Wina pun perlahan menengadah menatap Jihan yang tetap diam sambil menyodorkan surat itu. Wina membuka bibirnya hendak mengatakan sesuatu, tetapi berulang kali tersedak dan suaranya enggan keluar.Matanya menjadi berkaca-kaca dan akhirnya berubah menjadi air mata. Air mata Wina itu menetes membasahi surat cerai itu sekaligus membuat mata Jihan berkaca-kaca.Rasanya Jihan hampir tidak berani melihat ke arah Wina. Setelah menyerahkan surat cerai itu ke tangan Wina, Jihan segera berbalik badan dan berdiri membelakangi istrinya. Suaranya terdengar agak gemetar, tetapi tersembunyi oleh nada bicaranya yang dingin. "Tanda tangan."Wina menengadah menatap Jihan yang selama ini selalu melindunginya. Karena rasa cinta Wina lebih besar, dia sama sekali tidak marah dan malah meraih lengan baju Jihan sebagai isyarat meminta suaminya untuk berbalik badan.Setelah Jihan berbalik menghadapnya lagi, Wina pun menunjuk ke layar di pintu kehidupan sambil berkata, "Tadi kamu menyuruhku pergi, tapi aku terus
Padahal Wina sudah berujar dengan jujur, tetapi Jihan malah mendorongnya menjauh. Wina merasa gagal. Dia pun bertanya sambil tersenyum dengan pilu, "Apa alasannya? Kamu pasti punya alasan sehingga ingkar janji, 'kan?"Winata memeluk erat lengan Jihan dan menyandarkan kepalanya di lengan pria itu. "Nggak bisa lihat kalau sekarang dia sudah memilihku?""Apanya yang memilihmu kalau dia saja sangat membencimu?" cibir Wina. "Kalau kamu mau membunuhku, bunuh saja aku. Nggak usah membuat Jihan ataupun aku merasa jijik."Winata juga tidak merasa kesal. Dia malah mengelus perutnya dengan tangannya yang putih mulus. "Dulu dia memang membenciku, tapi dia bilang 'kan kalau sekarang berbeda dengan yang sudah-sudah? Itu karena aku sedang hamil anaknya, jadi dia harus tanggung jawab ...."Tubuh Wina langsung menegang. Sekujur tubuhnya terasa dingin. Keyakinannya bahwa Jihan terpaksa melindunginya mendadak runtuh.Wina mengalihkan pandangannya yang tidak percaya dari wajah Winata yang tersenyum penuh
Sorot tatapan Wina tampak lebih dingin dari sebelumnya, dia terlihat begitu kecewa dengan Jihan.Jihan menyadari bahwa selama dia mengangguk, itu berarti dia akan kehilangan Wina selamanya dan tidak mungkin bisa mendapatkan wanita itu kembali.Karena Jihan sudah pernah menyakiti Wina dengan cara yang sama dan butuh waktu bertahun-tahun bagi mereka untuk bisa kembali bersama.Jika Jihan kembali mengulanginya, dengan sifat Wina saat ini, Wina pasti tidak akan memberi Jihan kesempatan kedua. Terserah Jihan mau beralasan apa.Jihan sangat tidak rela melepaskan Wina, dia takut Wina akan hidup bersama pria lain. Namun, jika dibandingkan dengan nyawa Wina dan anak mereka, Wina pergi meninggalkannya terasa tidak masalah.Jadi, Jihan perlahan merilekskan kepalan tangannya dan mengangguk.Wina tidak tahu harus bagaimana mendeskripsikan perasaannya terhadap jawaban Jihan. Dia hanya tersenyum tipis.Jika Jihan menjawab itu karena dia sedang mabuk, mungkin Wina akan percaya Jihan memang khilaf. Nam
Jihan berdiri diam, lalu merobek surat cerai itu dengan kaku. Dia mengenyahkan semua rasa tidak rela yang terpancar dari tatapannya dan menatap Winata."Aku sudah bersedia meladeni aktingmu untuk menyakitinya, memaksanya menandatangani surat cerai dan membuatnya keluar dari Medan Hitam."Winata tidak menghentikan Jihan merobek surat cerai itu, toh dia sudah dapat tontonan yang bagus. Bagaimanapun juga, dia ingin Jihan menjalani kehidupan yang lebih buruk dari kematian dan membuat Wina merasa ditinggalkan. Winata tidak ambil pusing Jihan mau merobek surat cerai itu atau tidak.Winata pun melepaskan tangannya dan hendak menepuk dada Jihan, tetapi Jihan langsung menghindar bahkan sebelum ujung jari Winata menyentuhnya.Tangan Winata membeku selama dua detik, lalu dia membelai ujung jarinya sambil berkata, "Alastor sudah membukanya waktu Wina masuk."Alastor yang Winata maksud adalah Tuan Alastor, si 2-8. Dia sedang duduk di ruang pemrograman di area atas sambil memegang pengontrol cip dan
