Wina merasa lega setelah melihat Sara berpikir dengan jernih dan tidak tertipu dengan kata-kata manis Denis.Wina takut setelah dirinya meninggal dunia dan Sara dikhianati oleh Denis, di saat seperti ini, apa yang harus Sara lakukan?Memikirkan hal itu, ekspresi Wina menjadi muram. Kesedihan yang mendalam memenuhi hatinya dan membuatnya menjadi gelisah.Sara yang melihat Wina masih mengkhawatirkan dirinya segera berkata, "Jangan khawatir lagi, aku nggak bucin, aku nggak membiarkan pria membodohiku!"Setelah mengatakan itu, Sara berkata dengan sangat mantap, "Aku nggak akan terpuruk dalam patah hati."Sambil membuka pintu mobil, Sara melambaikan tangannya kepada Wina dan berkata, "Aku pergi menghasilkan banyak uang dulu!"Wina merasa terhibur oleh Sara dan melambai padanya, "Hati-hati di jalan."Sara mengangguk, memakai kacamata hitamnya, masuk ke dalam mobil, memundurkan mobil dan pergi dari rumah sakit.Setelah melihat Sara pergi, Wina kembali ke dalam rumah sakit. Begitu keluar dari
Kata-kata Mira itu terdengar seperti hinaan bagi Wina, tetapi menakutkan bagi Lilia.Lilia segera berdiri di depan Wina dan meminta maaf atas namanya, "Nona Mira, pasien ini nggak tahu identitas Anda, makanya dia berani berkata seperti itu kepada Anda. Saya benar-benar minta maaf. Anda sangat mulia dan bermurah hati, mohon lepaskan dia."Lilia yang memohon dengan merendah seperti itu membuat Wina merasa tidak enak hati, "Dokter Lilia ...."Wina ingin menghentikan Lilia bersikap merendah seperti itu, tetapi dicegah Lilia, "Nona, kamu datang mencariku untuk pemeriksaan dan mengambil obat. Aku nggak mengenalmu, kalau kamu masih berani mengatakan apa pun yang membuat Nona Mira marah, aku nggak akan mengobati penyakitmu lagi!"Lilia berusaha menjauhkan diri darinya, seolah ingin melindunginya. Wina pun mengerti dan tidak berbicara lagi.Wina masih merasa wanita di hadapannya itu terlalu arogan, tetapi Lilia sepertinya takut pada wanita itu. Oleh karena itu, Wina hanya bisa menggertakkan gig
"Kita sudah menyinggungnya, aku khawatir dia pasti akan menyulitkan kita di masa depan ...."'Aku nggak masalah karena aku masih bisa mencari Pak Jihan untuk melindungiku, tapi Wina ....'Kalau Mira sampai tahu hubungan dia dengan Pak Jihan, aku takut ....'Lilia tidak berani memikirkannya lagi, karena yang terpikirkan olehnya hanyalah Clara yang disiksa sampai mati.Wina merasa sangat bersalah saat melihat ekspresi ketakutan Lilia dan berkata, "Dokter Lilia, maafkan aku, aku jadi menyusahkanmu."Lilia menggelengkan kepalanya pelan dan berkata, "Aku nggak menyalahkanmu, Mira memang sudah keterlaluan."Takut Wina terlalu menyalahkan diri sendiri, Lilia menghiburnya, "Jangan takut, aku akan memberi tahu Pak Jihan nanti, dia akan melindungi kita."Wina tersenyum tidak berdaya. 'Aku begitu kejam pada Jihan, dia pasti sudah membenciku, jadi mana mungkin dia kan melindungiku.'Lilia masih ingin mengatakan sesuatu, tetapi beberapa polisi datang dan menanyakan apa yang terjadi tadi.Lilia menj
Yuno tercekat, seolah tersadar kembali. Emosi yang aneh di matanya dengan cepat memudar dan digantikan oleh rasa kebencian."Aku bukan kakakmu!"Dia mendorong Lilia menjauh dan mundur selangkah. Saat menatap Lilia lagi, sorot matanya penuh dengan kebencian."Kakakmu hanya si berengsek itu. Aku nggak ada hubungan darah denganmu!"Lilia tidak bereaksi sama sekali terhadap sorot mata Yuno yang penuh kebencian itu, seakan-akan dia sudah terbiasa.Sikap tenang Lilia itu semakin kebencian Yuno membesar. Dia melangkah maju, meraih wajah Lilia yang masih bengkak itu, menggertakkan gigi dan berkata, "Lilia, kamu malah mengikuti si berengsek itu bekerja dengan Jihan. Mulai hari ini, kita lanjutkan permainan saat masih kecil kita ...."Mendengar Yuno ingin melanjutkan permainan yang mereka mainkan saat kecil, tubuh Lilia gemetar sejenak, tetapi dia tetap menunjukkan ekspresi keras kepala, yang menolak untuk mengaku kalah.Yuno langsung menamparnya dan berseru, "Kalau kamu melihatku seperti itu la
