Jodie merasa dia sudah salah memilih, jadi dia menundukkan kepalanya dan meminta maaf kepada Wina dengan suara pelan."Maaf."Wina hendak menjawab, tetapi saat melihat mata Jodie, Wina sontak teringat pada Jihan.Setiap kali Jihan melakukan kesalahan, dia juga akan meminta maaf dengan suara pelan.Pada akhirnya, Wina tidak mengatakan apa pun. Dia hanya melirik Jodie dan terus menatap konsol."Sekarang, silakan para pemain pergi ke area yang telah dipilih."Setelah suara terkomputerisasi itu lenyap, pintu kembali terbuka. Kali ini yang terlihat bukanlah pemandangan sebelumnya, melainkan tangga yang mengarah ke atas.Cahaya putih terpancar dari puncak tangga setinggi empat lantai, rasanya seperti pintu masuk ke surga."Para pemain harap datang ke area yang sudah dipilih dalam waktu satu menit.""Mereka yang tidak datang tepat waktu akan ditembak.""Sekali lagi, mereka yang tidak datang tepat waktu akan ditembak.""Hitung mundur dimulai. 60, 59, 58 ...."Wina dan Jodie tidak punya waktu u
Setelah para pemain memilih posisinya masing-masing, suara terkomputerisasi kembali terdengar."Silakan setiap pemain memasukkan kartu undangan masing-masing ke konsol untuk konfirmasi identitas."Dua celah kecil pun muncul di atas permukaan meja, beserta dengan konsolnya. Jodie menatap konsol itu, dia tidak ingin memasukkan daun emasnya."Harap para pemain melakukan konfirmasi identitas dalam waktu lima detik. Mereka yang gagal akan ditembak."Seenaknya saja mengancam main tembak.Jodie bergumam dengan kesal di dalam hati, lalu mengeluarkan daun emas itu dan memasukkannya ke dalam konsol."Konfirmasi pemain atas nama Moron berhasil.""Pfft!"Si pria dengan bekas luka di sebelah sontak tertawa terbahak-bahak."Hahaha! Kamu habis menyinggung orang yang mengundangmu, ya? Masa kamu dikasih kode nama yang artinya bodoh? Itu sih terlalu blak-blakkan!"Jodie mengepalkan tangannya dan menatap si pria dengan bekas luka yang sibuk tertawa terpingkal-pingkal itu."Diam!"Pria dengan bekas luka i
Berbanding terbalik dengan para penonton yang aman di lantai atas, para pemain yang berkumpul di area bawah yang dikenal sebagai "Area Permainan dari Neraka" sedang mengamati tombol angka 1-4 demi menyelamatkan satu tangan masing-masing.Suara hitungan mundur membuat mereka semua berkeringat dingin, tetapi tidak ada yang berani memulai.Semua orang memperhatikan para pemain di area lain, mereka ingin tahu apakah pemain pertama yang membuat pilihan akan berakhir dengan lengannya diputus oleh robot pesawat warna hijau seperti di video.Semua orang merasa agak takut, kecuali pemain yang tadi menggoda Wina. Dia lebih tidak sabaran dibandingkan dengan yang lain, jadi setelah menonton selama beberapa saat, dia langsung menekan tombol angka 3.Tepat pada saat itu, keempat kotak persegi hitam pun terbuka secara serempak. Ternyata apel itu hanya berada di kotak no. 1."Sialan!"Begitu pria itu mengumpat, dua tulisan besar "Pintu Kematian" pun muncul di pintu merah di seberangnya .Lengan robot
Saat kedua lengan robot itu hendak meraih Jodie, pria dengan bekas luka itu berujar lagi dengan suara pelan, "Cepat bergerak zig-zag seperti ular!"Jodie sekarang benar-benar percaya pada pria dengan bekas luka itu. Dia menyeret Wina berlari keluar dari area permainan dengan cepat sambil bergerak meliuk-liuk seperti ular.Lengan robot itu tidak hanya diprogram untuk bergerak lurus, tetapi juga berputar. Gerakan Jodie yang ke kiri dan ke kanan membuat lengan robot itu terus memanjang dan berputar.Robot pesawat warna hijau jelas diprogram hanya akan menarik tangannya kembali ke balik pintu setelah memutuskan satu tangan pemain. Jika tidak, robot pesawat warna hijau akan terus mengejar pemain hingga mendapatkan satu tangan mereka.Sialnya adalah Wina. Karena tangannya dan Jodie diborgol, jadi nasib mereka terpaut. Jodie memang kuat berlari, tetapi fisik Wina lebih lemah. Setelah berlari beberapa saat, tenaganya langsung habis.Wina awalnya berencana menggunakan pisau baja si robot pesawa
