Setibanya di rumah, mata Wina sontak berkaca-kaca saat melihat Sara dan Gisel yang sedang sibuk di dapur.Dia bisa saja pergi menemui Jihan, tetapi ada dua orang yang paling dia khawatirkan di dapur ini.Wina tidak begitu khawatir dengan Sara karena dia sudah menikah dengan Jefri. Sara punya suami yang akan melindunginya dan anak mereka yang akan lahir, tetapi Gisel ....Gisel sudah kehilangan orang tua dan ayah angkatnya. Satu-satunya yang bisa Gisel andalkan hanyalah Wina dan Jihan.Sekarang Jihan sudah tiada, sedangkan Wina mungkin akan segera pergi. Bagaimana dengan gisel?Wina berdiri diam selama beberapa saat, lalu akhirnya berbalik badan dan berjalan naik. Dia mengeluarkan ponselnya untuk mengirim pesan kepada Jeana.Setelah gugatan penculikan anak itu selesai, Jeana sesekali datang menjenguk Gisel. Sepertinya Jeana luluh karena melihat toleransi dan kemurahan hati Wina, serta bagaimana Wina mendidik Gisel.Sama seperti nenek mana pun yang datang mengunjungi cucunya, Jeana pasti
Jodie menghentikan mobil Wina, lalu membuka pintu dan berjalan mendekat. Jodie mengetuk jendela mobil Wina sambil berkata, "Buka pintunya!"Wina pun terpaksa menurunkan jendela dan menatap Jodie di luar sana. "Ada apa, Tuan Muda Jodie?""Cessa nggak percaya Zeno sudah mati dan terus berseru akan mencari Zeno," jawab Jodie sambil mengedikkan dagunya. "Supaya dia menyerah, aku berencana pergi ke Medan Hitam. Kebetulan kamu juga mau ke sana, 'kan? Ayo kita pergi bareng."Wina sontak mematung. Dia tidak menyangka Jodie benar-benar menyadari bahwa dia akan pergi ke Medan Hitam, bahkan sampai mengajaknya pergi bersama.Setelah pulih dari keterkejutannya, Wina pun melirik ke arah Jodie yang bertubuh besar. "Zeno dan yang lainnya saja nggak bisa kabur walaupun mereka sehebat itu. Kalau kamu yang lemah dan sakit-sakitan ini ke sana, takutnya ....""Kalau aku lemah dan sakit-sakitan, masa kamu lebih kuat daripadaku?" sela Jodie dengan dingin.Kekuatan fisik Jodie dan Wina itu mirip, bisa-bisanya
"Tuan Muda Jodie, aku bukan pergi buat bermain. Aku itu mau mencari suamiku," bantah Wina tidak setuju."Kamu mencari suamimu dan aku mau mencari adik iparku. Apa masalahnya?" balas Jodie sambil menatap Wina dengan angkuh.Wina sontak terdiam, Jodie pun bertanya lagi, "Aku tahu kondisi Medan Hitam, tapi memangnya kamu tahu?"Wina takut Vian tahu dia berniat pergi ke Medan Hitam, jadi Wina tidak bertanya secara rinci. "Aku cuma tahu alamatnya.""Kok kamu bisa tahu alamat Medan Hitam?" tanya Jodie dengan ekspresi yang menegang.Wina berpikir sejenak, lalu memutuskan untuk memercayai Jodie. Dia mengeluarkan daun emas dan catatan itu, lalu menyerahkannya kepada Jodie. "Aku sebenarnya nggak tahu alamatnya, tapi ada seorang anak perempuan yang memberiku dua barang ini hari ini."Jodie melihat sekilas catatan itu, lalu mengambil daun emas dan mengamatinya. "Daun emas ini adalah kartu undangan dari Medan Hitam. Huruf A di belakangnya adalah kode nama Medan Hitam, disebut Arom."Jodie pun kemba
Yang kedua adalah tentang kondisi Arom. Jodie mengatakan bahwa Arom sangat tersembunyi dan tidak semua orang bisa masuk. Hanya mereka yang mendapatkan undangan dari Arom dan mendapatkan alamat yang Arom tentukan yang bisa pergi.Tentu saja siapa pun yang diundang oleh Arom berhak untuk tidak pergi, tetapi masih ada beberapa penjudi kaya yang ke sana karena penasaran. Menurut Jodie, orang yang sudah mencapai level kekayaan tertentu akan mulai merasa bosan dengan hidupnya. Mereka merasa hanya bisa mendapatkan kesenangan dengan menantang bahaya seperti ini. Sementara bagi orang yang benar-benar miskin, mereka baru bisa dipuaskan dengan uang yang tidak ada habisnya.Anggota Organisasi Shallon menyamar karena Arom tahu bahwa sebagian besar anggota organisasi berasal dari keluarga kaya raya. Mereka bahkan mengirimkan kartu undangan ke banyak anak keluarga kaya raya itu secara acak demi menemukan anggota organisasi. Mereka yang menerima undangan diperbolehkan pergi ke lokasi yang ditentukan k
