Jihan berdiri diam sambil mendengarkan hitungan mundur yang terus berdetak di kepalanya.Setelah tengkoraknya dibuka, sebuah cip ditanamkan di otaknya untuk memantau lokasi dan ucapannya.Dia baru saja mengubah program ronde kesembilan, meretas program yang telah ditetapkan oleh 1-1 dan memperoleh otoritas.Namun, saat Jihan muncul di sini dan angkat bicara, 1-2 sudah tahu Jihan mengotak-atik pemrograman di area permainan.Sekarang, 1-2 tidak langsung meledakkan kepalanya dan hanya mengirimkan hitungan mundur lima menit untuk memberi Jihan kesempatan.Jihan tidak bisa berbasa-basi, dia harus kembali dalam waktu lima menit atau otaknya akan meledak dan dia akan mati.Jihan melihat garis merah yang mengarah ke belakang kepala Wina, lalu sontak merilekskan kepalan tangannya.Dia menggendong Wina dan membawanya ke depan pintu kehidupan, lalu memegang bahu Wina agar wanita itu tidak bergerak."Aku nggak bisa pulang untuk sementara waktu. Tolong cepat pergi dan jangan menemuiku lagi. Ini san
Jihan sontak menoleh dengan dingin sambil menatap Winata yang berjalan perlahan dengan sepatu hak tingginya. Di belakangnya, ada Tuan Alastor memegang pengontrol dan sekelompok pria berbaju hitam melindungi mereka berdua ....Jihan menatap pengontrol di tangan Tuan Alastor dengan tajam. 1-2 memiliki kesan yang baik terhadap Tuan Alastor karena pria itu memiliki daftar nama anggota Organisasi Shallon sehingga memercayakan pengontrol cip otak Jihan kepada Tuan Alastor.Jika Jihan membunuh Winata, Tuan Alastor akan menggunakan pengontrol untuk mengendalikannya. Jika dia membunuh Tuan Alastor, 1-2 akan mengaktifkan program cip yang membuatnya kesakitan dan membuatnya menyerah.Tidak masalah siapa yang mengontrol cip otaknya. Sekarang, 1-2 juga telah memberi Winata kuasa untuk menentukan apakah Wina bisa pergi atau tidak. Nyawa Wina ada di tangan Winata.Jihan pun menatap Winata dengan dingin."Di mana konsol untuk meretas akses?"Konsol yang baru saja dia gunakan tidak berguna. Jihan harus
Wina pun perlahan menengadah menatap Jihan yang tetap diam sambil menyodorkan surat itu. Wina membuka bibirnya hendak mengatakan sesuatu, tetapi berulang kali tersedak dan suaranya enggan keluar.Matanya menjadi berkaca-kaca dan akhirnya berubah menjadi air mata. Air mata Wina itu menetes membasahi surat cerai itu sekaligus membuat mata Jihan berkaca-kaca.Rasanya Jihan hampir tidak berani melihat ke arah Wina. Setelah menyerahkan surat cerai itu ke tangan Wina, Jihan segera berbalik badan dan berdiri membelakangi istrinya. Suaranya terdengar agak gemetar, tetapi tersembunyi oleh nada bicaranya yang dingin. "Tanda tangan."Wina menengadah menatap Jihan yang selama ini selalu melindunginya. Karena rasa cinta Wina lebih besar, dia sama sekali tidak marah dan malah meraih lengan baju Jihan sebagai isyarat meminta suaminya untuk berbalik badan.Setelah Jihan berbalik menghadapnya lagi, Wina pun menunjuk ke layar di pintu kehidupan sambil berkata, "Tadi kamu menyuruhku pergi, tapi aku terus
Padahal Wina sudah berujar dengan jujur, tetapi Jihan malah mendorongnya menjauh. Wina merasa gagal. Dia pun bertanya sambil tersenyum dengan pilu, "Apa alasannya? Kamu pasti punya alasan sehingga ingkar janji, 'kan?"Winata memeluk erat lengan Jihan dan menyandarkan kepalanya di lengan pria itu. "Nggak bisa lihat kalau sekarang dia sudah memilihku?""Apanya yang memilihmu kalau dia saja sangat membencimu?" cibir Wina. "Kalau kamu mau membunuhku, bunuh saja aku. Nggak usah membuat Jihan ataupun aku merasa jijik."Winata juga tidak merasa kesal. Dia malah mengelus perutnya dengan tangannya yang putih mulus. "Dulu dia memang membenciku, tapi dia bilang 'kan kalau sekarang berbeda dengan yang sudah-sudah? Itu karena aku sedang hamil anaknya, jadi dia harus tanggung jawab ...."Tubuh Wina langsung menegang. Sekujur tubuhnya terasa dingin. Keyakinannya bahwa Jihan terpaksa melindunginya mendadak runtuh.Wina mengalihkan pandangannya yang tidak percaya dari wajah Winata yang tersenyum penuh