Tuan Keempat hanya tersenyum menanggapi lontaran pertanyaan itu."Seingatku, 1-2 yang menentukan aturan permainan. Maksud kalian, 1-2 berbuat curang dengan membocorkan aturan permainan kepadaku sehingga aku bisa menyelundupkan Scar untuk merebut hasil taruhan kalian?"Orang-orang berbaju hitam yang sedang mengawasi Tuan Keempat pun sontak tutup mulut.1-1 sampai 1-3 adalah tiga orang pendiri Arom. Untuk memastikan keadilan pada saat taruhan, 1-2 yang bertanggung jawab atas aturan di setiap area permainan. Aturannya juga selalu berubah setiap set permainan dimulai. Hanya 1-2 yang tahu setiap aturan permainannya, semua orang sisanya di belakang layar tidak tahu. Mempertanyakan Tuan Keempat sama saja dengan mempertanyakan 1-2."Kalian tahu betul bahwa aku ini cuma bertanggung jawab untuk menjemput para undangan dan memantau ruang pemain. Area permainan bukan di bawah kendaliku. Jangan sembarangan bicara, jangan sampai kalian merusak reputasi 1-2."Setelah berkata seperti itu, Tuan Keempat
Namun, Tuan Keempat juga tidak peduli. Karena sekarang 2-9 sudah menunjukkan wajah aslinya kepadanya, itu berarti mereka berada di pihak yang sama.Tuan Keempat pun mengetukkan puntung rokoknya ke asbak dengan lembut."Sampai satu ronde terakhir hingga dia keluar dengan selamat.""Dia" yang Tuan Keempat maksud adalah Jodie, bukan Wina.Jari Tuan Kesembilan berhenti bergerak sesaat, lalu akhirnya mengetuk-ngetuk di atas meja lagi."Apa boleh akses pengawasan ruang pemain diberikan kepadaku?"Para pengundang di balik layar ini tidak bisa sembarangan memeriksa pengawasan ruang pemain. Mereka hanya bisa melihatnya di area pengawasan saat awal permainan, sementara akses di waktu-waktu lainnya akan ditutup."1-2 sudah membunuh programmer yang jadi kambing hitammu."Pernyataan itu menyiratkan penolakan. Tuan Kesembilan mengerti, dia pun berhenti bicara.Tuan Keempat membuang puntung rokoknya, lalu melepaskan topengnya.Setelah itu, dia menyalakan rokok lagi dan mengisapnya dalam-dalam di depa
Kembali ke area permainan. Setelah memasuki pintu kehidupan dan kematian, para pemain dibawa ke tempat berbeda sesuai dengan hadiah dan hukuman permainan.Mereka yang memilih hadiah uang dan yang memasuki pintu kematian dibawa langsung ke kamar, sementara mereka yang memilih pacuan kuda dikirim ke arena pacuan kuda.Meskipun Jodie masuk pintu kematian, dia tetap terhitung selamat pada ronde permainan ini sehingga dia bisa mengikuti Wina ke pintu kehidupan. Bagaimanapun juga, permainan sudah berakhir. Para pemain pintu kematian juga sudah diberikan hukuman yang sepantasnya mereka terima sesuai dengan aturan.Sekembalinya ke kamar, mereka lagi-lagi berada dalam lingkungan yang membingungkan. Hanya ada tembok tinggi di sekeliling mereka. Mereka awalnya ingin berkomunikasi dengan pria dengan bekas luka dari Kamar 10 itu, tetapi mereka tidak bisa melewati tembok tebal ini.Wina dan Jodie duduk di tepi tempat tidur sambil terdiam menatap borgol di pergelangan tangan mereka. Beberapa saat kem
Sentuhan hangat dengan Wina membuat wajah Jodie sontak memerah, bahkan telinganya saja ikut memerah.Selama ini, Jodie selalu menahan perasaannya kepada Wina. Namun, kecupannya di telinga Wina tadi membuat kendalinya agak terlepas.Jantung Jodie berdebar dengan kencang, tetapi dia harus mati-matian berusaha menahannya karena Wina sudah punya suami dan sedang mengandung.Jodie mengepalkan tangannya dengan erat sambil menatap Wina yang mengernyit dan memelototinya. "Aku nggak bermaksud begitu."Wina juga tahu Jodie tidak sengaja, tetapi dia tetap memelototi pria itu. "Hati-hati."Jodie mengiakan, lalu menarik selimut untuk menutupi kepala mereka."Kamu ngapain sih?"Wina berusaha menyibakkan selimut itu, tetapi Jodie menurunkan tangan Wina sambil berkata, "Kita lagi diawasi."Wina yang berada di balik selimut pun menunduk menatap tangan Jodie yang memegangnya. "Kamu mau bilang apa?""Menurutku, Jihan masih hidup," bisik Jodie sambil bergerak mendekat.Suaranya begitu pelan sampai-sampai