"1-2 memintaku untuk memasukkan cip ke dalam otaknya, 1-2 juga memintanya untuk menjadi pengundang. 1-2 menyukai keterampilan dan kemampuannya, dia bahkan bisa diam-diam meretas program dan merebut otoritas dari 1-1. Karena kepalanya nggak langsung diledakkan, itu berarti dia masih ada gunanya untuk 1-2."Setelah Winata menjelaskan, dia bangkit berdiri dan memeluk pinggang Tuan Alastor sambil berkata dengan manja."Alastor, 1-2 cuma memberiku izin selama setengah jam. Kita nggak boleh memutuskan sendiri atau itu sama saja menantang otoritasnya. Bawa saja dia ke ruang isolasi, biar 1-2 yang menghukum dirinya sendiri."Tuan Alastor pun perlahan menjauhkan jarinya dari tombol peledak, lalu berbalik memeluk pinggang Winata."Kalau kita biarkan dia hidup, gimana seandainya 1-2 menggunakannya kembali suatu hari nanti dan dia memanfaatkan kekuatan 1-2 untuk membunuh kita?""Kamu lupa, ya, kita masih punya kartu truf paling mujarab? Kalau 1-2 menggunakannya, identitasnya akan terungkap dan dia
Wina keluar dari pintu kehidupan dalam keadaan tidak sadar. Begitu siuman, dia sudah terbaring di pulau terpencil tempat dia dijemput untuk ke Medan Hitam. Kopernya tergeletak di sampingnya, secarik kertas bertuliskan alamat pengambilan bonus berada di atas koper itu.Pihak Arom akan meletakkan uang tunai di lokasi yang sudah ditentukan, lalu meminta pemenang permainan untuk pergi ke sana. Arom sengaja menggunakan metode ini agar tidak ada yang bisa menyelidiki soal mereka.Wina memasukkan alamat itu ke dalam kopernya, lalu bangkit berdiri. Dia awalnya berniat ke pantai untuk melihat apakah ada kapal yang bisa dia gunakan di sana, tetapi ternyata malah bertemu dengan kenalan yang paling tidak ingin dia lihat.Karena ulah putrinya, sekarang Haris menjadi pemimpin pria berbaju hitam dari Medan Hitam. Dia berdiri di tepi pantai bersama para bawahannya sambil melambaikan tangannya ke arah Wina."Sudah lama nggak ketemu, Nona Wina."Begitu melihat Haris, Wina langsung tahu pria itu berniat
Wina langsung menepiskan tangan Haris dengan jijik."Dia juga sudah meninggal gara-gara kamu."Veransa mati kelaparan di jalanan Britton, sementara Vera harus tinggal di daerah kumuh dan Wina harus menjadi yatim piatu. Haris-lah yang memulai kehidupan menyedihkan mereka.Di sisi lain, Haris malah membesarkan Winata menjadi seorang gadis yang bermartabat dan berpendidikan tinggi. Haris membukakan jalan bagi Winata untuk hidup enak, dia selalu menyediakan makanan dan pakaian yang cukup untuk Winata. Winata tidak akan pernah tahu rasanya hidup mengemis seperti Vera, apalagi menjalani hidup yang selalu berada di ujung tanduk seperti Wina."Dia ... juga sudah tiada?"Setelah tersadar dari keterkejutannya, Haris pun menggenggam tangan Wina lagi. "Dia 'kan selamat, kenapa bisa meninggal? Apa yang terjadi kepadanya?""Nggak usah pura-pura peduli dengan mereka," sahut Wina sambil menepiskan tangan Haris lagi dengan jijik. "Jawab saja pertanyaanku. Kenapa waktu itu kamu membantu Angela?"Wina ta
Seketika, Haris jadi malu. Winata menyadari ada yang tidak beres dengan ayahnya dan langsung bertanya, "Ayah kesirep apa sama dia sampai Ayah memohon untuknya?"Haris ini orang yang akan mengabulkan apa pun permintaan Winata. Bahkan jika Winata meminta bintang di langit, ayahnya ini akan cari cara untuk mengabulkannya tanpa peduli aral melintang apa pun yang harus dilewatinya. Kenapa sekarang ayahnya berubah 180 derajat dan memohon demi wanita jalang itu?"Ayah, jangan-jangan dia menggunakan kecantikannya untuk merayumu? Dasar wanita nggak tahu malu!""Nggaklah! Ayah sudah tua, mana mungkin masih berpikiran kayak gitu. Lagi pula, seumur hidup ini aku hanya akan mencintai ibumu seorang."Kalimat terakhir Haris membuat Wina mendengus dingin. Konyol, pria ini masih punya muka bicara seperti itu? Dia 'kan sudah menggunakan harta ibu Wina untuk menghidupi Winata dan ibunya. Pria ini bahkan pada akhirnya bersumpah di hadapannya betapa dalamnya cintanya dengan wanita simpanannya itu.Haris te