Setelah Andrew pergi, Wina sengaja berdiri di sana menunggu James. Setelah beberapa saat, James menyusulnya.Tadi dia sedang memerintahkan si pria berbaju hitam itu. Saat menoleh, sosok Wina sudah tidak terlihat lagi.James menatap Wina yang di koridor dengan linglung dan perlahan menghampirinya. "Wina, kamu takut?"Wina menundukkan kepalanya dan mengangguk kecil. "Bagaimanapun juga, dia itu ayah kandungku. Cara tadi agak kejam."James mencibir, "Dia punya anak tanpa membesarkannya, lalu mencampakkan dan membunuh istrinya. Ayah macam apa dia?"Wina meliriknya dan tidak membantah. "Mungkin aku lebih sensitif karena lagi hamil."James tidak menyadari ada yang aneh, jadi dia berkata, "Kalau kamu memang merasa kurang enak badan, istirahat saja sebentar."Wina pun memanfaatkan kesempatan itu untuk bertanya, "Aku bisa istirahat di mana?"James menjawab, "Sekarang kamu adalah pemimpin Medan Hitam, jadi ruang kendali utama akan menjadi tempatmu. Kamu bisa istirahat ke sana."Wina yang memang b
Setelah itu, Andrew membuka pintu dan berjalan keluar. Punggungnya yang tinggi dan tegap menunjukkan tekadnya yang sekaligus menghadirkan kehangatan bagi Wina."Kak Andrew, terima kasih."Tanpa menoleh ke belakang, Andrew mengangkat lengan berototnya dan melambaikannya dengan elegan.Wina tersenyum, lalu memalingkan wajah menatap sekantong besar makanan ringan. Dia tidak terlalu ingin memakannya, tetapi dia diberikan banyak sekali.Wina bisa merasakan betapa Andrew menyayanginya sebagai adik, hatinya terasa hangat.Wina berdiam selama beberapa detik untuk menunggu Andrew agak jauh, lalu meninggalkan ruang kendali utama menuju ruang pemantauan.Di dalam, James sedang mengetik kode di konsol. Ketika dia melihat Andrew masuk, dia sontak melirik cucunya itu. "Ngapain kamu ke sini? Kok nggak mengontrol zona tengah?"Andrew mengepalkan telapak tangannya sambil berjalan ke arah James dengan berpura-pura acuh tak acuh, lalu berkata, "Kakek, bukannya Kakek janji ke Haris dan Winata untuk membia
Selama ini, James selalu menganggap Wina begitu lembut dan kalem. Ini pertama kalinya dia melihat cucunya itu marah. Dia sontak merasa kaget, tetapi segera berkata, "Kamu dan Jihan itu nggak seharusnya bersama."Wina balas tersenyum menghina. "Aku sudah 10 tahun lebih bersama dengannya, kami sudah melalui begitu banyak rintangan dan badai bersama! Bisa-bisanya kamu bilang kami nggak seharusnya bersama!"James pun membantah, "Kakek membuat kesepakatan dengan Jihan. Aku akan melepaskannya asalkan dia mau berpisah darimu. Dia rela menceraikanmu demi kebebasannya. Mana mungkin pria yang bisa mencampakkanmu dengan mudah itu cocok untukmu?"Wina balas mencibir dengan dingin, "Kalau kamu nggak membatasi kebebasannya dan mengancam calon anakku, mana mungkin dia akan memilih menceraikanku di saat dia sedang berada dalam keputusasaan!"Jihan terpaksa bukan karena posisi Wina yang bermusuhan dengannya, tetapi karena tekanan dari James. Itu sebabnya Jihan tidak punya pilihan lain selain mengalah d
James tertegun sesaat dan menatap Wina dengan penuh kebencian. Untuk sesaat, wajah Wina tampak seperti mantannya, Ishara.Mungkin karena Ishara, James menahan semua amarahnya dan tidak berdebat dengan Wina yang memberontak, "Andrew, bawa adikmu kembali ke ruang kendali utama untuk beristirahat."Andrew pikir kakeknya akan sangat marah dan akan menampar adiknya, dia tidak menyangka ternyata kakeknya terlihat tenang bahkan menyuruhnya membawa minta ke ruang kendali utama?Andrew tidak bisa menebak apa yang dipikirkan James, jadi dia menarik Wina dan berjalan keluar. Wina ingin membantu Andrew melampiaskan amarahnya, tapi Andrew memberinya isyarat, menyuruhnya untuk tidak bersikap impulsif. Lebih baik sekarang Wina cari cara untuk meninggalkan Medan Hitam dan bukannya membuang waktu di sini.Wina pun mengendurkan tangannya yang terkepal dan mengikuti Andrew pergi. Tanpa diduga, begitu mereka berdua keluar dari pintu, suara dingin James terdengar dari belakang, "Wina, sebelum kamu datang k
