Theo tidak lagi memandang pemuda itu dengan kesan merendahkan, sekarang sorot matanya terlihat takut. "Siapa kamu?"Jihan balas menatap Theo dengan datar. Dia menjawab dengan nada dingin dan tidak sabaran, "Kuberi kamu waktu satu menit saja."Jihan menunjuk kontrak dengan pisau yang dia bawa, mengisyaratkan bahwa Theo harus menandatangani kontrak itu dalam satu menit. Jika tidak, nasib Theo akan bergantung pada suasana hati Jihan.Saat ujung pisau itu menyayat lembar kontrak yang tipis dan tampak berkilauan di bawah sinar matahari, Theo pun gemetar ketakutan.Dia menatap Jihan dengan takut dan tubuh yang gemetar, lalu menatap kontrak yang Jihan sodorkan dengan ekspresi ragu. "Grup Gerad adalah bisnis Keluarga Gerad yang sudah berusia 100 tahun. Kalau aku menandatangani kontrak itu, sama saja aku mengkhianati keluargaku ...."Jihan yang sudah tidak sabar lagi pun langsung menusuk bahu Theo, dia tidak mau mendengarkan alasan Theo.Setelah menusuk bahu Theo, Jihan juga langsung mencabut p
Wina duduk di depan meja rias dan melamun menatap pantulan dirinya di cermin.Sara membuka pintu dan masuk. Begitu melihat Wina sedang melamun, Sara pun berjalan mendekat dan menepuk bahu Wina."Wina, Ivan menyuruh orang untuk mengantarkan sesuatu. Coba kamu turun ke bawah dan lihat ....""Oh, ya ...."Wina mengiakan dengan patuh, lalu bangkit berdiri dan berjalan turun mengikuti Sara.Tampak beberapa mobil yang diparkir di luar vila. Fariz berjalan masuk sambil membawa gaun pengantin."Nona Wina, Tuan Ivan bilang gaun pengantin yang dijual di butik nggak begitu bagus, jadi dia sengaja mencari orang untuk membuatkan gaun pengantin bagimu. Selain itu, ada sepatu pengantin, baju baru, perhiasan, hadiah dan lain sebagainya ...."Setelah berkata seperti itu, Fariz pun melambaikan tangannya. Seseorang segera memindahkan semua barang itu dari mobil ke dalam vila.Fariz menyerahkan gaun pengantin itu kepada Wina sambil berkata, "Nona Wina, karena Tuan Ivan nggak bisa ke mana-mana dengan lelua
"Nona Wina, Tuan Muda Jihan berpesan kamu harus menerima gaun pengantin ini. Tugasku baru dianggap selesai kalau Nona sudah menerimanya."Paman Rudi melambaikan tangannya dan meminta pelayan meletakkan gaun pengantin di atas sofa. Lalu dia berkata pada Wina, "Dia juga berharap Nona Wina akan mengenakan gaun pengantin ini di hari pernikahan."Wina menghela napas dalam hati dan wajahnya menjadi suram. "Paman Rudi, bawa pulang saja. Suamiku sudah memberiku gaun pengantin baru. Aku nggak perlu gaun pengantin lain yang sudah pasti nggak akan aku pakai di pernikahan nanti."Perkataan Wina ini begitu singkat dan tajam. Paman Rudi tertegun sejenak, lalu berujar dengan kesal, "Nona Wina, selama tiga tahun ini Tuan Muda Jihan selalu minum obat tidur demi bisa bertemu denganmu dalam mimpi. Kamu nggak boleh memperlakukannya dengan nggak adil begini."Wina tercekat, wajahnya yang suram menjadi sedikit pucat.Kenapa ... kenapa harus memberitahunya di saat ini seperti ini....Sara yang sedari tadi ha
Tidak terasa, hari pernikahan pun tiba. Tim perias yang Ivan sewa baru datang sekitar pukul 9 pagi. Sepertinya mereka sengaja datang terlambat supaya pengantin wanita bisa tidur lebih lama.Sara mengantarkan mereka semua ke lantai atas, ke kamar Wina. Begitu para penata rias dan busana melihat sosok Wina, mereka semua terkejut bukan main.Awalnya mereka pikir waktu satu jam tidak mungkin cukup untuk merias wajah pengantin. Namun ternyata calon pengantin wanita yang mereka tangani hari ini memiliki wajah yang sempurna sehingga hanya perlu dipoles sedikit saja.Tim perias langsung bergerak dan dalam waktu kurang dari 30 menit, mereka sudah selesai merias wajah dan menata rambut Wina.Saat giliran penata busana bergerak, matanya langsung tertuju pada gaun pengantin yang tergeletak di sofa.Dengan tangan gemetar, dia menyentuh gaun pengantin yang bertakhtakan berlian dan berkata dengan takjub, "Ini adalah karya spesial dari seorang desainer gaun pengantin terkenal. Setelah mendesain gaun p
