Wina takut Sara akan khawatir, jadi segera mencari alasan, "Aku 'kan diet demi ke pernikahanmu."Sara mengernyit dan mengomel, "Kamu sudah seperti batang bambu tahu, jadi nggak perlu diet lagi. Dengarin aku, mulai sekarang porsi makanmu setiap hari harus bertambah tiga kali!"Mendengar itu, Denis terkekeh-kekeh dan berkata, "Dengan porsi sebanyak itu apa dia nggak akan langsung jadi sangat gemuk?""Wina tetap akan cantik nggak peduli seberapa gemuknya dia," ujar Sara dengan senang.Denis mengangguk dan berkata, "Ya, deh, apa yang kamu bilang selalu benar. Sekarang sudah bisa ikut aku untuk mencoba riasan?"Setelah disela Denis, Sara tidak lagi ingat mengomel Wina. Dia ditarik Denis menuju ruang rias.Setelah mencoba beberapa riasan di butik itu, mereka pergi ke hotel untuk mengetahui prosedur acara pernikahan.Setelah semuanya selesai, Denis mengajak Sara dan Wina ke restoran untuk makan. Setelah itu, mengantar mereka berdua pulang.Sesampai di rumah, Sara beristirahat sebentar, lalu m
Sara hendak menghentikan Wina ketika melihat Wina menutup kardus itu dengan cepat, tetapi Wina mendorongnya menjauh."Wina, kenapa kamu begitu keras kepala?" ujar Sara sambil menghela napas.Setelah menutup kardus itu dengan lakban, Wina berbalik dan memeluk lengan Sara sambil bertingkah manja."Kamu sudah menjagaku sejak kecil, tapi aku belum pernah melakukan apa pun untukmu. Anggap saja itu sebagai adik yang berbakti kepada kakaknya."Sara sebenarnya masih tidak setuju untuk menerima uang itu. Dia tahu kehidupan Wina sangat sulit, tetapi Wina bersikeras memberikannya. Alhasil, Sara tidak punya pilihan selain menerima kartu bank itu terlebih dahulu.Sara berpikir untuk mengembalikan kartu itu ke kamar Wina pada hari pernikahannya. Apa pun yang terjadi, dia tidak bisa mengambil uang hasil kerja keras Wina.Setelah selesai mengemas barang, mereka berbaring bersama di atas kasur. Seperti ketika mereka masih remaja, berbaring memakai masker wajah sambil memikirkan masa depan.Saat topik p
Ada belasan pengawal berpakaian hitam mendorong pintu hingga terbuka lebar.Emil, yang memasukkan tangannya ke dalam saku celana, berjalan masuk dengan angkuhKetika menyaksikan lagak sekelompok orang itu, para tamu yang hadir begitu ketakutan hingga tidak berani berbicara.Sara dan Denis bingung dan tertegun di tempatnya.Saat melihat Emil, raut wajah Wina langsung memucat.Wina pikir Emil tidak akan datang, tetapi tidak disangka Emil langsung menerobos ke tempat pernikahan.Karena takut Emil akan merusak acara pernikahan ini, Wina bangkit dari kursinya dan bergegas menghampiri Emil."Pak Emil."Wina buru-buru menghentikan Emil yang sedang berjalan menuju panggung dengan berkata, "Kontraknya sudah ditandatangani, aku akan menyerahkannya padamu malam ini."Emil memandang Wina dari atas sampai bawah. Melihat Wina mengenakan gaun pengiring pengantin yang seksi berwarna sampanye, sorot matanya langsung dipenuhi dengan hawa nafsu.Emil mengulurkan satu tangannya ke pinggang Wina, lalu mena
Begtiu orang-orang itu pergi, para tamu mulai membicarakan Wina. Mereka bertanya-tanya kenapa Wina bisa memprovokasi orang seperti itu.Wina tidak memedulikan hal itu, dia menoleh ke Sara dan Denis yang berjalan menghampirinya."Wina, mereka itu siapa?" tanya Sara.Sara menatap Wina dengan khawatir. Firasatnya mengatakan bahwa orang-orang itu bukanlah orang baik-baik.Wina tersenyum sambil menepuk-nepuk tangan Sara dan menjawab, "CEO Grup Rinos. Dia datang mencariku untuk meminta dokumen kontrak penting."Saat mengatakan ini, Wina dengan sengaja meninggikan suaranya.Ada mik kecil yang tersemat di gaun pengantin Sara. Karena jarak Wina sangat dekat, suaranya tertangkap oleh mik itu dan tersebar melalui pengeras suara.Setelah mendengar penjelasan Wina, para tamu mulai membicarakannya lagi. Mereka mengatakan teman Sara begitu hebat sampai bisa mengenal CEO Grup Rinos.Kampung halaman Denis berada di pinggiran Kota Aster. Oleh karena itu, kerabat Denis tidak kenal dengan orang penting, h
Wina menulis dua halaman penuh. Dia mencurahkan semua isi hatinya dengan kata-kata.Selesai menulis, Wina memasukkan kartu bank itu bersama surat perpisahannya ke dalam amplop. Di depan amplop dia menambahkan "Untuk Sara".Wina bermenung sejenak, lalu mengeluarkan selembar kertas lagi dan mengambil pena. Dia ingin menulis sesuatu kepada Jihan, tetapi tidak tahu apa yang harus dikatakan kepada Jihan.Pada akhirnya, Wina hanya menulis nama pria itu, meletakkan penanya, melipat suratnya dan memasukkannya ke dalam laci.Wina berpikir bahwa setelah dia tidak ada, Sara pasti akan datang untuk membereskan barang-barangnya, jadi Sara akan menemukan surat yang ditinggalkannya.Setelah semua selesai, Wina meminum segenggam obat. Malam ini, dia punya tugas berat, jadi harus menjaga tubuhnya tetap stabil. Jika tidak, semua rencananya akan gagal.Wina kemudian membuka laci meja yang terkunci dan mengeluarkan botol kecil berisikan obat tidur yang dia kumpulkan selama lebih kurang sepuluh hari.Setel
