"Kamu ini orang Arom yang membius para pemain, 'kan!"Bentakan Jodie membuat anak perempuan yang tidak mengerti apa pun itu sontak menjadi sangat ketakutan, dia langsung menangis dan menjerit dengan kencang."Huhuhu! Kakek! Kakek, ada paman aneh di sini! Cepat tolong aku!"Begitu mendengar tangisan cucunya, seorang lelaki tua yang baru saja selesai menurunkan barang dan sedang duduk di tepi dermaga sambil merokok bersama teman-temannya sontak menoleh. Saat melihat cucunya diangkat ke tengah udara, lelaki tua itu langsung bangkit berdiri dan bergegas menghampiri."Hei, cepat lepaskan cucuku atau kuhajar kamu sampai mampus!"Begitu melihat lelaki tua itu berlari menghampiri sambil membawa peralatan bongkar muat, diikuti oleh beberapa lelaki tua lainnya, Wina segera merenggut anak perempuan itu dari Jodie. Dia meletakkan anak perempuan itu di atas jalan, lalu memberikan setumpuk uang tunai kepada lelaki tua itu.Setelah menghibur rakyat jelata yang dimanfaatkan itu, Wina pun memelototi Jo
Lampu putih berbentuk strip dinyalakan dan menerangi seluruh ruangan yang tampak kosong, sekaligus menyinari wajah Wina yang bening.Wina yang terbangun oleh cahaya dan bunyi elektronik pun perlahan membuka matanya. Yang dilihatnya hanyalah langit-langit putih tak berujung, dinding putih dan lantai putih.Cahaya putih yang sangat menyilaukan menyeruak dari celah di langit-langit. Wina refleks mengangkat tangannya untuk mengadang cahaya dan mendengar bunyi borgol berderak. Wina refleks menoleh dan melihat Jodie yang berbaring di sampingnya.Saat melihat mata Jodie yang terpejam, ingatan Wina perlahan berputar kembali. Setelah Jodie meledek Medan Hitam, mereka tiba-tiba pingsan. Karena sekarang mereka ada di sebuah ruangan kosong, itu berarti mereka sudah tiba di tempat tujuan.Jika menilik situasi saat ini, sepertinya bawahan Jodie tidak berhasil membereskan orang-orang Medan Hitam seperti yang diharapkan. Namun, Wina tidak ambil pusing dengan sesuatu yang dia tahu mustahil. Dia mendoro
Akan tetapi, Jodie yang masih setengah sadar itu tampak seperti orang bodoh di mata Wina.Wina berusaha untuk tetap sabar, lalu membantu menggeledah jas Jodie untuk menemukan kunci borgol.Wina mencari di bagian dalam maupun luar jas, tetapi tidak ada kunci apa-apa. Rasanya jantung Wina seperti berhenti berdetak selama sepersekian detik."Jangan bilang kamu nggak bawa kuncinya?""Enak saja!"Jodie mengernyit dan memeriksa setiap jengkal jasnya lagi, tetapi tetap tidak ada kunci apa-apa di sana."Pasti orang dari Arom mengambil kunciku!"Jodie pun mengepalkan tangannya dengan marah. "Dasar bajingan! Lebih baik nggak ketemu atau akan kubunuh mereka semua satu per satu!""Mereka saja membawa koperku ke sini, mana mungkin mereka mengambil kuncimu?" tanya Wina sambil mengernyit."Apa?"Jodie refleks menatap Wina dengan kaget.Wina pun mengedikkan dagunya ke arah Jodie sambil berkata, "Tuh, di sana."Jodie mengikuti arah yang Wina tunjuk dan melihat sebuah koper di sudut."Kamu boleh bawa ko
Ada roda gigi pada slot masuk konsol yang polanya cocok dengan gerigi di tepi daun emas.Wina dan Jodie menyadari bahwa pola gerigi di setiap daun emas ternyata berbeda, inilah yang membedakan konsol satu dengan yang lain.Jodie menyentuh konsol itu dan memperhatikan sekeliling. Setelah memastikan tidak ada yang aneh, barulah dia mengangguk ke arah Wina.Wina mengeluarkan daun emasnya dan mengikuti instruksi yang tertera, lalu memasukkan daun emasnya ke slot masuk konsol.Roda gigi pun mulai berputar, lalu suara terkomputerisasi terdengar lagi."Identitas berhasil dikonfirmasi. Kode pengundang: no. 7 dari Grup 2. Nama kode baru pemain: Cross."Setelah itu, daun emas milik Wina dikeluarkan dari dalam konsol. Wina mengambilnya dan mengamatinya, tulisan "Cross" sudah terukir di bagian depan daun emas itu dan ada angka 2-7 yang berukuran kecil di sampingnya.Dengan kata lain, orang yang mengundangnya ke sini memiliki kode 2-7 di Medan Hitam. Pemain yang diundang diberikan kode nama baru be
