1-1 sama sekali tidak paham dengan keputusasaan, ketidakpedulian dan rasa asing yang ada di sorot tatapan Jihan."Kamu punya dendam apa dengan Winata?"Begitu menerima telepon dari Jacob, 1-1 langsung ke sini dengan secepat mungkin. Dia belum sempat melihat rekaman kamera pengawas, jadi dia tidak tahu penyebab semua ini."Dia sudah membunuh istriku.""Wah, itu cukup parah."Saat menyadari rokok Jihan nyaris habis, 1-1 membuka kembali kotak rokoknya dan melemparkan sebatang yang baru kepada Jihan."Ayo buat kesepakatan. Kalau kamu memberitahuku siapa yang mendirikan Organisasi Shallon, aku akan membantumu menemukan Haris dan Winata."Jemari Jihan yang sedang memainkan rokoknya pun berhenti sesaat."Kamu saja nggak tahu siapa yang mendirikan Organisasi Shallon, kenapa kamu mau menghabisi organisasi kami?""Sama sepertimu, aku mau balas dendam atas pembunuhan istriku."Jihan refleks mengernyit."Masa semua anggota Organisasi Shallon membunuh istrimu?"1-1 bukan hanya mengincar satu orang
Pada saat yang sama, Tuan Keempat membawa Haris dan Winata kembali ke Medan Hitam. Tuan Keempat membutuhkan waktu satu hari lebih lama dari batas waktu 1-2, terutama karena Haris dan Winata bersembunyi cukup dalam dan sulit ditemukan.Tuan Keempat mengantar mereka kembali ke ruang kendali utama, tetapi tidak melihat 1-2. Hanya ada 1-1 yang duduk di sofa sambil merokok menatap layar konsol tanpa mengucapkan sepatah kata pun."Kak, 1-2 mana?"Para operator di ruang kendali utama menatap 1-1 yang menjadi pemimpin mereka. Ketika 1-1 membunuh 1-2 tanpa ragu-ragu, mereka semua tenggelam dalam pemikiran masing-masing.Pakaian mereka semuanya bertatahkan angka, level mereka jauh lebih tinggi dari pria berbaju hitam biasa. Itu berarti mereka memiliki hubungan kerja sama dengan 1-1.Level 1-2 lebih tinggi daripada mereka, tetapi bukankah 1-1 tetap membunuh 1-2?Mereka tahu betul bahwa jika suatu saat mereka menghadapi konflik kepentingan seperti 1-2, 1-1 akan membunuh mereka juga.Di saat para o
"Bos, Jihan adalah pemimpin Organisasi Shallon. 1-2 tahu soal itu, tapi nggak membunuhnya dan malah menyuruh orang untuk menangkapku. Itu berarti 1-2 berkhianat terhadap Medan Hitam. Apa kamu sudah membunuh pengkhianat itu?"1-1 mengangguk kecil dengan tenang."Sudah."Mendengar 1-1 sudah membunuh Tuan Kedua, suasana hati Winata langsung menjadi senang."Sudah kuduga Bos adalah orang yang menjunjung keadilan."Setelah memuji 1-1, Winata pun bangkit berdiri dan berjalan menghampiri 1-1. Dia meletakkan tangannya di bahu 1-1."Bos, aku 'kan sudah memberikan kontribusi yang begitu besar kepada Arom, jadi aku harusnya dapat imbalan, 'kan?"1-1 menunduk menatap kedua tangan Winata yang bertengger di bahunya."Nona Winata mau hadiah apa?"Winata sama sekali tidak menyadari niat membunuh di mata 1-1, dia sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan dan mendekati telinga 1-1."Karena 1-2 sudah mati, gimana kalau aku saja yang mengambil alih posisinya sebagai pengendali Arom?""Boleh, tapi ...."Wina
Belum sempat Haris mendapatkan jawabannya, dia tersadar dari keterkejutannya berkat pertanyaan dari Winata yang tidak percaya."Ayah! Apa yang dia katakan itu benar?"Haris terpaksa mengangguk mengakui."Dia anak Ayah dari istri pertama Ayah."Winata sontak terdiam, dia tahu ayahnya punya mantan istri. Namun, dia tidak menyangka Wina si jalang itu adalah saudara tirinya.Lagi pula, waktu masih kecil, dia melihat sendiri bagaimana Haris mendorong Wina sekeluarga dari atas kapal! Mereka harusnya mati, bukan? Kenapa masih hidup?"Bukannya waktu itu Ayah sudah membunuh mereka semua?"Haris jauh lebih rasional daripada Winata yang emosional karena merasa sangat terpukul."Winata, ayo kita keluar dulu. Biar Ayah jelaskan."Sikap 1-1 terlihat jelas berbeda setelah nama Wina diungkit. Namun, jika terus menjelaskan di sini, bisa-bisa aib masa lalu Haris terungkap. Lebih baik mereka pergi dulu dari sini.Namun, Winata yang sudah terlanjur terbawa emosi pun mendorong Haris menjauh."Pergi sana!"