Penjelasan Jodie membuat bulu kuduk di sekujur punggung Wina meremang. Tubuhnya bahkan terasa dingin, wajahnya juga seketika memucat. Meskipun Tuan Alastor dan yang lainnya belum mengetahui identitas mereka, tetap saja mereka berada dalam bahaya. Selain itu ....Wina menenangkan diri, lalu menepikan mobilnya dan bertanya kepada Jodie, "Tadi kamu bilang Medan Hitam memanfaatkan Jihan untuk memancingku, 'kan?"Jodie mengangguk. "Memangnya kenapa?""Jihan pernah memberitahuku kalau Tuan Alastor dan Winata punya daftar nama anggota Organisasi Shallon," kata Wina sambil perlahan mengepalkan tangannya. "Winata sendiri punya dendam pribadi denganku sebelumnya. Apa mungkin dialah yang memancingku?"Jodie tahu apa yang terjadi antara Winata dan Jihan dulu, tetapi .... "Apa kamu bisa menyingkirkannya? Bagaimana kalau memang dia yang memancingmu? Apa kamu masih berani untuk ke sana?"Wina tidak peduli dia dalam bahaya atau tidak. Yang dia pedulikan hanyalah Jihan. "Kalau Jihan belum mati dan aku
Jodie terkejut dengan kuatnya tekad Wina yang terpancar dari sorot tatapan wanita itu. Baru pada saat inilah Jodie menyadari betapa dalamnya cinta Wina kepada Jihan sampai-sampai Wina tidak peduli dengan nyawanya sendiri.Bagi Wina, Jihan adalah fajar. Jika fajar itu tidak datang menyingsing keesokan hari sesuai kesepakatan, maka Wina memilih untuk berhenti di senja kemarin.Bagi Jihan dan Wina, sehidup semati bukanlah kata-kata belaka.Menyadari hal ini membuat Jodie untuk pertama kalinya merasa bahwa dia tidak mungkin bisa menang dari Jihan. Karena sedari awal, Jodie sudah kalah dari Jihan.Akan tetapi, Wina berhasil meluluhkan perasaan Jodie yang beku dan membuka pintu hatinya. Itu berarti Jodie juga harus berusaha untuk membuka pintu hatinya. Jika tidak, punya hak apa dia mengatakan suka pada Wina?Wina tidak tahu apa yang ada dalam benak Jodie, jadi dia berkata, "Tuan Muda Jodie, lebih baik kamu nggak usah ikut. Walaupun kamu bilang Arom itu sangat menjunjung tinggi aturan, tetap
"Kamu ini orang Arom yang membius para pemain, 'kan!"Bentakan Jodie membuat anak perempuan yang tidak mengerti apa pun itu sontak menjadi sangat ketakutan, dia langsung menangis dan menjerit dengan kencang."Huhuhu! Kakek! Kakek, ada paman aneh di sini! Cepat tolong aku!"Begitu mendengar tangisan cucunya, seorang lelaki tua yang baru saja selesai menurunkan barang dan sedang duduk di tepi dermaga sambil merokok bersama teman-temannya sontak menoleh. Saat melihat cucunya diangkat ke tengah udara, lelaki tua itu langsung bangkit berdiri dan bergegas menghampiri."Hei, cepat lepaskan cucuku atau kuhajar kamu sampai mampus!"Begitu melihat lelaki tua itu berlari menghampiri sambil membawa peralatan bongkar muat, diikuti oleh beberapa lelaki tua lainnya, Wina segera merenggut anak perempuan itu dari Jodie. Dia meletakkan anak perempuan itu di atas jalan, lalu memberikan setumpuk uang tunai kepada lelaki tua itu.Setelah menghibur rakyat jelata yang dimanfaatkan itu, Wina pun memelototi Jo
Lampu putih berbentuk strip dinyalakan dan menerangi seluruh ruangan yang tampak kosong, sekaligus menyinari wajah Wina yang bening.Wina yang terbangun oleh cahaya dan bunyi elektronik pun perlahan membuka matanya. Yang dilihatnya hanyalah langit-langit putih tak berujung, dinding putih dan lantai putih.Cahaya putih yang sangat menyilaukan menyeruak dari celah di langit-langit. Wina refleks mengangkat tangannya untuk mengadang cahaya dan mendengar bunyi borgol berderak. Wina refleks menoleh dan melihat Jodie yang berbaring di sampingnya.Saat melihat mata Jodie yang terpejam, ingatan Wina perlahan berputar kembali. Setelah Jodie meledek Medan Hitam, mereka tiba-tiba pingsan. Karena sekarang mereka ada di sebuah ruangan kosong, itu berarti mereka sudah tiba di tempat tujuan.Jika menilik situasi saat ini, sepertinya bawahan Jodie tidak berhasil membereskan orang-orang Medan Hitam seperti yang diharapkan. Namun, Wina tidak ambil pusing dengan sesuatu yang dia tahu mustahil. Dia mendoro
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je