Dalam mimpinya, Wina melihat Jihan yang mendorongnya menjauh, lalu berbalik dan memeluk Winata.Wina sontak tertegun dan bergegas mendekat, tetapi Jihan memelototinya."Aku sudah menceraikanmu, kenapa kamu masih menghantuiku?"Wina menatap Jihan yang jauh lebih tinggi daripadanya dengan tidak percaya."Kita ... sudah bercerai?"Jihan tidak menjawab, dia memeluk Winata erat-erat dan memperlakukan wanita itu dengan penuh kasih sayang.Lama sekali Wina hanya tertegun sebelum akhirnya mengambil satu langkah maju.Wina hendak memisahkan mereka, tetapi Jihan tiba-tiba menundukkan kepalanya dan mencium Winata.Begitu melihat bibir mereka bersentuhan, dunia Wina serasa runtuh.Dia menahan rasa sakit yang menghujam jantungnya, lalu membuka matanya perlahan.Saat melihat langit-langit kamar berwarna putih, Wina menyadari bahwa dia baru saja mimpi buruk melihat Jihan mencium orang lain.Di saat Wina sedang merasa lega karena itu hanya mimpi, barulah dia menyadari bahwa dia sedang berbaring di ata
Jodie menggelengkan kepalanya."Aku meminta ayahku untuk mengawasi pulau terpencil itu."Mereka dibawa pergi dari pulau terpencil itu dan diantar kembali ke sana setelah permainan selesai.Jodie menduga bahwa apabila Wina bisa keluar, dia juga akan muncul di sana.Itu sebabnya begitu dia sadar, dia langsung meminta Reynaldi untuk menyuruh orang berjaga di pulau terpencil itu demi menemukan Wina.Hasil memang tidak mengkhianati kerja keras. Tidak lama kemudian, Reynaldi menemukan Wina di pantai pulau terpencil itu."Tapi, ayahku bilang kamu basah kuyup waktu dia menemukanmu. Kamu pasti habis terjatuh ke dalam laut.""Ayahku nggak tahu siapa yang menarikmu keluar, yang jelas orang itu jugalah yang menyelamatkanmu."Itu sebabnya anak dalam kandungan Wina juga ikut selamat.Wina merasa agak kaget dengan informasi ini.Saat itu, tidak ada orang lain di dekatnya. Itu berarti hanya Haris seorang yang bisa menyelamatkannya tepat waktu.Apa jangan-jangan hati nurani Haris merasa bersalah, itu s
Lama sekali Jodie hanya diam menatap Wina yang terlihat sedih sampai-sampai Wina pikir Jodie tidak akan menjawab pertanyaan itu lagi."Nggak ada yang namanya kegagalan. Setiap orang punya prinsip dan pendirian masing-masing.""Ya juga, sih."Walaupun Wina mengiakan, dia tetap memandang ke jendela dengan sorot tatapan yang terlihat begitu kesepian. Melihatnya saja sudah membuat Jodie merasa begitu sedih.Dia tahu betapa dalamnya rasa cinta Wina untuk Jihan, jadi kata-kata "sehidup semati" itu hanyalah ungkapan amarah Wina.Jodie bisa memahami perasaan Wina, jadi dia tidak mengatakan apa pun yang tidak perlu dan duduk menemani Wina dalam diam.Setelah terdiam beberapa saat, Wina seolah teringat sesuatu. Dia menoleh menatap Jodie yang duduk di sampingnya."Waktu itu kamu mengatakan sesuatu padaku, tapi aku nggak bisa membaca gerakan bibirmu karena terhalang darah."Wina pun menatap Jodie sambil memegang gelas air."Kamu bilang apa waktu itu?"Jodie sontak tertegun, ujung telinganya mulai
Jodie mengikuti pandangan Andrew dan menatap Wina yang sedang tertidur, lalu bertanya dengan suara pelan."Buat apa mencarinya?"Jodie memperhatikan Andrew yang melangkah memasuki kamar rawat."Dia mengambil alih proyek kakekku, tapi ada yang salah dengan desain yang dia kirimkan. Aku menemuinya untuk memintanya menggambar ulang."Andrew menjawab, lalu memalingkan pandangannya dari Jodie ke Wina yang sedang tidur dengan posisi miring. Sorot tatapan Andrew terlihat misterius."Kebetulan aku habis menjenguk kerabatku di kamar sebelah. Saat melihatnya di sini, aku memberanikan diri untuk masuk menemuinya. Dia kenapa?"Jodie tahu bahwa Wina adalah seorang arsitek, jadi dia tidak terlalu curiga dengan apa yang dikatakan Andrew. Namun, tetap saja dia tidak akan membocorkan sembarang hal."Dia lagi hamil, tapi tubuhnya nggak kuat. Dia ke sini untuk mencoba menyelamatkan bayinya."Andrew sontak tertegun, dia tidak menyangka Wina hamil. Dia refleks melirik botol obat itu."Oh, gitu ...."Jodie
