Penjelasan Jodie membuat bulu kuduk di sekujur punggung Wina meremang. Tubuhnya bahkan terasa dingin, wajahnya juga seketika memucat. Meskipun Tuan Alastor dan yang lainnya belum mengetahui identitas mereka, tetap saja mereka berada dalam bahaya. Selain itu ....Wina menenangkan diri, lalu menepikan mobilnya dan bertanya kepada Jodie, "Tadi kamu bilang Medan Hitam memanfaatkan Jihan untuk memancingku, 'kan?"Jodie mengangguk. "Memangnya kenapa?""Jihan pernah memberitahuku kalau Tuan Alastor dan Winata punya daftar nama anggota Organisasi Shallon," kata Wina sambil perlahan mengepalkan tangannya. "Winata sendiri punya dendam pribadi denganku sebelumnya. Apa mungkin dialah yang memancingku?"Jodie tahu apa yang terjadi antara Winata dan Jihan dulu, tetapi .... "Apa kamu bisa menyingkirkannya? Bagaimana kalau memang dia yang memancingmu? Apa kamu masih berani untuk ke sana?"Wina tidak peduli dia dalam bahaya atau tidak. Yang dia pedulikan hanyalah Jihan. "Kalau Jihan belum mati dan aku
Jodie terkejut dengan kuatnya tekad Wina yang terpancar dari sorot tatapan wanita itu. Baru pada saat inilah Jodie menyadari betapa dalamnya cinta Wina kepada Jihan sampai-sampai Wina tidak peduli dengan nyawanya sendiri.Bagi Wina, Jihan adalah fajar. Jika fajar itu tidak datang menyingsing keesokan hari sesuai kesepakatan, maka Wina memilih untuk berhenti di senja kemarin.Bagi Jihan dan Wina, sehidup semati bukanlah kata-kata belaka.Menyadari hal ini membuat Jodie untuk pertama kalinya merasa bahwa dia tidak mungkin bisa menang dari Jihan. Karena sedari awal, Jodie sudah kalah dari Jihan.Akan tetapi, Wina berhasil meluluhkan perasaan Jodie yang beku dan membuka pintu hatinya. Itu berarti Jodie juga harus berusaha untuk membuka pintu hatinya. Jika tidak, punya hak apa dia mengatakan suka pada Wina?Wina tidak tahu apa yang ada dalam benak Jodie, jadi dia berkata, "Tuan Muda Jodie, lebih baik kamu nggak usah ikut. Walaupun kamu bilang Arom itu sangat menjunjung tinggi aturan, tetap
"Kamu ini orang Arom yang membius para pemain, 'kan!"Bentakan Jodie membuat anak perempuan yang tidak mengerti apa pun itu sontak menjadi sangat ketakutan, dia langsung menangis dan menjerit dengan kencang."Huhuhu! Kakek! Kakek, ada paman aneh di sini! Cepat tolong aku!"Begitu mendengar tangisan cucunya, seorang lelaki tua yang baru saja selesai menurunkan barang dan sedang duduk di tepi dermaga sambil merokok bersama teman-temannya sontak menoleh. Saat melihat cucunya diangkat ke tengah udara, lelaki tua itu langsung bangkit berdiri dan bergegas menghampiri."Hei, cepat lepaskan cucuku atau kuhajar kamu sampai mampus!"Begitu melihat lelaki tua itu berlari menghampiri sambil membawa peralatan bongkar muat, diikuti oleh beberapa lelaki tua lainnya, Wina segera merenggut anak perempuan itu dari Jodie. Dia meletakkan anak perempuan itu di atas jalan, lalu memberikan setumpuk uang tunai kepada lelaki tua itu.Setelah menghibur rakyat jelata yang dimanfaatkan itu, Wina pun memelototi Jo
Lampu putih berbentuk strip dinyalakan dan menerangi seluruh ruangan yang tampak kosong, sekaligus menyinari wajah Wina yang bening.Wina yang terbangun oleh cahaya dan bunyi elektronik pun perlahan membuka matanya. Yang dilihatnya hanyalah langit-langit putih tak berujung, dinding putih dan lantai putih.Cahaya putih yang sangat menyilaukan menyeruak dari celah di langit-langit. Wina refleks mengangkat tangannya untuk mengadang cahaya dan mendengar bunyi borgol berderak. Wina refleks menoleh dan melihat Jodie yang berbaring di sampingnya.Saat melihat mata Jodie yang terpejam, ingatan Wina perlahan berputar kembali. Setelah Jodie meledek Medan Hitam, mereka tiba-tiba pingsan. Karena sekarang mereka ada di sebuah ruangan kosong, itu berarti mereka sudah tiba di tempat tujuan.Jika menilik situasi saat ini, sepertinya bawahan Jodie tidak berhasil membereskan orang-orang Medan Hitam seperti yang diharapkan. Namun, Wina tidak ambil pusing dengan sesuatu yang dia tahu mustahil. Dia mendoro
