"Apa kamu nggak leluasa bicara karena tempat ini diawasi?"Wina pun langsung berdiri hendak menemui James untuk meminta kakeknya mematikan sistem pengawasan, tetapi Jihan menariknya."Wina, ruang kendali utama adalah wilayah pribadi James, nggak ada sistem pengawasan di sini."Ini adalah satu-satunya tempat di seluruh Arom yang tidak diawasi. James tidak mengizinkan siapa pun mengganggu privasinya.Wina menatap ke sekeliling ruang kendali utama. Semua dindingnya terbuat dari logam berat."Apa tempat ini kedap suara? Bisa saja 'kan dia menguping ...."Jihan pun tersenyum dengan penuh kasih sayang melihat sorot tatapan Wina yang waspada ...."Ruangan ini kedap suara banget kok. Lagian, mana mungkin dia ingin menguping di saat dia nggak tahu siapa aku?"Wina menduga James sudah mengetahui identitas Jihan dari Winata, itu sebabnya kakeknya itu membatasi kebebasan Jihan.Namun, Jihan bilang James tidak tahu. Jihan bahkan menggenggam tangan Wina erat-erat dan memberikan penjelasan yang masuk
Wina merasa kesulitan memahami isi hati Jihan, rasanya seperti ada kabut yang menutupi binar dalam pandangan Jihan.Namun, ucapan Jihan terasa begitu memilukan sampai-sampai Wina rasanya tidak bisa mendengar. Begitu memproses ucapan Jihan, mata Wina langsung berkaca-kaca."Kenapa? Apa karena Winata masih mengancammu ...."Wina menduga Jihan terpaksa mendorongnya menjauh seperti dulu karena Winata menggunakan nyawanya untuk mengancam Jihan. Namun, kali ini ternyata berbeda."Aku akan menangani Winata sebagai pemimpin Medan Hitam, jangan takut."Jihan mendadak merasa begitu malu setelah mendengar suara Wina yang sangat hangat dan lembut, tetapi juga dipenuhi tekad kuat untuk melindunginya."Wina, kali ini Winata nggak mengancamku. Aku ... yang ingin menceraikanmu."Wina sontak mematung, rasa sakit di hatinya membuat air mata yang sudah menggenangi pelupuk matanya pun bergulir turun."Kenapa ...."Tidak ada perubahan hati, tidak ada pembatasan kebebasan dan tidak ada ancaman. Kenapa Jihan
Wina termangu menatap Jihan, tetapi sepertinya mengerti apa yang Jihan maksud. Alih-alih menyalahkan Jihan, Wina mengetatkan cengkeramannya."Aku bisa saja menolak menjadi cucunya atau menggantikannya dan memilih berada di sisimu. Apa dengan begitu ... kita tetap harus bercerai?"Ketegasannya Wina sebenarnya sudah cukup untuk menghangatkan Jihan yang diselimuti keputusasaan. Itu sebabnya makin lama, ucapan Jihan makin terdengar kejam dan tajam menusuk."Kamu nggak bisa menyangkal ikatan darah semudah itu. Statusmu sebagai pemimpin Medan Hitam juga nggak mungkin dianulir begitu saja setelah James mengumumkannya. Sebentar lagi ....""Orang-orang di Medan Hitam akan mengetahui siapa kamu, begitu pula dengan Organisasi Shallon. Apa kamu pikir mereka akan melepaskanmu setelah tahu?"Ucapan Jihan itu entah kenapa membuat Wina menjadi makin tegang, rasanya seperti ada belenggu yang mengikatnya.Wina pun melepaskan tangan Jihan dengan lemah, sorot tatapannya perlahan terlihat hilang arah. Seol
"Wina."Saat Wina hendak pergi, Jihan tiba-tiba menghentikannya.Wina berbalik badan menatap Jihan, bertepatan dengan pandangan Jihan yang tertuju pada perut Wina."Apa ... aku boleh mengelus anak kita?"Jihan tidak hadir saat Wina tahu dia hamil dan belum pernah mengelus perut Wina. Apa Jihan sekarang boleh mengelus perut Wina?Wina mengikuti pandangan Jihan yang tertuju pada perutnya yang membesar, lalu mengangguk dengan lembut.Jihan pun mengulurkan tangannya menyentuh bagian bawah perut Wina. Begitu menyentuh perut Wina yang membundar, jantungnya sontak terasa seperti berhenti selama sepersekian detik.Saat melihat sorot tatapan Jihan yang melembut, Wina mendadak teringat akan Jefri yang memegang buku cerita anak sambil menceritakan isinya kepada anak di dalam perut Sara.Dia juga ingin anaknya diajak bicara oleh sang ayah agar Wina tidak merasa menyesal setelah bercerai, jadi dia bertanya pada Jihan."Kamu ... mau bicara dengan anak kita?"Jihan sontak tertegun, dia tidak tahu har
