Wina menyibakkan selimutnya, lalu mengambil pakaian itu dan memakainya. Kemudian, Wina pergi ke kamar mandi yang ada di dalam kamar tidur dan membasuh wajahnya.Setelah membasuh air matanya dan menata rambutnya yang berantakan, Wina berjalan keluar dari kamar.Wina menatap Jihan yang sedang berdiri di depan sebuah jendela besar. Sisa sinar matahari terbenam yang menyinari tubuh Jihan membuat pria itu tampak samar-samar bercahaya.Begitu mendengar ada suara yang mendekat ke arahnya, Jihan pun berbalik badan. Dia menatap Wina yang sudah mengenakan gaun barunya dengan saksama."Ternyata kamu lebih cocok pakai warna putih.
Dokter Ariel adalah seorang ahli bedah yang sangat hebat di rumah sakit tempat Lilia bekerja. Dokter wanita satu ini sangat baik hati, elegan dan lembut.Akan tetapi, Daris malah sibuk makan tanpa memandang Ariel. Pria itu benar-benar tidak romantis."Nggak masalah, aku juga biasanya sibuk kok," jawab Ariel dengan penuh pengertian.Lilia balas mengangguk sambil tersenyum, dia mendadak tidak tahu harus bagaimana membela kakak sepupunya.Ariel balas melirik Lilia. Dia sangat peka, jadi dia mengambil pisau dan garpunya, lalu mengiris steaknya dan memakannya."Aku tadi nggak berani makan karena kakak sepupumu ada di sini. Untunglah dia sudah pergi, kalau nggak bisa-bisa aku mati kelaparan ...."Sikap Ariel yang makan dengan lahap pun membuat Lilia menjadi lebih rileks.Saat mereka sedang makan dan mengobrol, tiba-tiba tampaklah Yuno yang berjalan masuk bersama seorang wanita.Begitu melihat Lilia, Yuno pun refleks ingin melepaskan gandengannya. Sayangnya, Lilia secara kebetulan melihatnya.
Yuno menekan hawa nafsunya yang sudah bergelora, lalu buru-buru melajukan mobil ke pinggir kota.Setelah itu, Yuno pun menggendong Lilia ke kursi belakang dan mencium bibir Lilia dengan ganas.Setelah meluapkan gairahnya yang tertahan selama beberapa hari ini, akhirnya Yuno merasa puas.Lilia bersandar di pelukan Yuno dan menatap pria yang sedang keenakan itu, lalu bertanya dengan ragu, "Kapan ... kamu akan menikahiku?"Jari Yuno yang sedang mengelus pipi Lilia pun berhenti bergerak, sorot matanya tidak lagi terlihat terbuai. Yuno menjawab dengan nada dingin, "Keluargaku nggak akan mungkin merestui pernikahan kita."Lilia pun memeluk leher Yuno, lalu menatap pria itu dengan sorot matanya yang memesona sambil bertanya, "Kalau kamu sendiri?"Tenggorokan Yuno sontak terasa tercekat. Sorot matanya terlihat luluh, tetapi dia enggan mengakuinya. "Aku nggak mau menikah."Lilia pun merasa kecewa, dia melepaskan pelukannya pada leher Yuno. "Aku harus nikah, usiaku sudah matang ...."Begitu mend
Gerimis hujan membasahi Kota Ostia. Tampak sekelompok orang bertopeng sedang mengepung sebuah mobil mewah.Pria di dalam sana sudah berusia sekitar 50 tahun, dalam dekapannya adalah selingkuhannya yang masih cantik dan masih berusia 20-an.Mereka berdua sedang meringkuk di kursi belakang dengan kondisi tidak berbusana, mereka gemetar ketakutan menatap sekelompok orang yang tiba-tiba muncul di hadapan mereka.Yang membuat Theo makin ketakutan adalah karena sekelompok pria itu mengajak istri sahnya untuk memergoki perselingkuhannya ...."Theo! Dasar bajingan yang nggak tahu malu!"Wanita itu berteriak dengan marah, lalu bergegas maju hendak membunuh suaminya yang berkhianat.Zeno mengangkat dagunya ke arah pria bertopeng di sebelahnya, mulut wanita itu pun segera dibekap dan diseret pergi.Theo menatap Zeno dari dalam mobil dengan penuh rasa berterima kasih. Tiba-tiba, Zeno membuka pintu mobil dan menyeret Theo turun.Theo langsung jatuh terguling ke atas aspal. Sebelum bisa bangkit berd
