"Bos, Jihan adalah pemimpin Organisasi Shallon. 1-2 tahu soal itu, tapi nggak membunuhnya dan malah menyuruh orang untuk menangkapku. Itu berarti 1-2 berkhianat terhadap Medan Hitam. Apa kamu sudah membunuh pengkhianat itu?"1-1 mengangguk kecil dengan tenang."Sudah."Mendengar 1-1 sudah membunuh Tuan Kedua, suasana hati Winata langsung menjadi senang."Sudah kuduga Bos adalah orang yang menjunjung keadilan."Setelah memuji 1-1, Winata pun bangkit berdiri dan berjalan menghampiri 1-1. Dia meletakkan tangannya di bahu 1-1."Bos, aku 'kan sudah memberikan kontribusi yang begitu besar kepada Arom, jadi aku harusnya dapat imbalan, 'kan?"1-1 menunduk menatap kedua tangan Winata yang bertengger di bahunya."Nona Winata mau hadiah apa?"Winata sama sekali tidak menyadari niat membunuh di mata 1-1, dia sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan dan mendekati telinga 1-1."Karena 1-2 sudah mati, gimana kalau aku saja yang mengambil alih posisinya sebagai pengendali Arom?""Boleh, tapi ...."Wina
Belum sempat Haris mendapatkan jawabannya, dia tersadar dari keterkejutannya berkat pertanyaan dari Winata yang tidak percaya."Ayah! Apa yang dia katakan itu benar?"Haris terpaksa mengangguk mengakui."Dia anak Ayah dari istri pertama Ayah."Winata sontak terdiam, dia tahu ayahnya punya mantan istri. Namun, dia tidak menyangka Wina si jalang itu adalah saudara tirinya.Lagi pula, waktu masih kecil, dia melihat sendiri bagaimana Haris mendorong Wina sekeluarga dari atas kapal! Mereka harusnya mati, bukan? Kenapa masih hidup?"Bukannya waktu itu Ayah sudah membunuh mereka semua?"Haris jauh lebih rasional daripada Winata yang emosional karena merasa sangat terpukul."Winata, ayo kita keluar dulu. Biar Ayah jelaskan."Sikap 1-1 terlihat jelas berbeda setelah nama Wina diungkit. Namun, jika terus menjelaskan di sini, bisa-bisa aib masa lalu Haris terungkap. Lebih baik mereka pergi dulu dari sini.Namun, Winata yang sudah terlanjur terbawa emosi pun mendorong Haris menjauh."Pergi sana!"
"Jadi setelah Veransa meninggal, putrinya juga terpisah?"Suara 1-1 menyadarkan Permana dari lamunannya."Ya."1-1 terdiam sejenak, lalu bertanya lagi."Terus, apa yang terjadi setelah mereka berpisah?""Setelah mereka berpisah, putri sulung Veransa pergi ke daerah kumuh. Putri bungsunya beberapa kali diperjualbelikan sebelum akhirnya hidup sebagai yatim piatu di Alvinna."1-1 masih ragu dengan identitas Veransa, tetapi tangannya mulai gemetar."Setelah itu?""Setelah itu ...."Permana pun menghela napas."Vera, putri sulung Veransa, berpacaran dengan pria jahat. Dia disiksa sampai mati beberapa tahun yang lalu. Putri bungsunya bisa dibilang lebih baik karena dia menikah dengan Jihan."Permana tidak tahu banyak tentang kisah hidup Vera dan Wina. Dia hanya menjelaskan secara singkat seperti itu."Putri sulung Veransa ... sudah meninggal?"Sorot tatapan 1-1 terlihat tidak percaya, tetapi Permana mengangguk."Sudah lama meninggalnya."Permana terkejut menatap ekspresi 1-1, kelihatannya ag
Dalam mimpinya, Wina melihat Jihan yang mendorongnya menjauh, lalu berbalik dan memeluk Winata.Wina sontak tertegun dan bergegas mendekat, tetapi Jihan memelototinya."Aku sudah menceraikanmu, kenapa kamu masih menghantuiku?"Wina menatap Jihan yang jauh lebih tinggi daripadanya dengan tidak percaya."Kita ... sudah bercerai?"Jihan tidak menjawab, dia memeluk Winata erat-erat dan memperlakukan wanita itu dengan penuh kasih sayang.Lama sekali Wina hanya tertegun sebelum akhirnya mengambil satu langkah maju.Wina hendak memisahkan mereka, tetapi Jihan tiba-tiba menundukkan kepalanya dan mencium Winata.Begitu melihat bibir mereka bersentuhan, dunia Wina serasa runtuh.Dia menahan rasa sakit yang menghujam jantungnya, lalu membuka matanya perlahan.Saat melihat langit-langit kamar berwarna putih, Wina menyadari bahwa dia baru saja mimpi buruk melihat Jihan mencium orang lain.Di saat Wina sedang merasa lega karena itu hanya mimpi, barulah dia menyadari bahwa dia sedang berbaring di ata