Setelah keluar, Wina berjalan melewati koridor sampai dia melewati ruang rapat dan mendengar teriakan marah dari dalam.Barulah setelah itu dia berhenti berjalan. Melalui celah pintu yang terbuka, dia melihat para anggota di ruang rapat itu sedang dimarahi oleh James."Kalau sampai hal ini terjadi lagi, nggak ada satu orang pun dari kelompok 2 di Area B boleh bertaruh di zona tengah! Aku mau lihat gimana caranya kalian bisa dapat uang, hah!"Setelah berseru dengan marah, James pun secara kebetulan menengadah menatap sosok Wina di luar pintu. Dia sontak berhenti membentak dan memelankan suaranya."Kalian keluar dulu."Setelah mereka keluar, James melambai ke arah Wina dengan lembut."Sini."Wina berpikir sebentar, lalu akhirnya masuk dan duduk sesuai isyarat dari James.Begitu Wina duduk, James membuka laci dan mengeluarkan sebotol buah plum asam. Dia meletakkannya di depan Wina."Sudah selesai mengobrolnya?"Saat Wina hendak menjawab, dia melihat James tiba-tiba menatap ke arah Jihan y
Wina seolah tidak mau menghadapi akhir riwayatnya, jadi dia tidak menyelesaikan ucapannya. Dia mundur selangkah dan berbalik badan berjalan pergi.Wanita hamil lain biasanya terlihat gemuk, tetapi Wina terlihat sangat kurus. Rasanya dia bisa jatuh jika tertiup angin sepoi-sepoi.Jihan menatap punggung Wina yang tampak begitu lemah dan kesepian. Dia kalah oleh rasa sakit dalam hatinya, jadi dia memanggil nama Wina."Wina."Mendengar suara Jihan yang gemetar, langkah Wina pun perlahan melambat. Namun, dia tidak menoleh ke belakang. Betapa dia berharap Jihan akan mengajaknya pergi bersama, tetapi ternyata Jihan tidak melakukannya."Aku akan kembali ke sini dengan Organisasi Shallon untuk menghabisi Medan Hitam. Kamu nggak boleh tetap di sini, berbahaya banget."Ucapan Jihan itu membuat hati Wina terasa seperti tenggelam. Wina balas mengangguk kecil dan kembali berjalan menuju pintu masuk vila di Area A tanpa menoleh ke belakang.Kali ini, Jihan tidak menghentikan Wina. Bukannya Jihan tida
James mengajak Wina ke ruang isolasi di zona tengah. Sebelum pria berbaju hitam membuka pintu, James menjelaskan kepada Wina."Waktu Kakek tahu kalau Haris-lah yang mendorongmu ke laut, Kakek mengurung mereka secara terpisah. Mereka juga tahu kalau Kakek adalah kakekmu.""Gunakan saja identitasmu sebagai cucu Kakek dan perlakukan mereka sesukamu. Jangan melunak terhadap mereka."Wina tidak menjawab. Saat pintu ruang isolasi terbuka, lampu di Medan Hitam tiba-tiba menyala.Winata sontak memejamkan matanya karena merasa silau, lalu perlahan membukanya kembali setelah bisa menyesuaikan diri dengan cahaya yang muncul.Begitu melihat wajah yang familier dan mirip muncul di hadapannya, rasanya Winata ingin bangkit berdiri dan mencabik-cabik wajah itu!Dia benci sekali dengan wajah itu. Jika bukan karena wajah yang mirip dengannya itu, mana mungkin Jihan tidak pernah luluh kepadanya!"Sayang banget kamu masih hidup! Kalau kamu sudah mati, aku pasti akan menyalakan kembang api untuk merayakann
Jawaban Winata itu membuat detak jantung Ryder tiba-tiba bertambah cepat dan wajahnya menjadi pucat. Tampaknya informasi itu merupakan pukulan besar bagi Ryder, lama sekali dia baru bisa tenang kembali.Ryder mengatakan bahwa meskipun dia bisa sembuh, dia tetap setengah lumpuh. Winata pasti akan merasa sangat lelah terus bersama dengannya. Ryder bilang bahwa jika memang Winata menyukai adiknya, dia akan melepaskan Winata dan merestui mereka.Ryder mungkin tidak ingin hidup lagi, itu sebabnya dia meminum obat yang Winata tukar sambil terus menatap Winata. Ryder seolah menunggu Winata menghentikannya, tetapi Winata ternyata tidak melakukannya.Ryder akhirnya menenggak habis obat itu. Winata sontak menyadari bahwa Ryder sudah tahu tentang dirinya yang terus menukar obatnya. Itu sebabnya kondisi Ryder terus memburuk dan akhirnya Ryder memutuskan untuk meminum semuanya sekaligus.Saat teringat bagaimana kesakitannya Ryder hingga mulutnya berbusa itu, jantung Winata sontak berdetak lebih cep