Akan tetapi, Jodie yang masih setengah sadar itu tampak seperti orang bodoh di mata Wina.Wina berusaha untuk tetap sabar, lalu membantu menggeledah jas Jodie untuk menemukan kunci borgol.Wina mencari di bagian dalam maupun luar jas, tetapi tidak ada kunci apa-apa. Rasanya jantung Wina seperti berhenti berdetak selama sepersekian detik."Jangan bilang kamu nggak bawa kuncinya?""Enak saja!"Jodie mengernyit dan memeriksa setiap jengkal jasnya lagi, tetapi tetap tidak ada kunci apa-apa di sana."Pasti orang dari Arom mengambil kunciku!"Jodie pun mengepalkan tangannya dengan marah. "Dasar bajingan! Lebih baik nggak ketemu atau akan kubunuh mereka semua satu per satu!""Mereka saja membawa koperku ke sini, mana mungkin mereka mengambil kuncimu?" tanya Wina sambil mengernyit."Apa?"Jodie refleks menatap Wina dengan kaget.Wina pun mengedikkan dagunya ke arah Jodie sambil berkata, "Tuh, di sana."Jodie mengikuti arah yang Wina tunjuk dan melihat sebuah koper di sudut."Kamu boleh bawa ko
Ada roda gigi pada slot masuk konsol yang polanya cocok dengan gerigi di tepi daun emas.Wina dan Jodie menyadari bahwa pola gerigi di setiap daun emas ternyata berbeda, inilah yang membedakan konsol satu dengan yang lain.Jodie menyentuh konsol itu dan memperhatikan sekeliling. Setelah memastikan tidak ada yang aneh, barulah dia mengangguk ke arah Wina.Wina mengeluarkan daun emasnya dan mengikuti instruksi yang tertera, lalu memasukkan daun emasnya ke slot masuk konsol.Roda gigi pun mulai berputar, lalu suara terkomputerisasi terdengar lagi."Identitas berhasil dikonfirmasi. Kode pengundang: no. 7 dari Grup 2. Nama kode baru pemain: Cross."Setelah itu, daun emas milik Wina dikeluarkan dari dalam konsol. Wina mengambilnya dan mengamatinya, tulisan "Cross" sudah terukir di bagian depan daun emas itu dan ada angka 2-7 yang berukuran kecil di sampingnya.Dengan kata lain, orang yang mengundangnya ke sini memiliki kode 2-7 di Medan Hitam. Pemain yang diundang diberikan kode nama baru be
Mereka menunggu dalam diam selama sepuluh menit. Tiba-tiba, dinding di sebelah konsol terpisah dari sisi kiri dan kanan, menunjukkan lingkungan luar Arom di hadapan mereka."Pemain yang memilih untuk menyerah silakan keluar."Begitu melihat pintu terbuka, Wina dan Jodie pun berjalan beberapa langkah ke depan dengan kompak. Tepat saat mereka hendak keluar ruangan, tiba-tiba ada dua garis merah diarahkan ke dahi mereka."Pemain yang tidak memilih untuk menyerah harap kembali ke dalam ruangan atau akan langsung ditembak."Jantung Wina sontak terasa berhenti berdetak selama sepersekian detik, dia segera menarik Jodie mundur selangkah."Sepertinya mereka sedang memantau kita."Jodie mengikuti arah garis merah itu dan melihat ke dinding yang memesona seperti gunung yang tertutup salju di kejauhan. Tidak jelas dari arah mana pengawasan dilakukan karena posisinya yang terlalu jauh. Yang jelas, begitu mereka sampai di tempat ini, mereka selalu diawasi dengan ketat."Habis ini, kamu harus berhat
Para pria berbaju hitam di belakang layar itu pun terdiam, mereka menatap posisi 2-9."Tuan Kesem ....""Orang-orang Tuan Keempat bertanggung jawab atas Kamar 9."Pria berbaju hitam dari Grup 1 hendak mengatakan bahwa Tuan Kesembilan dari Grup 2 hilang ketika seorang wanita tiba-tiba menyelanya.Wanita itu jelas ingin melindungi 2-9 dan dengan sengaja menyerahkan tanggung jawab pada Tuan Keempat.Tuan keempat tidak mengatakan apa-apa, dia hanya menatap si wanita dengan dingin.Karena pemimpin Grup 1 tetap diam, tentu saja anggota lainnya juga tetap diam."Tuan Keempat, tolong suruh bawahanmu untuk segera ke ruang isolasi dan diselidiki!"Begitu suara terkomputerisasi itu lenyap, Tuan Keempat pun menurunkan kakinya yang semula dilipat. Dia bangkit berdiri, lalu berjalan turun dari kursinya yang diletakkan di tempat tinggi. Dia berhenti sejenak saat melewati posisi 2-7.Auranya terasa cukup mengintimidasi, tetapi si wanita di posisi 2-7 melipat tangannya di depan dada dan menatap lurus k
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je