Wina sangat gugup hingga gemetar. 'Kenapa pria ini pura-pura jadi Emil dan datang mendekatiku?''Kenapa dia nggak menunjukkan wajahnya? Kenapa dia mematikan semua lampu begitu masuk? Apa sebenarnya yang ingin dia lakukan?'Saat ini, pikiran Wina sangat kacau dan tidak tahu harus melakukan apa.Rencana awalnya dia hanya perlu menangani Emil, tetapi sekarang pria asing ini mendadak muncul. 'Apa yang harus ku lakukan?'Wina begitu panik di dalam hati, tetapi tetap terus memaksakan diri terlihat tenang.'Nggak peduli lagi siapa dia! Karena dia sudah berada di sini, aku harus cari cara untuk membuatnya kehilangan kesadaran!'Setelah berpikir begitu, Wina mengendurkan kepalan tangannya dan berkata dengan tenang, "Pak Emil, kalau kamu ingin bermain peran, jangan matikan lampunya. Gelap sekali. Aku sampai nggak bisa melihat apa pun dengan jelas."Sembari berbicara, Wina meraba-raba menuju ke meja. Kemudian, mengambil gelas kosong dan menuangkan setengah isi dari gelas anggur berisi obat tidur
Pandangan Wina menjadi gelap gulita.Ketakutan akan kegelapan membuatnya merasa seperti terjatuh ke dalam jurang tak berujung. Dia tidak bisa melarikan diri, tidak peduli seberapa kuat dia meronta.Detik ini, Wina baru menyadari dia berhadapan dengan orang yang lebih menakutkan dan mesum daripada Emil.Rasa takut itu membuat sekujur tubuhnya berkeringat dingin, bahkan kakinya kehilangan tenaga.Dengan mata tertutup dan tangan terikat, Wina benar-benar tidak bisa berkutik.Satu-satunya hal yang bisa dia lakukan sekarang adalah menenangkan diri dan mencoba berkomunikasi dengan pria itu."Tuan."Wina menggertakkan gigi dan bertanya dengan suara gemetar, "Apa yang ingin kamu lakukan?"Tidak ada respons dari pria itu. Sebaliknya, pria itu malah menggendongnya.Wina merasakan tubuhnya terangkat dan kemudian dilempar ke atas ranjang empuk.Wina berpikir pria itu akan menodainya, tetapi ternyata tidak. Pria itu malah duduk di sampingnya.Merasakan ada bagian yang melengkung di samping kasur, W
"Aku mengerti."Setelah Wina menjawab, pria itu langsung memutuskan panggilan.Wina tidak bisa melihat ekspresi pria itu, jadi hanya bisa memohon kepadanya dengan cemas."Tuan, kamu sendiri sudah dengar. Ini menyangkut nyawa orang. Aku nggak peduli apa yang ingin kamu lakukan padaku dengan berpura-pura menjadi Emil, tapi jangan sekarang. Aku harus menemui Emil malam ini dan menyerahkan kontrak kepadanya, kalau nggak dia akan membunuh sahabatku!"Wina terlihat sangat cemas. Sebaliknya, pria itu terlihat tidak tergesa-gesa.Pria itu bertanya dengan tenang, "Kontrak apa?"Karena menyangkut Jihan, Wina tentu saja tidak akan banyak bicara. "Hanya sebuah kontrak proyek," jawabnya.Pria itu memain-mainkan ponsel Wina sambil berkata, "Kalau kamu nggak ingin menjelaskannya, biarkan Emil yang menjelaskannya."Mendengar itu, Wina tidak punya pilihan selain memberi tahu semuanya kepada pria itu. Dari Emil yang ingin menidurinya sampai dia mencari cara untuk melepaskan diri dari masalah ini.Yang t
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je
Jihan mengernyit sebagai isyarat untuk Jefri agar tidak mengatakan apa-apa, lalu mencengkeram pundak Jefri dengan kuat.Selama puluhan tahun bersama, Jihan dan Jefri jadi memiliki ikatan batin yang kuat. Jefri tahu Jihan takut Wina akan ketakutan dengan rupanya saat ini, jadi dia menuruti perintah Jihan.Jefri bangkit berdiri tanpa mengucapkan sepatah kata pun, lalu memapah Jihan yang matanya sudah berdarah itu berjalan keluar."Biar kupanggilkan dokter sekarang, Kak Jihan."Setelah keluar dari vila, Jefri langsung ingin berlari menuruni Gunung Kiron. Ada sebuah rumah kayu tidak jauh dari sana tempat dokter tinggal. Jefri sengaja mengaturnya untuk berjaga-jaga seandainya sesuatu terjadi kepada Jihan."Jefri."Namun, Jihan menghentikan adiknya. Karena sekarang ajalnya benar-benar sudah di depan mata, sikap Jihan menjadi jauh lebih tenang. Nada bicaranya bahkan terdengar seperti lega. "Cip itu menembus pembuluh darah sehingga darah keluar dari semua lubang pada tubuhku dan ini berarti ak