Wina berkeringat dingin karena demam, rambutnya yang hitam sampai basah kuyup seolah-olah dia baru saja ditarik keluar dari laut.Sara merasa sangat sedih melihat Wina yang seperti ini. Dia mengesampingkan rambut Wina yang menempel di dahinya, lalu menyeka dahi Wina dengan handuk.Sudah dua bulan lebih berlalu semenjak Wina meninggalkan surat dan menghilang dalam semalam. Wina bahkan ingkar janji dan itu membuat Sara merasa marah sekaligus khawatir.Setiap kali Sara merasa cemas atau khawatir, perutnya pasti terasa sakit. Selama dua bulan ini, Sara yang sedang hamil menghabiskan waktunya di tempat tidur atau dengan menangis.Sara bahkan sudah bersiap untuk yang terburuk, tetapi dia tetap menolak untuk percaya. Wina 'kan sudah pernah menemui ajal, jadi tidak mungkin sesial itu, bukan?Untung saja Jodie kembali dan memberitahunya bahwa Wina masih hidup, begitu pula dengan Jihan. Hanya saja mereka sedang mengalami sedikit bahaya. Barulah setelah itu Sara bisa tidur nyenyak.Dia tahu ada m
Wina mengangguk dan setelah terdiam cukup lama, akhirnya dia menceritakan pada Sara apa yang terjadi di Medan Hitam.Setelah Sara mendengarnya, dia tertegun beberapa saat. Lalu dia menyentuh wajah kurus Wina dengan sedih."Sabar ya, kamu sudah menderita."Hanya kalimat ini yang terucap dari mulutnya. Dia tidak membujuk Wina atau bicara mewakili Jihan, tetapi ucapannya ini sudah mewakili semuanya.Wina ingin menggeleng dan berkata dia tidak menderita, tetapi semua rasa sakit di hatinya seketika menyembur keluar karena ucapan Sara."Sara.""Aku di sini."Wina mengulurkan tangan, meraih tangan Sara di wajahnya, memegangnya erat-erat dan memeluknya."Sebenarnya aku nggak baik-baik saja, sakit banget."Sara tentu tahu Wina tidak baik-baik saja. Dia sudah mengambil risiko untuk mencari suaminya, tetapi setelah ketemu tiba-tiba diceraikan. Wanita mana yang akan baik-baik saja setelah diperlakukan seperti ini?Sara yang bersimpati pada Wina pun mengulurkan tangannya yang lain untuk menangkup p
Wina tentu juga bisa melihat memar di wajahnya."Aku minta maaf karena sudah membuat kalian berdua khawatir.""Kami nggak khawatir kok. Cuma kayaknya Paman Rudi yang menua deh."Alta hanya ingin menenangkan Wina, tetapi karena ucapannya ini, Daris jadi harus angkat bicara."Dia memang sudah tua."Daris sengaja cari masalah. Alta sangat marah, dia mengepalkan tangan dan memelototinya.Namun di depan Wina, mereka berdua tidak mungkin berkelahi.Wina tidak tahu keduanya bertengkar. Jadi dia cuma minta maaf lagi kepada mereka.Keduanya buru-buru melambaikan tangan dan berkata mereka paham situasi Wina.Setelah mereka berbasa-basi, Jefri pun bertanya ke inti masalah."Kak Wina, gimana kondisi Kak Jihan? Apa dia terluka?"Barusan Jefri juga sudah bertanya pada Jodie, tetapi mulutnya tertutup rapat, dia tetap bungkam.Jefri sangat kesal dan ingin sekali menghajarnya, tetapi setelah mengingat jasanya yang sudah menemani Wina mencari Jihan, Jefri pun menahan diri.Wina tahu mereka semua peduli
Wina terkejut saat melihat Andrew.Wina tidak mengerti bagaimana Andrew bisa mengenalnya dan kenapa pria ini datang mencarinya?Apa Andrew mengenalinya setelah Wina yang dulu menyamar menjadi Vera dan pergi ke rumah mereka untuk mendiskusikan proyek?"Barusan 'kan aku sudah bilang dia sedang nggak sehat dan nggak punya tenaga untuk mengerjakan proyek? Kenapa Tuan Muda Andrew masih di sini?"Jodie melirik Andrew dengan kesal.Andrew tidak menganggap serius kesombongan Jodie dan hanya tersenyum pada Wina."Bisa bicara? Nona Wina?"Wina menyingkirkan spekulasi di benaknya dan mengangguk."Ya."Andrew pun menatap yang lainnya."Aku mau bicara denganmu sendirian."Tepat saat Jodie hendak bereaksi, dia mendengar Wina bicara."Jefri, tolong bawa Sara ke ruang tunggu untuk istirahat."Jefri merasa Andrew cukup aneh. Jelas-jelas Wina tidak pernah tatap muka dengan Andrew, bagaimana pria ini bisa mendatanginya sendirian?Meski ragu, Jefri cukup patuh. Dia membantu Sara berdiri, menggandeng lenga