Waktu Jihan membuka pintu, dia mendapati Wina yang sedang menunggu dijemput mempelai pria sedang duduk tenang di atas kasur. Wanita itu tidak memakai gaun yang dia berikan.Wina memilih untuk memakai gaun yang suaminya siapkan. Sebuah gaun sutra dengan bagian punggung terbuka. Desain ini membuat Wina terlihat semakin cantik dan bersinar.Jihan meremas buket bunga di tangannya dan menekan semua rasa sakit di hatinya. Setelah itu dia berjalan selangkah demi selangkah menghampiri Wina.Sedari tadi Wina hanya menunduk, dia baru mengangkat kepalanya saat mendengar suara langkah kaki. Dia kira itu Fariz, tapi betapa terkejut dirinya saat melihat tatapan nanar Jihan.Jantungnya berdebar, wajahnya tiba-tiba menjadi pucat.Bukannya dia sudah meminta Rudi untuk melarang Jihan datang? Kenapa dia tetap datang?Bagaimana dia, Ivan dan Jihan harus bersikap?Jihan tidak peduli, dia berjalan perlahan ke hadapan Wina, berlutut dan menyerahkan buket bunga itu pada Wina."Nona Wina, maaf. Aku sudah mencu
Wina masih melawan, tetapi Jihan semakin mendekapnya dengan erat dan membuat Wina sulit bergerak.Terlepas dari izin WIna, Jihan bersikeras menggendongnya dan berjalan ke bawah selangkah demi selangkah ....Sara ikut merasa pilu saat melihat hal ini.Bayangkan, seberapa besar keberanian yang diperlukan seseorang untuk mengantarkan kekasih yang begitu dicintai menikah dengan orang lain?Jihan memang mencintai Wina, tetapi semua sudah terlambat ....Jihan membopong Wina keluar dari vila, mendudukkannya di kursi belakang lalu membungkuk dan merapikan gaun panjang Wina.Setelah itu, dia melirik ke kursi di samping sopir dan kursi di samping Wina. Akhirnya, Jihan memilih untuk duduk di sebelah Wina.Orang yang mengemudikan mobil itu adalah Daris. Saat melihat CEO-nya masih tidak rela melepaskan Nona Wina, dia yang pengertian pun langsung menaikkan kaca pembatas mobil.Daris menyalakan mesin mobil dan pergi ke tempat acara pernikahan. Wina berangkat diiringi konvoi ratusan mobil mewah.Saat
Pernikahan itu diadakan di taman kecil di seberang panti asuhan, dengan pemandangan terbuka dan lautan bunga tak berujung.Di sinilah tempat Ivan menjemput Wina. Di sinilah mereka bertemu dan jatuh cinta. Di sinilah takdir mereka dimulai.Ivan mengutus pengawal untuk berjaga di dekat taman dan tidak membiarkan siapa pun mendekat, dia juga mempekerjakan orang untuk menata taman dengan hati-hati.Karpet merah terbentang dari luar taman hingga teras tempat pernikahan berlangsung. Kelopak mawar berwarna merah cerah bertaburan melapisi karpet merah itu.Ivan memegang 999 tangkai mawar dan sebuah cincin berlian. Dia duduk di kursi roda dan menunggu gadis yang dia cintai semasa muda mendatanginya.Setelah berlari kecil dan sampai di pintu masuk taman, barulah Wina tidak lagi menjinjing gaunnya. Dia menarik napas dalam-dalam dan mengatur emosinya yang kacau.Hujan rintik-rintik turun dari langit, jatuh dan menetes ke wajahnya. Buliran air itu terasa sangat dingin, sedingin suhu tubuhnya saat i
Di taman kecil tempat pernikahan berlangsung. Saat ini pembawa acara berada di atas panggung, menyampaikan pidato pembukaan yang meriah.Di bawah panggung hanya ada beberapa orang yang hadir sebagai tamu undangan, meski hanya sedikit saja yang hadir, untungnya tidak menghalangi berlangsungnya acara.Ivan, sang mempelai pria saat ini mengenakan jas berwarna putih dan duduk di kursi roda. Dia menatap seorang gadis yang mengenakan gaun sutra putih yang berdiri di ujung karpet merah.Inilah mimpinya waktu masih muda dulu. Ini juga yang dulu dijanjikan Ivan padanya, yaitu untuk ... menikahinya.Kalau bukan karena amnesia selama lima tahun, saat ini Wina sudah menjadi istrinya ....Meski setelah melewati jalan yang berliku-liku akhirnya Ivan bisa menikahinya, entah mengapa Ivan selalu merasa semua ini tidak nyata dan seperti sebuah mimpi.Ivan menatap Wina namun tidak bisa melihat jelas ekspresi wanita itu, dia juga tidak bisa merasakan perasaan Wina saat ini. Sosok Wina di matanya terlihat