Sorot tatapan Wina tampak lebih dingin dari sebelumnya, dia terlihat begitu kecewa dengan Jihan.Jihan menyadari bahwa selama dia mengangguk, itu berarti dia akan kehilangan Wina selamanya dan tidak mungkin bisa mendapatkan wanita itu kembali.Karena Jihan sudah pernah menyakiti Wina dengan cara yang sama dan butuh waktu bertahun-tahun bagi mereka untuk bisa kembali bersama.Jika Jihan kembali mengulanginya, dengan sifat Wina saat ini, Wina pasti tidak akan memberi Jihan kesempatan kedua. Terserah Jihan mau beralasan apa.Jihan sangat tidak rela melepaskan Wina, dia takut Wina akan hidup bersama pria lain. Namun, jika dibandingkan dengan nyawa Wina dan anak mereka, Wina pergi meninggalkannya terasa tidak masalah.Jadi, Jihan perlahan merilekskan kepalan tangannya dan mengangguk.Wina tidak tahu harus bagaimana mendeskripsikan perasaannya terhadap jawaban Jihan. Dia hanya tersenyum tipis.Jika Jihan menjawab itu karena dia sedang mabuk, mungkin Wina akan percaya Jihan memang khilaf. Nam
Jihan berdiri diam, lalu merobek surat cerai itu dengan kaku. Dia mengenyahkan semua rasa tidak rela yang terpancar dari tatapannya dan menatap Winata."Aku sudah bersedia meladeni aktingmu untuk menyakitinya, memaksanya menandatangani surat cerai dan membuatnya keluar dari Medan Hitam."Winata tidak menghentikan Jihan merobek surat cerai itu, toh dia sudah dapat tontonan yang bagus. Bagaimanapun juga, dia ingin Jihan menjalani kehidupan yang lebih buruk dari kematian dan membuat Wina merasa ditinggalkan. Winata tidak ambil pusing Jihan mau merobek surat cerai itu atau tidak.Winata pun melepaskan tangannya dan hendak menepuk dada Jihan, tetapi Jihan langsung menghindar bahkan sebelum ujung jari Winata menyentuhnya.Tangan Winata membeku selama dua detik, lalu dia membelai ujung jarinya sambil berkata, "Alastor sudah membukanya waktu Wina masuk."Alastor yang Winata maksud adalah Tuan Alastor, si 2-8. Dia sedang duduk di ruang pemrograman di area atas sambil memegang pengontrol cip dan
"1-2 memintaku untuk memasukkan cip ke dalam otaknya, 1-2 juga memintanya untuk menjadi pengundang. 1-2 menyukai keterampilan dan kemampuannya, dia bahkan bisa diam-diam meretas program dan merebut otoritas dari 1-1. Karena kepalanya nggak langsung diledakkan, itu berarti dia masih ada gunanya untuk 1-2."Setelah Winata menjelaskan, dia bangkit berdiri dan memeluk pinggang Tuan Alastor sambil berkata dengan manja."Alastor, 1-2 cuma memberiku izin selama setengah jam. Kita nggak boleh memutuskan sendiri atau itu sama saja menantang otoritasnya. Bawa saja dia ke ruang isolasi, biar 1-2 yang menghukum dirinya sendiri."Tuan Alastor pun perlahan menjauhkan jarinya dari tombol peledak, lalu berbalik memeluk pinggang Winata."Kalau kita biarkan dia hidup, gimana seandainya 1-2 menggunakannya kembali suatu hari nanti dan dia memanfaatkan kekuatan 1-2 untuk membunuh kita?""Kamu lupa, ya, kita masih punya kartu truf paling mujarab? Kalau 1-2 menggunakannya, identitasnya akan terungkap dan dia
Wina keluar dari pintu kehidupan dalam keadaan tidak sadar. Begitu siuman, dia sudah terbaring di pulau terpencil tempat dia dijemput untuk ke Medan Hitam. Kopernya tergeletak di sampingnya, secarik kertas bertuliskan alamat pengambilan bonus berada di atas koper itu.Pihak Arom akan meletakkan uang tunai di lokasi yang sudah ditentukan, lalu meminta pemenang permainan untuk pergi ke sana. Arom sengaja menggunakan metode ini agar tidak ada yang bisa menyelidiki soal mereka.Wina memasukkan alamat itu ke dalam kopernya, lalu bangkit berdiri. Dia awalnya berniat ke pantai untuk melihat apakah ada kapal yang bisa dia gunakan di sana, tetapi ternyata malah bertemu dengan kenalan yang paling tidak ingin dia lihat.Karena ulah putrinya, sekarang Haris menjadi pemimpin pria berbaju hitam dari Medan Hitam. Dia berdiri di tepi pantai bersama para bawahannya sambil melambaikan tangannya ke arah Wina."Sudah lama nggak ketemu, Nona Wina."Begitu melihat Haris, Wina langsung tahu pria itu berniat
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je