Begitu melihat sosok Jihan, Daris dan Alta saling bertatapan, lalu langsung membuka pintu mobil dan berlari menghampiri Jihan."Pak Jihan!""Tuan!"Saat Jihan melihat dua pria bertubuh besar itu berlari ke arahnya dengan air mata berlinang, hati Jihan sedikit tergerak, tetapi kakinya refleks mundur selangkah.Ketika Daris dan Alta melihat Jihan mundur, sebuah kalimat langsung muncul di benak mereka, 'Jangan dekat-dekat!'Keduanya berhenti melangkah, tetapi masih berlinang air mata. mereka hanya menatap Jihan yang berdiri menghadap cahaya dan cahaya itu makin membuat Jihan bersinar."Pak Jihan, senang sekali akhirnya kamu pulang! Kami khawatir setengah mati!"Setelah Jihan menatap keduanya selama beberapa detik, dia menepuk bahu Daris dan Alta."Maaf sudah membuat kalian khawatir."Suara yang tenang dan dalam, juga sentuhan Jihan entah mengapa membuat Daris dan Alta merasa aman. Seolah asal Jihan pulang, semua masalah akan selesai.Karena sedang di tempat umum, mereka tidak leluasa bica
Setelah setengah tahun, Paman Rudi melihat Jihan yang masih hidup akhirnya kembali."Tuan Muda Jihan, akhirnya Tuan pulang, kupikir ....""Aku baik-baik saja."Jihan menepuk bahu Paman Rudi. Setelah menghibur lelaki tua itu, Jihan langsung menuju ke ruang kerja.Melihat Jihan yang sangat sibuk, Paman Rudi pun tidak berani mengganggunya. Dengan hati sukacita, dia memerintahkan koki untuk menyiapkan makanan enak, setelah itu dia pergi ke sekolah untuk menjemput Gisel.Sejak Jihan dan Wina pergi meninggalkan rumah, Gisel selalu membicarakan mereka, katanya dunia orang dewasa sangat berbahaya.Paman Rudi takut Gisel khawatir, jadi dia berkata Jihan dan Wina sedang dalam perjalanan bisnis. Namun, Gisel jauh lebih pintar daripada anak-anak pada umumnya, dia tidak percaya mereka berdua sedang dalam perjalanan bisnis dan begitu sibuk sampai tidak bisa ditelepon.Untung di saat Paman Rudi mulai kewalahan menyembunyikan fakta ini, Jihan pulang. Sekarang Paman Rudi menghela napas lega karena dia
Jari-jarinya yang ramping langsung berselancar di papan keyboard. Kode di layar secara bertahap mulai terbuka, hanya saja ....Jefri yang sedang membongkar kode itu spontan langsung menatap Jihan saat melihat kode program cip."Kak Jihan, dulu ada peretas yang bilang kode ini digunakan untuk memantau dan mengendalikan tubuh manusia. Kok Kak Jihan bisa tahu kode ini?"Jihan yang duduk tenang dengan tangan terlipat di samping Jefri pun balas menatap Jefri yang tampak bingung."Cip itu ada di kepalaku."Jantung Jefri tercekik dan darah di sekujur tubuhnya seketika terasa membeku. Kalimat singkat ini seperti ular yang menjerat kakinya dan perlahan melata membelit sekujur tubuhnya."Kak ... Kak Jihan, ini senjata pembunuh yang paling mematikan. Kok bisa? Kok bisa ada di kepalamu?"Jefri membelalak kaget, tapi Jihan sangat tenang, bahkan seolah-olah dia sudah terbiasa."Ya gitu deh. Intinya, kamu bisa nggak mematikan sistem ini."Padahal Jihan sendiri yang menderita, tapi dia enggan mencerit
Jefri terjatuh lunglai di kursinya dan membelalak tidak percaya, "Maksudmu, sejak cip ini dipasang di otak Kak Jihan, dia sudah ditakdirkan akan mati?"Para dokter tidak bisa menjawab, Jefri mendadak menjadi marah, "Aku nggak peduli, kalian 'kan dokter terbaik yang didukung Keluarga Lionel. Pokoknya kalian harus bisa mengeluarkan cip itu dan menyembuhkan Kak Jihan!"Para dokter menunduk malu dan menatap Jihan yang sedari tadi diam. "Pak Jihan, kami bisa mengeluarkan cip itu, tetapi karena hal ini menyangkut keselamatan pribadimu, kami sangat nggak menyarankan mengeluarkannya."Jihan menatap dokter itu. Setelah terdiam beberapa detik, dia menjawab pelan, "Nggak ada yang boleh buka mulut tentang kejadian ini."Jefri kecewa berat, dia pikir Jihan akan berjuang, tapi ternyata dia malah menyerah. "Kak Jihan, kalau mereka nggak bisa, kita bisa coba sama dokter lain, aku nggak percaya ..."Jihan langsung menyela Jefri dengan nada dingin, "Mereka sudah bisa mendeteksi ada virus di cip itu, art