Jodie menggelengkan kepalanya."Aku meminta ayahku untuk mengawasi pulau terpencil itu."Mereka dibawa pergi dari pulau terpencil itu dan diantar kembali ke sana setelah permainan selesai.Jodie menduga bahwa apabila Wina bisa keluar, dia juga akan muncul di sana.Itu sebabnya begitu dia sadar, dia langsung meminta Reynaldi untuk menyuruh orang berjaga di pulau terpencil itu demi menemukan Wina.Hasil memang tidak mengkhianati kerja keras. Tidak lama kemudian, Reynaldi menemukan Wina di pantai pulau terpencil itu."Tapi, ayahku bilang kamu basah kuyup waktu dia menemukanmu. Kamu pasti habis terjatuh ke dalam laut.""Ayahku nggak tahu siapa yang menarikmu keluar, yang jelas orang itu jugalah yang menyelamatkanmu."Itu sebabnya anak dalam kandungan Wina juga ikut selamat.Wina merasa agak kaget dengan informasi ini.Saat itu, tidak ada orang lain di dekatnya. Itu berarti hanya Haris seorang yang bisa menyelamatkannya tepat waktu.Apa jangan-jangan hati nurani Haris merasa bersalah, itu s
Lama sekali Jodie hanya diam menatap Wina yang terlihat sedih sampai-sampai Wina pikir Jodie tidak akan menjawab pertanyaan itu lagi."Nggak ada yang namanya kegagalan. Setiap orang punya prinsip dan pendirian masing-masing.""Ya juga, sih."Walaupun Wina mengiakan, dia tetap memandang ke jendela dengan sorot tatapan yang terlihat begitu kesepian. Melihatnya saja sudah membuat Jodie merasa begitu sedih.Dia tahu betapa dalamnya rasa cinta Wina untuk Jihan, jadi kata-kata "sehidup semati" itu hanyalah ungkapan amarah Wina.Jodie bisa memahami perasaan Wina, jadi dia tidak mengatakan apa pun yang tidak perlu dan duduk menemani Wina dalam diam.Setelah terdiam beberapa saat, Wina seolah teringat sesuatu. Dia menoleh menatap Jodie yang duduk di sampingnya."Waktu itu kamu mengatakan sesuatu padaku, tapi aku nggak bisa membaca gerakan bibirmu karena terhalang darah."Wina pun menatap Jodie sambil memegang gelas air."Kamu bilang apa waktu itu?"Jodie sontak tertegun, ujung telinganya mulai
Jodie mengikuti pandangan Andrew dan menatap Wina yang sedang tertidur, lalu bertanya dengan suara pelan."Buat apa mencarinya?"Jodie memperhatikan Andrew yang melangkah memasuki kamar rawat."Dia mengambil alih proyek kakekku, tapi ada yang salah dengan desain yang dia kirimkan. Aku menemuinya untuk memintanya menggambar ulang."Andrew menjawab, lalu memalingkan pandangannya dari Jodie ke Wina yang sedang tidur dengan posisi miring. Sorot tatapan Andrew terlihat misterius."Kebetulan aku habis menjenguk kerabatku di kamar sebelah. Saat melihatnya di sini, aku memberanikan diri untuk masuk menemuinya. Dia kenapa?"Jodie tahu bahwa Wina adalah seorang arsitek, jadi dia tidak terlalu curiga dengan apa yang dikatakan Andrew. Namun, tetap saja dia tidak akan membocorkan sembarang hal."Dia lagi hamil, tapi tubuhnya nggak kuat. Dia ke sini untuk mencoba menyelamatkan bayinya."Andrew sontak tertegun, dia tidak menyangka Wina hamil. Dia refleks melirik botol obat itu."Oh, gitu ...."Jodie
Wina berkeringat dingin karena demam, rambutnya yang hitam sampai basah kuyup seolah-olah dia baru saja ditarik keluar dari laut.Sara merasa sangat sedih melihat Wina yang seperti ini. Dia mengesampingkan rambut Wina yang menempel di dahinya, lalu menyeka dahi Wina dengan handuk.Sudah dua bulan lebih berlalu semenjak Wina meninggalkan surat dan menghilang dalam semalam. Wina bahkan ingkar janji dan itu membuat Sara merasa marah sekaligus khawatir.Setiap kali Sara merasa cemas atau khawatir, perutnya pasti terasa sakit. Selama dua bulan ini, Sara yang sedang hamil menghabiskan waktunya di tempat tidur atau dengan menangis.Sara bahkan sudah bersiap untuk yang terburuk, tetapi dia tetap menolak untuk percaya. Wina 'kan sudah pernah menemui ajal, jadi tidak mungkin sesial itu, bukan?Untung saja Jodie kembali dan memberitahunya bahwa Wina masih hidup, begitu pula dengan Jihan. Hanya saja mereka sedang mengalami sedikit bahaya. Barulah setelah itu Sara bisa tidur nyenyak.Dia tahu ada m
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je