Yuno mati. Bahkan satu genggam abu pun tidak tersisa. Seperti embusan angin, melayang dengan ringan ke dunia ini, lalu pergi tanpa sisa. Tanpa membawa pergi apa pun, hanya menghilang begitu saja.Lilia tidak bertanya abu Yuno ditebar di negara mana, di laut mana. Dia hanya diam terpaku sangat lama, menatap batu nisan yang bahkan tidak dipasangi foto itu.Baru setelah hujan turun dan payung Daris menutupinya, perlahan-lahan dia kembali sadar dan berkata kepada Daris, "Ayo pergi ...."Dia kembali ke Aster dan kembali ke kesibukannya seperti biasa. Menyembuhkan orang-orang, sesekali pergi ke bagian pediatri untuk memeriksa anak-anak, dan juga merawat Reo ....Dia tidak berbeda dari sebelumnya. Kecuali ketika larut malam, dia harus minum obat agar bisa tertidur. Namun, dia tidak pernah melihat Yuno dalam mimpinya ....Setiap kali dalam mimpinya, dia menembak. Begitu tembakan itu lepas, dia akan terbangun dari tidurnya dan menatap tangannya dengan pikiran linglung ....Setelah beberapa kali
Lilia sangat ketakutan saat melihat pemandangan ini. Dia membeku di tempat, tidak berani mendekat lagi. Sebaliknya, dia cepat-cepat berbalik dan lari keluar kamar mandi. Dia bahkan tidak berani naik lift dan langsung menuju tangga, berlari sampai ke kantornya.Dia ingin kembali ke kantor untuk beristirahat. Namun, sesampainya di depan pintu, dia melihat Yuno dengan setelan putih, bersandar di dinding dengan tangan terlipat di dada. Melihatnya datang, Yuno memiringkan kepalanya dan mengangkat dagu ke arahnya ...."Dokter Lilia, aku nggak nyangka. Setelah sepuluh tahun nggak ketemu, kamu masih secantik dulu ...."Lilia tiba-tiba menangis. Tubuhnya tersungkur di lantai dan memeluk dirinya erat-erat. Air matanya seperti hujan deras, keluar tanpa henti dari matanya.Siapa yang bisa menyelamatkannya?Tidak ada yang datang untuk menyelamatkan Lilia. Hanya dia yang bisa menyelamatkan dirinya sendiri. Minum obat, minum obat tanpa henti, adalah caranya menyelamatkan dirinya sendiri.Sebagai dokt
Ketika dia merasa hampir sesak napas, ada ketukan tajam di pintu. Menggedor terus menerus tanpa henti.Lilia tidak ingin menjawab, tetapi dia samar-samar mendengar suara cemas Wina ...."Lilia, buka pintunya!"Setelah mengetahui tentang Wela, Wina dan Sara datang mengunjungi Lilia berkali-kali. Namun, Lilia selalu menyuruh mereka pergi dengan alasan "aku baik-baik saja".Lilia bersikap seolah-olah tidak ada yang salah. Dia bekerja dengan normal setiap hari dan pulang tepat waktu untuk beristirahat. Dia tidak berbeda dari hari-hari biasa di masa lalu. Mereka hampir mengira bahkan dia memang baik-baik saja.Namun, entah kenapa Wina tidak bisa tidur malam ini. Hatinya gelisah, memikirkan yang terjadi pada Lilia. Nasib buruknya sungguh luar biasa. Dimanfaatkan kerabatnya sejak kecil, lalu membunuh orang yang dia cintai dengan tangannya sendiri setelah dewasa. Siapa yang bisa tetap kuat melewati hal semacam ini?Dia takut, Lilia cuma pura-pura baik di depan orang, tetapi menelan semua rasa
Wina duduk di dalam mobil dan memandangi vila yang hanya diterangi cahaya kecil. Lilia pasti kesepian. Tanpa kerabat atau pelayan yang bisa menemani. Hanya dirinya seorang diri ....Dia awalnya mengira bahwa bibi yang memperlakukannya dengan sangat baik adalah orang yang paling dekat dengannya. Betapa terpukulnya dia saat menyadari bahwa bibi itu telah memanfaatkannya bahkan sejak kecil ....Dia awalnya mengira bahwa orang yang harus dia benci adalah pria yang memperlakukannya paling buruk. Siapa sangka, pria bernama Yuno itu sebenarnya sangat mencintainya.Dia dihancurkan oleh keluarga terdekatnya, kemudian membunuh pria yang paling mencintainya. Meski masih banyak orang di sekitar yang peduli padanya, bisakah dia merasakan kepedulian itu di bawah rasa putus asa yang begitu besar?Wina menoleh ke arah Jihan dengan cemas. "Sayang, aku ingin membawa Gisel dan Sara menemani Lilia besok. Boleh ya?"Pria itu meraih tangannya dan mengangguk pelan. "Lilia kelihatan agak aneh. Perhatikan kond
