Sara: "Wina, kamu harus ingat kita tubuh bersama dan sudah seperti adikku. Kalau kamu menemukan sesuatu yang mencurigakan, kamu harus beri tahu aku. Kalau nggak, sia-sia aku sudah menyayangimu selama bertahun-tahun"Membaca pesan itu, Wina pun tersenyum. Sara percaya padanya dengan sepenuh hati, jadi tidak akan menyalahkannya sudah ceroboh.Wina: "Oke, aku akan menuruti Kak Sara." Setelah mengirim stiker selamat malam, Wina pun meletakkan ponselnya dan pergi tidur dengan tenang.Keesokan hari, sore. Wina dibangunkan oleh belasan panggilan telepon. Wina yang masih setengah sadar mengambil ponselnya dari bawah bantal."Nona Wina, apa kamu sudah bangun?"Wina dengan susah payah membuka matanya ketika mendengar suara Rian yang jelas dan enak didengar."Pak Rian, ada urusan apa?""Apa kamu sudah merasa lebih baik?"Ya." Wina hanya mengiakan.Rian merasa sedikit kecewa mendengar Wina yang begitu dingin. Namun, Rian dengan cepat menyesuaikan suasana hatinya."Nona Wina, Grup Gerad mengadakan
Wina mentertawakan dirinya sendiri, lalu menoleh ke Rian yang sedang mengemudi."Di mana pesta perayaannya akan diadakan?""Hotel Arya."Hotel Arya merupakan hotel termewah di Kota Aster.Grup Gerad mengadakan pesta perayaan untuk merayakan telah memenangkan proyek di Kota Sinoa.Meski proyek itu tidak seberapa, tetapi bagi Grup Gerad, proyek tersebut merupakan dasar untuk perkembangan perusahaan mereka di Kota Aster.Wina mengira Rian akan membawanya langsung ke sana, tetapi malah pergi ke Blue Bay Mal.Toko gaun berkelas yang masih sama, tetapi kali ini Rian membelikan sepuluh set gaun eksklusif untuk Wina, termasuk tas dan perhiasan.Saat melihat kantong-kantong berlabel merek kelas atas ini dimasukkan staf ke bagasi mobil, Wina merasa sakit kepala dan memegang dahinya."Pak Rian, biaya ekspedisi sangat mahal."Rian bersandar di pintu mobil, memiringkan kepala sambil menatapnya dan berkata, "Kali ini, kamu nggak boleh mengembalikannya, atau aku akan membiarkanmu terus menjamuku."Ri
Mengingat kembali masa lalu, mata Wina tiba-tiba berkaca-kaca.Wina takut Rian melihatnya seperti ini, jadi segera menundukkan kepalanya. Dia mengambil gelas susu sarang burung itu dari tangan Rian dan memakannya sesuap-sesuap kecil.Rian memandangi Wina yang sedang makan itu sambil tersenyum.'Kali ini dia nggak menolak makanan pemberianku. Apa berarti dia sebenarnya nggak terlalu membenciku?'Pandangan Rian terus tertuju pada Wina. Seakan dia sedang melihat wanita yang dicintainya. Semakin di memperhatikan Wina, semakin dia terpesona kepada Wina.Setelah Wina menghabiskan makanannya, Rian dengan enggan mengalihkan pandangannya dan mengambil serbet dan menyeka sudut mulut Wina.Meskipun cahaya lampu di ruangan remang-remang, orang-orang yang hadir di sana bisa melihat sikap Rian yang penuh kasih sayang itu.Awalnya, mereka mengira Wina hanyalah pendamping wanita Rian. Mereka tidak menyangka bahwa Wina adalah wanita yang dicintai oleh Rian.Beberapa eksekutif langsung diam-diam merekam
Saat Melihat Emil, jantung Wina seketika seperti berhenti berdetak. Rasa takut dan panik langsung menyerang dirinya."Pak, Pak Emil ...."Raut wajahnya sangat pucat karena ketakutan, bahkan suaranya bergetar.Melihat Wina yang ketakutan itu, Emil sedikit memiringkan kepalanya dan berkata, "Nona Wina, sudah lama nggak bertemu."Seluruh tubuh Wina gemetar, tetapi dia berusaha bersikap tenang dan bertanya, "Pak Emil, kenapa kamu menemuiku di toilet wanita?"Emil tampak tersenyum dan mengangkat matanya sambil berkata, "Bukan apa-apa, aku hanya ingin mengucapkan terima kasih padamu."Selesai berbicara, dia melepas maskernya. Terlihat mulutnya telah dijahit lebih dari belasan jahitan.Melihat tumpukan benang jahitan itu membuat Wina melangkah mundur karena ketakutan.Namun, Emil tidak peduli reaksi Wina, dia mengangkat jarinya dan berkata, "Kemarilah."Wina menggelengkan kepalanya, menolak permintaan Emil. Kemudian, bergegas lari ke toilet di sebelahnya.Sayang sekali, kedua pengawal Emil ya
