Saat Melihat Emil, jantung Wina seketika seperti berhenti berdetak. Rasa takut dan panik langsung menyerang dirinya."Pak, Pak Emil ...."Raut wajahnya sangat pucat karena ketakutan, bahkan suaranya bergetar.Melihat Wina yang ketakutan itu, Emil sedikit memiringkan kepalanya dan berkata, "Nona Wina, sudah lama nggak bertemu."Seluruh tubuh Wina gemetar, tetapi dia berusaha bersikap tenang dan bertanya, "Pak Emil, kenapa kamu menemuiku di toilet wanita?"Emil tampak tersenyum dan mengangkat matanya sambil berkata, "Bukan apa-apa, aku hanya ingin mengucapkan terima kasih padamu."Selesai berbicara, dia melepas maskernya. Terlihat mulutnya telah dijahit lebih dari belasan jahitan.Melihat tumpukan benang jahitan itu membuat Wina melangkah mundur karena ketakutan.Namun, Emil tidak peduli reaksi Wina, dia mengangkat jarinya dan berkata, "Kemarilah."Wina menggelengkan kepalanya, menolak permintaan Emil. Kemudian, bergegas lari ke toilet di sebelahnya.Sayang sekali, kedua pengawal Emil ya
Saat Wina masih terkejut, Emil tiba-tiba mengabaikan rasa sakit di pahanya, mengangkat kakinya dan menggunakan ujung sepatu untuk mengangkat dagu Wina."Jalang! Aku menjadi seperti ini karena orang-orang yang kamu kirim. Jadi aku harus berterima kasih padamu, 'kan?"Setelah kepalanya diangkat, Wina baru menyadari sorot mata Emil yang dipenuhi dengan kemarahan.Wina sebenarnya ketakutan, tetapi nalarnya membuatnya berpikir bukan waktunya untuk takut. Oleh karena itu, dia menggertakkan gigi dan memaksa dirinya untuk tenang."Pak Emil, apa kamu nggak salah paham? Aku nggak pernah mengirim siapa pun untuk mencelakaimu. Aku nggak kenal orang bertopeng yang kamu bilang itu ...."Sekalipun Emil tetap percaya bahwa Wina mengirim Tuan Malam, Wina tidak akan pernah mengakui bahwa dia mengenal Tuan Malam.Lagi pula, memang bukan Wina yang menyuruh Tuan Malam melakukan hal itu pada Emil. Wina sendiri baru tahu setelah melihat berita pada keesokan harinya.Selain itu, Wina juga merupakan korban."N
'Sakit ....'Sungguh sesak ....'Wina kesakitan sampai kesulitan bernapas.Namun, Emil tidak berniat melepaskannya pergi begitu saja.Emil memerintahkan dua pengawal untuk menekan Wina di wastafel dan memandang mereka dengan senyuman bejat."Satu-satunya penyesalanku adalah aku nggak pernah menidurimu. Tapi bisa melihat secara langsung cukup mengasyikkan juga, 'kan?"Wina merasa kata-kata itu lebih menyakitkan daripada rasa sakit di tubuhnya.Dia bahkan tidak peduli dengan luka di punggungnya dan sekuat tenaga menoleh ke belakang melihat Emil."Pak Emil, aku sungguh nggak tahu siapa pria bertopeng itu. Aku nggak tahu apa maksudmu aku bekerja sama denganmu Pak Wira."Wina tidak akan mengatakan dia kenal Tuan Malam itu. Karena dia tahu bahwa begitu dia mengatakannya, Emil pasti akan menyuruh dua pengawal itu menodainya.Wina tahu Emil menggunakan cara ini untuk memaksanya memberi tahu siapa Tuan Malam. Selama dia tidak memberi tahu, dia masih memiliki peluang untuk kabur.Emil selalu tah
Rian menatap Emil dengan sorot mata yang penuh amarah."Emil, berani-beraninya kamu menyentuh wanitaku! Itu berarti kamu cari mati!"Sambil menggendong Wina, Rian berjalan ke arah Emil dan menendang kursi rodanya.Tangan dan kaki Emil masih belum sembuh total, jadi tidak ada kekuatan. Setelah ditendang seperti itu, dia langsung jatuh tergeletak di lantai dan tidak bisa bergerak.Namun, Emil sama sekali tidak peduli. Dia menoleh, menatap Wina sambil tertawa sinis dan berkata."Wina, kamu sungguh hebat. Bahkan Rian bertekuk lutut padamu. Pantas saja kamu nggak ingin melakukannya denganku."Perkataan itu membuat Rian sangat muak.Seolah-olah seseorang telah mencemari harta karun yang ada di tangannya, membuatnya tiba-tiba menjadi paranoid dan menakutkan.Rian tiba-tiba seperti orang gila, dia menginjak mulut Emil dengan sepatu kulitnya yang berat.Dia mengerahkan seluruh kekuatannya, seolah ingin menghancurkan mulut Emil.Kekejaman yang keluar dari matanya akhirnya membuat Emil merasa tak