Selain Wina dan Sara, Daris dan Dinda juga sering mengunjungi Lilia. Dinda adalah kakak ipar yang sangat baik. Meski sedang hamil, dia sering bolak-balik ke rumah Lilia untuk memasakkan makanan dan mengobrol bersama. Hanya saja, dia berusaha menghindari dari pembicaraan soal anak.Semua orang tahu bahwa rahim Lilia telah diangkat. Sekalipun momen itu sangat membahagiakan, Dinda akan menghindari topik tersebut. Namun, Lilia tidak peduli. Dia sering menyentuh perut Dinda dan mengatakan sesuatu pada anak itu. Yang paling sering dia katakan adalah dia sangat menantikan kelahirannya dan akan memberikan hadiah besar untuknya kelak.Hadiah besar apa? Lilia menulis dalam surat wasiat bahwa semua properti atas namanya akan diberikan kepada anak Daris.Lilia menggunakan jasa pengacara dan memasukkan daftar properti tersebut ke dalam surat wasiat. Setelah dia membuat pengaturan untuk pemakamannya, dia menelepon Wina.Wina sedang menggendong Gisel dan rencananya ingin keluar, sedikit terkejut saat
Dia akhirnya mengumpulkan keberanian untuk tidak masuk. Dia hanya bergerak di sekitar ruang tamu di lantai bawah. Kegiatannya tidak banyak, hanya duduk-duduk di sofa menonton TV bersama Yuno. Saat waktu makan tiba, dia bangkit dan pergi ke dapur, memanaskan daging olahan yang dia bawa.Saat sedang memasak, Yuno berdiri di sampingnya, melipat tangan di depan dada, menyaksikannya dalam diam. Menunggu sampai dia selesai dan membawa makanan ke meja, baru Yuno ikut duduk.Lilia hendak mengambilkan satu potong dan meletakkannya di piring Yuno. "Coba cicipi, enak nggak?"Yuno mengangkat alis tebalnya sejenak, lalu membuka bibirnya, memberi isyarat pada Lilia. "Suapi aku."Setelah Lilia tersenyum sambil menggeleng tak berdaya, dia mengambil sepotong daging dari piringnya dan menyuapi Yuno. Melihatnya makan perlahan, senyum tak berdaya di wajah Lilia berubah menjadi senyum penuh kasih sayang.Meskipun potongan daging itu jatuh menghantam lantai, dia tetap tidak menyadarinya dan lanjut menyuapi
Dia tidak menjawab panggilan video Wina, hanya mengulurkan tangan untuk mematikan suaranya. Seisi ruangan hening dalam sekejap. Dunia terasa begitu sunyi. Hanya terdengar suara burung dan binatang yang beterbangan di luar jendela.Dia merasakan darah di tubuhnya mengalir keluar sedikit demi sedikit. Seolah bisa merasakan sakit yang dialami Yuno saat kematiannya. Bibir pucatnya perlahan tersenyum.Ternyata, menunggu darah mengering sangatlah menyakitkan ....Dia tidak meronta, tetapi merilekskan seluruh tubuhnya, bersandar pada jendela kaca. Matanya yang jernih perlahan bergerak menuju kejauhan, pada laut di luar jendela ....Dari posisi inilah Yuno melihat bahwa dia tidak menoleh ke belakang. Jadi, dia bahkan tidak menulis kata-kata terakhir. Karena Yuno berpikir dia tidak akan kembali. Tidak akan ada yang kembali mengambil tubuhnya.Mata jernih Lilia berangsur-angsur tertutup kabut air. Lilia mendapat sedikit rasa lega dari pandangannya yang mengabur. Sebelum dia berhenti perlahan, ke
Lilia berjanji pada Wina untuk selalu melakukan panggilan video setiap hari. Namun, 29 hari kemudian, panggilannya tidak dijawab sama sekali.Wina memegang ponsel dengan layarnya telah kembali menghitam. Kegelisahan di hatinya berangsur-angsur memuncak. Dia perlahan menyadari ada sesuatu yang tidak beres. Batas waktu satu bulan, sepertinya sesuatu yang ditentukan oleh Yuno ....Dia cepat-cepat meninggalkan ruang kerja dan berlari mencari Jihan. Tepat saat pria itu sedang menjawab sebuah panggilan, dengan ekspresi wajah serius yang belum pernah Wina lihat sebelumnya.Dia tidak berani pergi ke sana, karena takut mendengar kabar buruk. Dia hanya berhenti di tempat dan memandangi sosok tinggi dan tegap itu dengan tenang."Apa pun yang terjadi, jangan berhenti berusaha. Dia harus selamat."Setelah memberikan perintah itu, Jihan menutup telepon, lalu berbalik dan menatap Wina. Dahinya berkerut melihat kegugupan dan ketakutan di mata wanita itu."Apa terjadi sesuatu pada Lilia?"Wina menjejak