Wina tidak pergi menemui Haris. Menurutnya, lelaki itu sama sekali bukan ayahnya dan tidak layak untuk ditemui. Dia memperhatikan pertemuan Haris dan Winata di area permainan melalui kamera pengawas.Haris memang begitu menyayangi Winata. Saat melihat putrinya, Haris bergegas mendekat dan memeluk Winata. Haris juga menenangkan Winata dengan mengatakan semuanya akan baik-baik saja seperti sedang menghibur anak kecil.Haris bukannya tidak bisa bersikap seperti seorang ayah yang seharusnya, hanya saja dia tidak memiliki ikatan batin sebagai seorang ayah bagi Vera dan Wina.Mungkin karena dia menganggap Winata adalah satu-satunya anaknya.Wina jadi merasa lega setelah berpikir seperti ini. Wajar saja ada sebagian orang yang terpaksa menjalani kehidupan yang menyedihkan karena tidak memiliki kasih sayang seorang ayah.Permainan di zona bawah segera dimulai. Entah ada yang membantu Haris dan Winata atau alasan lain, yang jelas mereka selalu lolos di setiap ronde permainan.Kedua orang itu be
Wina merasa hidup Winata sangat menyedihkan. Winata membunuh Ryder yang mencintainya, lalu tidak menghargai Tuan Alastor dan terakhir membunuh ayah yang begitu menyayanginya dengan tangannya sendiri.Winata benar-benar ibarat katak dalam tempurung, padahal dia bisa menjadi wanita paling bahagia di dunia seandainya dia lebih berbaik hati sedikit. Namun, dia bersikeras mendapatkan apa yang tidak bisa dia dapatkan dan pada akhirnya kehilangan semuanya.Seandainya saja Winata dapat memahami hal ini, dia tidak mungkin menyalahkan Wina atas segalanya seperti orang buta. Justru dia berakhir seperti sekarang karena dia terlalu terobsesi dengan apa yang dia inginkan.Winata tidak mengerti kenapa James mengingkari janjinya. Jelas-jelas James sudah berjanji padanya.Winata bukan orang bodoh. Jadi, begitu memikirkannya dengan kepala dingin, dia langsung menemukan jawabannya.James sudah sepakat akan membiarkan Haris dan Winata tetap hidup asalkan mereka tidak menceritakan tentang apa yang Jihan al
Setelah Andrew pergi, Wina sengaja berdiri di sana menunggu James. Setelah beberapa saat, James menyusulnya.Tadi dia sedang memerintahkan si pria berbaju hitam itu. Saat menoleh, sosok Wina sudah tidak terlihat lagi.James menatap Wina yang di koridor dengan linglung dan perlahan menghampirinya. "Wina, kamu takut?"Wina menundukkan kepalanya dan mengangguk kecil. "Bagaimanapun juga, dia itu ayah kandungku. Cara tadi agak kejam."James mencibir, "Dia punya anak tanpa membesarkannya, lalu mencampakkan dan membunuh istrinya. Ayah macam apa dia?"Wina meliriknya dan tidak membantah. "Mungkin aku lebih sensitif karena lagi hamil."James tidak menyadari ada yang aneh, jadi dia berkata, "Kalau kamu memang merasa kurang enak badan, istirahat saja sebentar."Wina pun memanfaatkan kesempatan itu untuk bertanya, "Aku bisa istirahat di mana?"James menjawab, "Sekarang kamu adalah pemimpin Medan Hitam, jadi ruang kendali utama akan menjadi tempatmu. Kamu bisa istirahat ke sana."Wina yang memang b
Setelah itu, Andrew membuka pintu dan berjalan keluar. Punggungnya yang tinggi dan tegap menunjukkan tekadnya yang sekaligus menghadirkan kehangatan bagi Wina."Kak Andrew, terima kasih."Tanpa menoleh ke belakang, Andrew mengangkat lengan berototnya dan melambaikannya dengan elegan.Wina tersenyum, lalu memalingkan wajah menatap sekantong besar makanan ringan. Dia tidak terlalu ingin memakannya, tetapi dia diberikan banyak sekali.Wina bisa merasakan betapa Andrew menyayanginya sebagai adik, hatinya terasa hangat.Wina berdiam selama beberapa detik untuk menunggu Andrew agak jauh, lalu meninggalkan ruang kendali utama menuju ruang pemantauan.Di dalam, James sedang mengetik kode di konsol. Ketika dia melihat Andrew masuk, dia sontak melirik cucunya itu. "Ngapain kamu ke sini? Kok nggak mengontrol zona tengah?"Andrew mengepalkan telapak tangannya sambil berjalan ke arah James dengan berpura-pura acuh tak acuh, lalu berkata, "Kakek, bukannya Kakek janji ke Haris dan Winata untuk membia