Di luar Mebasta, helikopter diparkir dengan mantap di pada rumput. Pria berjas di kursi pengemudi menoleh dan menatap seorang pria yang memejamkan matanya. "Tuan Kesembilan, silakan turun dari pesawat, kita akan pindah."Mata Jihan terbuka dan aura pembunuh yang dingin meluap dari dasar matanya. Pria berjas itu merasakan hawa dingin di tengkuknya, seketika pandangannya menggelap dan dia tiba-tiba jatuh pingsan di tempat.Jihan menarik kembali tangan rampingnya dan tanpa ekspresi melonggarkan dasinya. Kemudian, dia turun dari helikopter.Para staf helikopter yang berjaga di luar langsung mengepung Jihan begitu melihat Jihan membuat pilot itu pingsan.Jihan melilitkan dasi di jari-jarinya, lalu dia mengepalkan tangannya dan siap menghadapi semua orang yang mengepungnya. Dalam hitungan detik, Jihan meluluhlantakkan para staf yang mengepungnya.Jihan sangat hebat, meski terluka, mereka ini bukan tandingannya.Jihan menendang keluar pilot yang tadi pingsan keluar. Dengan tatapan yang masih
Begitu melihat sosok Jihan, Daris dan Alta saling bertatapan, lalu langsung membuka pintu mobil dan berlari menghampiri Jihan."Pak Jihan!""Tuan!"Saat Jihan melihat dua pria bertubuh besar itu berlari ke arahnya dengan air mata berlinang, hati Jihan sedikit tergerak, tetapi kakinya refleks mundur selangkah.Ketika Daris dan Alta melihat Jihan mundur, sebuah kalimat langsung muncul di benak mereka, 'Jangan dekat-dekat!'Keduanya berhenti melangkah, tetapi masih berlinang air mata. mereka hanya menatap Jihan yang berdiri menghadap cahaya dan cahaya itu makin membuat Jihan bersinar."Pak Jihan, senang sekali akhirnya kamu pulang! Kami khawatir setengah mati!"Setelah Jihan menatap keduanya selama beberapa detik, dia menepuk bahu Daris dan Alta."Maaf sudah membuat kalian khawatir."Suara yang tenang dan dalam, juga sentuhan Jihan entah mengapa membuat Daris dan Alta merasa aman. Seolah asal Jihan pulang, semua masalah akan selesai.Karena sedang di tempat umum, mereka tidak leluasa bica
Setelah setengah tahun, Paman Rudi melihat Jihan yang masih hidup akhirnya kembali."Tuan Muda Jihan, akhirnya Tuan pulang, kupikir ....""Aku baik-baik saja."Jihan menepuk bahu Paman Rudi. Setelah menghibur lelaki tua itu, Jihan langsung menuju ke ruang kerja.Melihat Jihan yang sangat sibuk, Paman Rudi pun tidak berani mengganggunya. Dengan hati sukacita, dia memerintahkan koki untuk menyiapkan makanan enak, setelah itu dia pergi ke sekolah untuk menjemput Gisel.Sejak Jihan dan Wina pergi meninggalkan rumah, Gisel selalu membicarakan mereka, katanya dunia orang dewasa sangat berbahaya.Paman Rudi takut Gisel khawatir, jadi dia berkata Jihan dan Wina sedang dalam perjalanan bisnis. Namun, Gisel jauh lebih pintar daripada anak-anak pada umumnya, dia tidak percaya mereka berdua sedang dalam perjalanan bisnis dan begitu sibuk sampai tidak bisa ditelepon.Untung di saat Paman Rudi mulai kewalahan menyembunyikan fakta ini, Jihan pulang. Sekarang Paman Rudi menghela napas lega karena dia
Jari-jarinya yang ramping langsung berselancar di papan keyboard. Kode di layar secara bertahap mulai terbuka, hanya saja ....Jefri yang sedang membongkar kode itu spontan langsung menatap Jihan saat melihat kode program cip."Kak Jihan, dulu ada peretas yang bilang kode ini digunakan untuk memantau dan mengendalikan tubuh manusia. Kok Kak Jihan bisa tahu kode ini?"Jihan yang duduk tenang dengan tangan terlipat di samping Jefri pun balas menatap Jefri yang tampak bingung."Cip itu ada di kepalaku."Jantung Jefri tercekik dan darah di sekujur tubuhnya seketika terasa membeku. Kalimat singkat ini seperti ular yang menjerat kakinya dan perlahan melata membelit sekujur tubuhnya."Kak ... Kak Jihan, ini senjata pembunuh yang paling mematikan. Kok bisa? Kok bisa ada di kepalamu?"Jefri membelalak kaget, tapi Jihan sangat tenang, bahkan seolah-olah dia sudah terbiasa."Ya gitu deh. Intinya, kamu bisa nggak mematikan sistem ini."Padahal Jihan sendiri yang menderita, tapi dia enggan mencerit
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je