"Jadi setelah Veransa meninggal, putrinya juga terpisah?"Suara 1-1 menyadarkan Permana dari lamunannya."Ya."1-1 terdiam sejenak, lalu bertanya lagi."Terus, apa yang terjadi setelah mereka berpisah?""Setelah mereka berpisah, putri sulung Veransa pergi ke daerah kumuh. Putri bungsunya beberapa kali diperjualbelikan sebelum akhirnya hidup sebagai yatim piatu di Alvinna."1-1 masih ragu dengan identitas Veransa, tetapi tangannya mulai gemetar."Setelah itu?""Setelah itu ...."Permana pun menghela napas."Vera, putri sulung Veransa, berpacaran dengan pria jahat. Dia disiksa sampai mati beberapa tahun yang lalu. Putri bungsunya bisa dibilang lebih baik karena dia menikah dengan Jihan."Permana tidak tahu banyak tentang kisah hidup Vera dan Wina. Dia hanya menjelaskan secara singkat seperti itu."Putri sulung Veransa ... sudah meninggal?"Sorot tatapan 1-1 terlihat tidak percaya, tetapi Permana mengangguk."Sudah lama meninggalnya."Permana terkejut menatap ekspresi 1-1, kelihatannya ag
Dalam mimpinya, Wina melihat Jihan yang mendorongnya menjauh, lalu berbalik dan memeluk Winata.Wina sontak tertegun dan bergegas mendekat, tetapi Jihan memelototinya."Aku sudah menceraikanmu, kenapa kamu masih menghantuiku?"Wina menatap Jihan yang jauh lebih tinggi daripadanya dengan tidak percaya."Kita ... sudah bercerai?"Jihan tidak menjawab, dia memeluk Winata erat-erat dan memperlakukan wanita itu dengan penuh kasih sayang.Lama sekali Wina hanya tertegun sebelum akhirnya mengambil satu langkah maju.Wina hendak memisahkan mereka, tetapi Jihan tiba-tiba menundukkan kepalanya dan mencium Winata.Begitu melihat bibir mereka bersentuhan, dunia Wina serasa runtuh.Dia menahan rasa sakit yang menghujam jantungnya, lalu membuka matanya perlahan.Saat melihat langit-langit kamar berwarna putih, Wina menyadari bahwa dia baru saja mimpi buruk melihat Jihan mencium orang lain.Di saat Wina sedang merasa lega karena itu hanya mimpi, barulah dia menyadari bahwa dia sedang berbaring di ata
Jodie menggelengkan kepalanya."Aku meminta ayahku untuk mengawasi pulau terpencil itu."Mereka dibawa pergi dari pulau terpencil itu dan diantar kembali ke sana setelah permainan selesai.Jodie menduga bahwa apabila Wina bisa keluar, dia juga akan muncul di sana.Itu sebabnya begitu dia sadar, dia langsung meminta Reynaldi untuk menyuruh orang berjaga di pulau terpencil itu demi menemukan Wina.Hasil memang tidak mengkhianati kerja keras. Tidak lama kemudian, Reynaldi menemukan Wina di pantai pulau terpencil itu."Tapi, ayahku bilang kamu basah kuyup waktu dia menemukanmu. Kamu pasti habis terjatuh ke dalam laut.""Ayahku nggak tahu siapa yang menarikmu keluar, yang jelas orang itu jugalah yang menyelamatkanmu."Itu sebabnya anak dalam kandungan Wina juga ikut selamat.Wina merasa agak kaget dengan informasi ini.Saat itu, tidak ada orang lain di dekatnya. Itu berarti hanya Haris seorang yang bisa menyelamatkannya tepat waktu.Apa jangan-jangan hati nurani Haris merasa bersalah, itu s
Lama sekali Jodie hanya diam menatap Wina yang terlihat sedih sampai-sampai Wina pikir Jodie tidak akan menjawab pertanyaan itu lagi."Nggak ada yang namanya kegagalan. Setiap orang punya prinsip dan pendirian masing-masing.""Ya juga, sih."Walaupun Wina mengiakan, dia tetap memandang ke jendela dengan sorot tatapan yang terlihat begitu kesepian. Melihatnya saja sudah membuat Jodie merasa begitu sedih.Dia tahu betapa dalamnya rasa cinta Wina untuk Jihan, jadi kata-kata "sehidup semati" itu hanyalah ungkapan amarah Wina.Jodie bisa memahami perasaan Wina, jadi dia tidak mengatakan apa pun yang tidak perlu dan duduk menemani Wina dalam diam.Setelah terdiam beberapa saat, Wina seolah teringat sesuatu. Dia menoleh menatap Jodie yang duduk di sampingnya."Waktu itu kamu mengatakan sesuatu padaku, tapi aku nggak bisa membaca gerakan bibirmu karena terhalang darah."Wina pun menatap Jodie sambil memegang gelas air."Kamu bilang apa waktu itu?"Jodie sontak tertegun, ujung telinganya mulai