Selama ini, James selalu menganggap Wina begitu lembut dan kalem. Ini pertama kalinya dia melihat cucunya itu marah. Dia sontak merasa kaget, tetapi segera berkata, "Kamu dan Jihan itu nggak seharusnya bersama."Wina balas tersenyum menghina. "Aku sudah 10 tahun lebih bersama dengannya, kami sudah melalui begitu banyak rintangan dan badai bersama! Bisa-bisanya kamu bilang kami nggak seharusnya bersama!"James pun membantah, "Kakek membuat kesepakatan dengan Jihan. Aku akan melepaskannya asalkan dia mau berpisah darimu. Dia rela menceraikanmu demi kebebasannya. Mana mungkin pria yang bisa mencampakkanmu dengan mudah itu cocok untukmu?"Wina balas mencibir dengan dingin, "Kalau kamu nggak membatasi kebebasannya dan mengancam calon anakku, mana mungkin dia akan memilih menceraikanku di saat dia sedang berada dalam keputusasaan!"Jihan terpaksa bukan karena posisi Wina yang bermusuhan dengannya, tetapi karena tekanan dari James. Itu sebabnya Jihan tidak punya pilihan lain selain mengalah d
James tertegun sesaat dan menatap Wina dengan penuh kebencian. Untuk sesaat, wajah Wina tampak seperti mantannya, Ishara.Mungkin karena Ishara, James menahan semua amarahnya dan tidak berdebat dengan Wina yang memberontak, "Andrew, bawa adikmu kembali ke ruang kendali utama untuk beristirahat."Andrew pikir kakeknya akan sangat marah dan akan menampar adiknya, dia tidak menyangka ternyata kakeknya terlihat tenang bahkan menyuruhnya membawa minta ke ruang kendali utama?Andrew tidak bisa menebak apa yang dipikirkan James, jadi dia menarik Wina dan berjalan keluar. Wina ingin membantu Andrew melampiaskan amarahnya, tapi Andrew memberinya isyarat, menyuruhnya untuk tidak bersikap impulsif. Lebih baik sekarang Wina cari cara untuk meninggalkan Medan Hitam dan bukannya membuang waktu di sini.Wina pun mengendurkan tangannya yang terkepal dan mengikuti Andrew pergi. Tanpa diduga, begitu mereka berdua keluar dari pintu, suara dingin James terdengar dari belakang, "Wina, sebelum kamu datang k
Di luar Mebasta, helikopter diparkir dengan mantap di pada rumput. Pria berjas di kursi pengemudi menoleh dan menatap seorang pria yang memejamkan matanya. "Tuan Kesembilan, silakan turun dari pesawat, kita akan pindah."Mata Jihan terbuka dan aura pembunuh yang dingin meluap dari dasar matanya. Pria berjas itu merasakan hawa dingin di tengkuknya, seketika pandangannya menggelap dan dia tiba-tiba jatuh pingsan di tempat.Jihan menarik kembali tangan rampingnya dan tanpa ekspresi melonggarkan dasinya. Kemudian, dia turun dari helikopter.Para staf helikopter yang berjaga di luar langsung mengepung Jihan begitu melihat Jihan membuat pilot itu pingsan.Jihan melilitkan dasi di jari-jarinya, lalu dia mengepalkan tangannya dan siap menghadapi semua orang yang mengepungnya. Dalam hitungan detik, Jihan meluluhlantakkan para staf yang mengepungnya.Jihan sangat hebat, meski terluka, mereka ini bukan tandingannya.Jihan menendang keluar pilot yang tadi pingsan keluar. Dengan tatapan yang masih
Begitu melihat sosok Jihan, Daris dan Alta saling bertatapan, lalu langsung membuka pintu mobil dan berlari menghampiri Jihan."Pak Jihan!""Tuan!"Saat Jihan melihat dua pria bertubuh besar itu berlari ke arahnya dengan air mata berlinang, hati Jihan sedikit tergerak, tetapi kakinya refleks mundur selangkah.Ketika Daris dan Alta melihat Jihan mundur, sebuah kalimat langsung muncul di benak mereka, 'Jangan dekat-dekat!'Keduanya berhenti melangkah, tetapi masih berlinang air mata. mereka hanya menatap Jihan yang berdiri menghadap cahaya dan cahaya itu makin membuat Jihan bersinar."Pak Jihan, senang sekali akhirnya kamu pulang! Kami khawatir setengah mati!"Setelah Jihan menatap keduanya selama beberapa detik, dia menepuk bahu Daris dan Alta."Maaf sudah membuat kalian khawatir."Suara yang tenang dan dalam, juga sentuhan Jihan entah mengapa membuat Daris dan Alta merasa aman. Seolah asal Jihan pulang, semua masalah akan selesai.Karena sedang di tempat umum, mereka tidak leluasa bica