Theo tidak lagi memandang pemuda itu dengan kesan merendahkan, sekarang sorot matanya terlihat takut. "Siapa kamu?"Jihan balas menatap Theo dengan datar. Dia menjawab dengan nada dingin dan tidak sabaran, "Kuberi kamu waktu satu menit saja."Jihan menunjuk kontrak dengan pisau yang dia bawa, mengisyaratkan bahwa Theo harus menandatangani kontrak itu dalam satu menit. Jika tidak, nasib Theo akan bergantung pada suasana hati Jihan.Saat ujung pisau itu menyayat lembar kontrak yang tipis dan tampak berkilauan di bawah sinar matahari, Theo pun gemetar ketakutan.Dia menatap Jihan dengan takut dan tubuh yang gemetar, lalu menatap kontrak yang Jihan sodorkan dengan ekspresi ragu. "Grup Gerad adalah bisnis Keluarga Gerad yang sudah berusia 100 tahun. Kalau aku menandatangani kontrak itu, sama saja aku mengkhianati keluargaku ...."Jihan yang sudah tidak sabar lagi pun langsung menusuk bahu Theo, dia tidak mau mendengarkan alasan Theo.Setelah menusuk bahu Theo, Jihan juga langsung mencabut p
Wina duduk di depan meja rias dan melamun menatap pantulan dirinya di cermin.Sara membuka pintu dan masuk. Begitu melihat Wina sedang melamun, Sara pun berjalan mendekat dan menepuk bahu Wina."Wina, Ivan menyuruh orang untuk mengantarkan sesuatu. Coba kamu turun ke bawah dan lihat ....""Oh, ya ...."Wina mengiakan dengan patuh, lalu bangkit berdiri dan berjalan turun mengikuti Sara.Tampak beberapa mobil yang diparkir di luar vila. Fariz berjalan masuk sambil membawa gaun pengantin."Nona Wina, Tuan Ivan bilang gaun pengantin yang dijual di butik nggak begitu bagus, jadi dia sengaja mencari orang untuk membuatkan gaun pengantin bagimu. Selain itu, ada sepatu pengantin, baju baru, perhiasan, hadiah dan lain sebagainya ...."Setelah berkata seperti itu, Fariz pun melambaikan tangannya. Seseorang segera memindahkan semua barang itu dari mobil ke dalam vila.Fariz menyerahkan gaun pengantin itu kepada Wina sambil berkata, "Nona Wina, karena Tuan Ivan nggak bisa ke mana-mana dengan lelua
"Nona Wina, Tuan Muda Jihan berpesan kamu harus menerima gaun pengantin ini. Tugasku baru dianggap selesai kalau Nona sudah menerimanya."Paman Rudi melambaikan tangannya dan meminta pelayan meletakkan gaun pengantin di atas sofa. Lalu dia berkata pada Wina, "Dia juga berharap Nona Wina akan mengenakan gaun pengantin ini di hari pernikahan."Wina menghela napas dalam hati dan wajahnya menjadi suram. "Paman Rudi, bawa pulang saja. Suamiku sudah memberiku gaun pengantin baru. Aku nggak perlu gaun pengantin lain yang sudah pasti nggak akan aku pakai di pernikahan nanti."Perkataan Wina ini begitu singkat dan tajam. Paman Rudi tertegun sejenak, lalu berujar dengan kesal, "Nona Wina, selama tiga tahun ini Tuan Muda Jihan selalu minum obat tidur demi bisa bertemu denganmu dalam mimpi. Kamu nggak boleh memperlakukannya dengan nggak adil begini."Wina tercekat, wajahnya yang suram menjadi sedikit pucat.Kenapa ... kenapa harus memberitahunya di saat ini seperti ini....Sara yang sedari tadi ha
Tidak terasa, hari pernikahan pun tiba. Tim perias yang Ivan sewa baru datang sekitar pukul 9 pagi. Sepertinya mereka sengaja datang terlambat supaya pengantin wanita bisa tidur lebih lama.Sara mengantarkan mereka semua ke lantai atas, ke kamar Wina. Begitu para penata rias dan busana melihat sosok Wina, mereka semua terkejut bukan main.Awalnya mereka pikir waktu satu jam tidak mungkin cukup untuk merias wajah pengantin. Namun ternyata calon pengantin wanita yang mereka tangani hari ini memiliki wajah yang sempurna sehingga hanya perlu dipoles sedikit saja.Tim perias langsung bergerak dan dalam waktu kurang dari 30 menit, mereka sudah selesai merias wajah dan menata rambut Wina.Saat giliran penata busana bergerak, matanya langsung tertuju pada gaun pengantin yang tergeletak di sofa.Dengan tangan gemetar, dia menyentuh gaun pengantin yang bertakhtakan berlian dan berkata dengan takjub, "Ini adalah karya spesial dari seorang desainer gaun pengantin terkenal. Setelah mendesain gaun p