Saat Wina masih terkejut, Emil tiba-tiba mengabaikan rasa sakit di pahanya, mengangkat kakinya dan menggunakan ujung sepatu untuk mengangkat dagu Wina."Jalang! Aku menjadi seperti ini karena orang-orang yang kamu kirim. Jadi aku harus berterima kasih padamu, 'kan?"Setelah kepalanya diangkat, Wina baru menyadari sorot mata Emil yang dipenuhi dengan kemarahan.Wina sebenarnya ketakutan, tetapi nalarnya membuatnya berpikir bukan waktunya untuk takut. Oleh karena itu, dia menggertakkan gigi dan memaksa dirinya untuk tenang."Pak Emil, apa kamu nggak salah paham? Aku nggak pernah mengirim siapa pun untuk mencelakaimu. Aku nggak kenal orang bertopeng yang kamu bilang itu ...."Sekalipun Emil tetap percaya bahwa Wina mengirim Tuan Malam, Wina tidak akan pernah mengakui bahwa dia mengenal Tuan Malam.Lagi pula, memang bukan Wina yang menyuruh Tuan Malam melakukan hal itu pada Emil. Wina sendiri baru tahu setelah melihat berita pada keesokan harinya.Selain itu, Wina juga merupakan korban."N
'Sakit ....'Sungguh sesak ....'Wina kesakitan sampai kesulitan bernapas.Namun, Emil tidak berniat melepaskannya pergi begitu saja.Emil memerintahkan dua pengawal untuk menekan Wina di wastafel dan memandang mereka dengan senyuman bejat."Satu-satunya penyesalanku adalah aku nggak pernah menidurimu. Tapi bisa melihat secara langsung cukup mengasyikkan juga, 'kan?"Wina merasa kata-kata itu lebih menyakitkan daripada rasa sakit di tubuhnya.Dia bahkan tidak peduli dengan luka di punggungnya dan sekuat tenaga menoleh ke belakang melihat Emil."Pak Emil, aku sungguh nggak tahu siapa pria bertopeng itu. Aku nggak tahu apa maksudmu aku bekerja sama denganmu Pak Wira."Wina tidak akan mengatakan dia kenal Tuan Malam itu. Karena dia tahu bahwa begitu dia mengatakannya, Emil pasti akan menyuruh dua pengawal itu menodainya.Wina tahu Emil menggunakan cara ini untuk memaksanya memberi tahu siapa Tuan Malam. Selama dia tidak memberi tahu, dia masih memiliki peluang untuk kabur.Emil selalu tah
Rian menatap Emil dengan sorot mata yang penuh amarah."Emil, berani-beraninya kamu menyentuh wanitaku! Itu berarti kamu cari mati!"Sambil menggendong Wina, Rian berjalan ke arah Emil dan menendang kursi rodanya.Tangan dan kaki Emil masih belum sembuh total, jadi tidak ada kekuatan. Setelah ditendang seperti itu, dia langsung jatuh tergeletak di lantai dan tidak bisa bergerak.Namun, Emil sama sekali tidak peduli. Dia menoleh, menatap Wina sambil tertawa sinis dan berkata."Wina, kamu sungguh hebat. Bahkan Rian bertekuk lutut padamu. Pantas saja kamu nggak ingin melakukannya denganku."Perkataan itu membuat Rian sangat muak.Seolah-olah seseorang telah mencemari harta karun yang ada di tangannya, membuatnya tiba-tiba menjadi paranoid dan menakutkan.Rian tiba-tiba seperti orang gila, dia menginjak mulut Emil dengan sepatu kulitnya yang berat.Dia mengerahkan seluruh kekuatannya, seolah ingin menghancurkan mulut Emil.Kekejaman yang keluar dari matanya akhirnya membuat Emil merasa tak
"Nggak ada," ujar Wina sambil menggeleng.Dibandingkan dengan luka kepala Rian, Wina merasa luka di punggungnya tidak seberapa."Kamu terluka parah, ayo ke rumah sakit dulu."Melihat tangannya berlumuran darah, Wina teringat kembali pada kecelakaan mobil lima tahun lalu.Hal ini membuat Wina semakin merasa bersalah. 'Dia dua kali terluka parah karena berusaha menyelamatkanku. Kenapa Rian ingin melindungiku seperti ini?'"Ya."Rian mengangguk, menuruti perkataan Wina. Ketika Rian yang menggendong Wina melintasi ruang perjamuan, beberapa pengawal melihat mereka dan segera menghampiri mereka.Melihat Rian terluka parah, mereka menyalahkan diri sendiri dan minta maaf karena tidak melindungi Rian dengan baik.Rian tidak memedulikan hal tersebut, dia hanya memerintah mereka untuk membawa Emil ke kantor polisi, lalu keluar menuju lobi hotel.Pakaian Wina sudah hancur berantakan, tetapi untungnya dia tutupi oleh mantel Rian yang besar.Namun, Wina masih merasa sedikit tidak nyaman karena takut