Lilia tidak mengatakan seberapa besar pertikaiannya dan Wina juga tidak bertanya.Keduanya terdiam beberapa saat, lalu Lilia membuka laci dan mengeluarkan beberapa kotak obat yang baru tiba itu dan menyerahkannya kepada Wina. "Ingat untuk minum obat-obat ini tepat waktu," ujar Lilia.Setelah mengucapkan terima kasih, Wina hendak mentransfer uang obat itu dengan ponselnya, "Dokter Lilia, berapa harganya? Aku transfer uangnya ke kamu."Lilia melambaikan tangannya dan berkata, "Nggak perlu, bagiku ini hanya beberapa kotak obat saja, sebaliknya kamu kelihatan sedang kekurangan uang, ya?"Wina menggelengkan kepalanya dan berkata, "Orang yang hidupnya sudah nggak lama lagi seperti mana mungkin kekurangan uang. Hanya saja, aku ingin meninggalkan lebih banyak uang untuk kakakku."Lilia mengangguk, mengerti ucapannya. Kemudian, dia teringat sesuatu dan menyerahkan sebuah kartu nama kepada Wina."Dia adalah seorang dokter spesialis jantung terkenal di Kameria. Pak Jihan mengundangnya untuk menca
Wina secara tiba-tiba menerima tamparan keras dari Mira.Bekas jari merah langsung muncul di pipi pucat dan kurusnya.Wina sangat ingin menamparnya kembali, tetapi tubuhnya tidak cukup kuat.Tamparan itu membuat kepalanya berdengung dan detak jantungnya tiba-tiba bertambah cepat, membuatnya sulit bernapas.Dia tidak memiliki kekuatan untuk bersaing dengan Mira, jadi dia hanya bisa bertahan dan menatap dingin ke arah Mira yang sangat arogan di depannya."Nona Mira, apa maksudmu?""Nggak ada, aku hanya ingin menamparmu setiap bertemu denganmu!"Mira mengangkat dagunya setinggi-tingginya, dengan angkuh mengangkat tangannya lagi untuk menampar Wina.Wina menggertakkan gigi dan mundur selangkah untuk menghindari tamparan itu.Dia segera mengeluarkan ponsel dari sakunya, tetapi sebelum dia bisa membuka ponselnya, Winata dengan cepat merampas ponselnya.Mira tidak berhasil menampar Wina, lalu ketika melihat Wina mencoba untuk memanggil polisi, dia menjadi semakin marah.Untungnya, Winata mera
Saat Wina batuk-batuk, ada banyak ludah yang berwarna merah bercampur ke dalam air jamban.Pengawal yang menahan kepala Wina langsung terkejut. Dia mengira Wina batuk darah, jadi segera mengangkat kepalanya ke atas.Setelah dapat menghirup udara lagi, Wina tersadar kembali, tetapi masih terus batuk-batuk.Yang keluar saat dia batuk masih ludah berwarna merah. Ini merupakan gejala stadium akhir.Mira hanya mengira perut Wina sakit karena kemasukan air. Amarahnya pun sedikit mereda, tetapi dia masih menatap Wina dengan tajam."Ini adalah balasan yang pantas kamu terima! Kamu pantas mati tersedak sampai mati!"Setelah mengatakan itu, Mira mengangkat dagunya ke arah kedua pengawal itu dan mereka segera melepaskan Wina."Kali ini aku akan melepaskanmu. Kalau kamu masih berani melawanku lagi, jangan pernah berpikir untuk bisa hidup lagi!"Setelah melontarkan ancaman itu, Mira meraih lengan Winata dan berbalik untuk pergi.Siapa sangka, Mira yang baru berjalan dua langkah, lehernya ditarik ol
Mira, yang sudah bisa bernapas kembali, sangat marah hingga seluruh tubuhnya gemetar dan dia sama sekali tidak mendengar pertanyaan Jihan.Dia sangat marah karena pertama kalinya sejak lahir dia diperlakukan begitu hina seperti iniSetelah bangkit dari lantai, dia bergegas mendorong Wina dengan keras.Wina yang didorong secara tiba-tiba itu terjatuh ke dalam bilik toilet dan kepalanya membentur tepi jamban.Darah merah mengalir keluar, mengalir dari tepi jamban dan jatuh ke lantai setetes demi setetes ....Wajah Jihan seketika menjadi muram dan tangan yang memegang pinggang Winata tiba-tiba mengeluarkan kekuatan yang tak terkendali.Winata mengernyit kesakitan dan bertanya, "Jihan, ada apa?"Jihan segera melepaskan Winata dan berjalan mendekati Wina.Tangan Jihan yang terulur tiba-tiba ditarik kembali karena tatapan terkejut Winata.Jihan menatap Wina dan mengucapkan dua kata dengan dingin, "Minta maaf."Wina menengadah, tetapi darah yang mengalir dari kepalanya menutupi pandangannya d