Permana minta maaf dan menambahkan, "Sinyal di Medan Hitam juga sudah diblokir. Aku nggak bisa menghubungi orang-orang di dalam."Wajah Jihan terlihat sangat dingin. Di saat dia sedang mencari cara, ternyata James juga menyusun strategi.Karena tidak bisa menyelamatkan Wina lebih dulu, maka Jihan harus membereskan bom. Selama James tidak bisa mengendalikannya, Jihan bisa menyelamatkan Wina.Jihan pun menutup telepon dan menatap Jefri, "Kalau kamu nggak bisa mematikan sistem peledakan, perpanjang saja waktu peledakannya."Jefri yang sedang melakukan simulasi program saat ini sangat lelah. Matanya hampir terpejam, tapi tekad yang kuat yang membantunya bertahan, "Kasih aku waktu sedikit lagi, aku pasti bisa menemukan cara untuk mematikannya."Di sini Jefri tidak semerta-merta hanya mematikan program yang dibuat James. Dia juga perlu memanipulasi, memodifikasi dan mengenkripsi sistem agar pihak lawan tidak bisa memprogram ulang kode yang sudah dibuatnya.Dengan pikiran ini, Jefri pun kemba
Hari ini Jihan Lionel kembali dari luar negeri. Wina Septa, kekasih rahasia Jihan, langsung dibawa ke Rumah Mansion No. 8.Seperti yang disepakati sebelumnya, Wina harus membersihkan dirinya terlebih dahulu agar tidak ada aroma parfum maupun bedak kosmetik.Wina dengan ketat memenuhi semua kesukaan Jihan. Setelah membersihkan diri dan mengenakan piama sutra, Wina masuk ke kamar tidur di lantai dua.Jihan sedang duduk di depan komputer melakukan pekerjaannya. Tidak ada emosi yang terlihat dari matanya ketika dia melihat Wina masuk."Kemari."Nada suaranya juga terasa tidak ada emosi apa pun. Hal ini membuat Wina merasa sedikit menyedihkan.Jihan dikenal sebagai orang yang tidak banyak bicara dan bertemperamen tidak stabil. Karena takut dia marah, Wina tidak berani berlama-lama dan langsung berjalan menghampirinya.Sesampai di depan Jihan, pinggangnya langsung ditarik mendekat dan dagunya dicubit.Jihan menunduk dan mencium bibir merah Wina. Selanjutnya, Jihan membuka paksa giginya dan m
Setelah Jihan pergi, asisten pribadi Jihan, Daris Surya, masuk membawa obat.Daris menyerahkan obat itu sambil berkata dengan hormat kepada Wina, "Nona Wina, ini obatnya."Obat itu adalah obat pencegah kehamilan. Karena Jihan tidak mencintai Wina, tentu saja tidak akan mengizinkan Wina untuk punya anak.Setiap kali selesai bercinta, Jihan akan mengirim Daris untuk mengantarkan obat. Dia juga memerintah Daris untuk langsung melihat Wina meminum obat tersebut.Melihat obat itu, hati Wina terasa sakit lagi.Entah karena gagal jantung atau karena kekejaman Jihan, Wina merasa dadanya sesak hingga sulit bernapas."Nona Wina ...."Melihat Wina tidak merespons, Daris memanggil sekali lagi karena takut Wina akan menolak obat itu.Wina melirik Daris sejenak, lalu mengambil, memasukkan obat itu ke dalam mulut dan langsung ditelan tanpa minum air.Selanjutnya, Daris mengeluarkan sertifikat rumah dan cek dari tas. Diletakkannya kedua kertas itu di depan Wina."Nona Wina, ini adalah kompensasi yang
Sambil membawa koper, Wina pergi ke rumah teman baiknya, Sara Utari.Wina mengetuk pintu dengan pelan, lalu berdiri di samping dan menunggu dengan tenang.Wina dan Sara sama-sama yatim piatu. Mereka tumbuh bersama di panti asuhan, jadi hubungan mereka bisa dianggap seperti saudara.Ketika dijemput pergi oleh JIhan, Wina ingat Sara pernah bilang kepadanya, "Wina, kalau dia nggak menginginkanmu lagi, ingat untuk pulang ke sini."Perkataan itulah yang membuat Wina berani untuk tidak menginginkan rumah Jihan.Sara membuka pintu dengan cepat. Ketika melihat Wina yang datang, dia langsung tersenyum cerah."Wina, kenapa kamu ada di sini?"Wina mengencangkan cengkeramannya pada gagang koper, lalu berkata dengan sedikit malu, "Sara, aku ke sini untuk numpang di tempatmu."Ketika matanya tertuju ke koper Wina, senyuman Sara langsung menghilang dan bertanya, "Apa yang terjadi?"Wina tersenyum, seakan-akan tidak terjadi apa-apa, lalu berkata, "Aku putus dengannya."Sara tertegun sejenak dan menata