Mereka menunggu dalam diam selama sepuluh menit. Tiba-tiba, dinding di sebelah konsol terpisah dari sisi kiri dan kanan, menunjukkan lingkungan luar Arom di hadapan mereka."Pemain yang memilih untuk menyerah silakan keluar."Begitu melihat pintu terbuka, Wina dan Jodie pun berjalan beberapa langkah ke depan dengan kompak. Tepat saat mereka hendak keluar ruangan, tiba-tiba ada dua garis merah diarahkan ke dahi mereka."Pemain yang tidak memilih untuk menyerah harap kembali ke dalam ruangan atau akan langsung ditembak."Jantung Wina sontak terasa berhenti berdetak selama sepersekian detik, dia segera menarik Jodie mundur selangkah."Sepertinya mereka sedang memantau kita."Jodie mengikuti arah garis merah itu dan melihat ke dinding yang memesona seperti gunung yang tertutup salju di kejauhan. Tidak jelas dari arah mana pengawasan dilakukan karena posisinya yang terlalu jauh. Yang jelas, begitu mereka sampai di tempat ini, mereka selalu diawasi dengan ketat."Habis ini, kamu harus berhat
Para pria berbaju hitam di belakang layar itu pun terdiam, mereka menatap posisi 2-9."Tuan Kesem ....""Orang-orang Tuan Keempat bertanggung jawab atas Kamar 9."Pria berbaju hitam dari Grup 1 hendak mengatakan bahwa Tuan Kesembilan dari Grup 2 hilang ketika seorang wanita tiba-tiba menyelanya.Wanita itu jelas ingin melindungi 2-9 dan dengan sengaja menyerahkan tanggung jawab pada Tuan Keempat.Tuan keempat tidak mengatakan apa-apa, dia hanya menatap si wanita dengan dingin.Karena pemimpin Grup 1 tetap diam, tentu saja anggota lainnya juga tetap diam."Tuan Keempat, tolong suruh bawahanmu untuk segera ke ruang isolasi dan diselidiki!"Begitu suara terkomputerisasi itu lenyap, Tuan Keempat pun menurunkan kakinya yang semula dilipat. Dia bangkit berdiri, lalu berjalan turun dari kursinya yang diletakkan di tempat tinggi. Dia berhenti sejenak saat melewati posisi 2-7.Auranya terasa cukup mengintimidasi, tetapi si wanita di posisi 2-7 melipat tangannya di depan dada dan menatap lurus k
Jodie merasa dia sudah salah memilih, jadi dia menundukkan kepalanya dan meminta maaf kepada Wina dengan suara pelan."Maaf."Wina hendak menjawab, tetapi saat melihat mata Jodie, Wina sontak teringat pada Jihan.Setiap kali Jihan melakukan kesalahan, dia juga akan meminta maaf dengan suara pelan.Pada akhirnya, Wina tidak mengatakan apa pun. Dia hanya melirik Jodie dan terus menatap konsol."Sekarang, silakan para pemain pergi ke area yang telah dipilih."Setelah suara terkomputerisasi itu lenyap, pintu kembali terbuka. Kali ini yang terlihat bukanlah pemandangan sebelumnya, melainkan tangga yang mengarah ke atas.Cahaya putih terpancar dari puncak tangga setinggi empat lantai, rasanya seperti pintu masuk ke surga."Para pemain harap datang ke area yang sudah dipilih dalam waktu satu menit.""Mereka yang tidak datang tepat waktu akan ditembak.""Sekali lagi, mereka yang tidak datang tepat waktu akan ditembak.""Hitung mundur dimulai. 60, 59, 58 ...."Wina dan Jodie tidak punya waktu u
Setelah para pemain memilih posisinya masing-masing, suara terkomputerisasi kembali terdengar."Silakan setiap pemain memasukkan kartu undangan masing-masing ke konsol untuk konfirmasi identitas."Dua celah kecil pun muncul di atas permukaan meja, beserta dengan konsolnya. Jodie menatap konsol itu, dia tidak ingin memasukkan daun emasnya."Harap para pemain melakukan konfirmasi identitas dalam waktu lima detik. Mereka yang gagal akan ditembak."Seenaknya saja mengancam main tembak.Jodie bergumam dengan kesal di dalam hati, lalu mengeluarkan daun emas itu dan memasukkannya ke dalam konsol."Konfirmasi pemain atas nama Moron berhasil.""Pfft!"Si pria dengan bekas luka di sebelah sontak tertawa terbahak-bahak."Hahaha! Kamu habis menyinggung orang yang mengundangmu, ya? Masa kamu dikasih kode nama yang artinya bodoh? Itu sih terlalu blak-blakkan!"Jodie mengepalkan tangannya dan menatap si pria dengan bekas luka yang sibuk tertawa terpingkal-pingkal itu."Diam!"Pria dengan bekas luka i