"Nggak ada," ujar Wina sambil menggeleng.Dibandingkan dengan luka kepala Rian, Wina merasa luka di punggungnya tidak seberapa."Kamu terluka parah, ayo ke rumah sakit dulu."Melihat tangannya berlumuran darah, Wina teringat kembali pada kecelakaan mobil lima tahun lalu.Hal ini membuat Wina semakin merasa bersalah. 'Dia dua kali terluka parah karena berusaha menyelamatkanku. Kenapa Rian ingin melindungiku seperti ini?'"Ya."Rian mengangguk, menuruti perkataan Wina. Ketika Rian yang menggendong Wina melintasi ruang perjamuan, beberapa pengawal melihat mereka dan segera menghampiri mereka.Melihat Rian terluka parah, mereka menyalahkan diri sendiri dan minta maaf karena tidak melindungi Rian dengan baik.Rian tidak memedulikan hal tersebut, dia hanya memerintah mereka untuk membawa Emil ke kantor polisi, lalu keluar menuju lobi hotel.Pakaian Wina sudah hancur berantakan, tetapi untungnya dia tutupi oleh mantel Rian yang besar.Namun, Wina masih merasa sedikit tidak nyaman karena takut
Ketika mendengar perkataan Wina itu, sorot mata Jihan semakin dingin.Wina tidak berani menatap Jihan yang seperti itu, jadi segera menoleh dan berkata pada Rian, "Ayo pergi."Ketika Rian mendengar ini, ekspresinya melembut.Dia berpikir tidak peduli apa hubungan mereka, Wina memilihnya saat ini adalah hasil terbaik.Rian menyingkirkan perasaan kacaunya dan memeluk Wina dengan erat. Dia melewati Jihan tanpa mengatakan sepatah kata pun.Jihan menoleh dan menatap Wina, matanya yang suram itu seolah menembus tubuh Wina.Wina dengan cepat menunduk, mencoba menghindari tatapan itu, tetapi Jihan tiba-tiba meraih lengannya.Jihan menggunakan seluruh kekuatannya untuk menarik Wina keluar dari pelukan Rian.Karena ditarik begitu keras, Wina pun terjatuh ke lantai.Area luka di punggungnya bergesekan dengan lantai. Terasa sangat sakit.Wina mengabaikan rasa sakit itu dan segera mengambil kembali mantel yang terlepas dari tubuhnya.Sayangnya, sebelum tangannya menyentuh ujung mantel, mantel itu d
Mendengar kata-kata Wina, tangan Jihan yang berhenti di leher Wina tiba-tiba mencekiknya.Jihan mencekik leher Wina dengan satu tangan dan mengangkatnya dari tanah.Cekikan itu membuat Wina kesulitan bernapas dan jantung Wina mulai terasa sesak dan nyeri.Wina menderita gagal jantung memerlukan oksigen yang cukup, atau dia akan mati.Wina sebelumnya sudah kesulitan bernapas karena rasa sakit di punggungnya itu. Sekarang, ditambah dicekik oleh Jihan.Wina yang mulai merasakan sesak napas, memegang bagian jantungnya dan mati-matian membuka mulutnya untuk menyedot udara masuk.Namun, Jihan tidak memberinya kesempatan, cengkeramannya semakin kuat.Wina mencoba menarik pakaian Jihan dengan tangan yang gemetaran itu, tetapi dia sudah tidak punya kekuatan.Wina hanya bisa menatap Jihan dengan air mata berlinang, berharap Jihan akan berbelas kasih dan melepaskannya.Ketika melihat wajah Wina pucat tidak normal, seperti akan mati, Jihan segera melepaskan tangannya dan Wina pun terjatuh ke lanta
Wina yang masih ada sedikit kesadaran, menggunakan seluruh kekuatannya untuk menoleh ke arah Jihan yang mengemudi dengan cepat."Kamu ... kejarlah tunanganmu ... nggak perlu peduli ... padaku ...."Hanya mengatakan itu saja sudah membuat Wina hampir kehilangan nyawanya.Wina bersandar di kursi, mencoba menghirup udara dari mulutnya, tetapi rasa sesaknya tetap tidak bisa mereda.Jihan mengernyit, meliriknya sejenak, tetapi tidak membalas ucapannya. Dia menaikkan kecepatan mobilnya dan melaju ke rumah sakit.Begitu tiba, Jihan menggendongnya dan berjalan cepat masuk ke rumah sakit. Sambil menatap Jihan, Wina mengulurkan tangan yang lemah itu untuk menarik kemeja putih Jihan."Aku ... nggak ingin ke ... rumah sakit ...."Saat tangan Wina menyentuh kulitnya, Jihan merasakan tangan Wina begitu dingin, seperti orang yang akan meninggal. Hal ini membuat Jihan semakin panik."Dengarkan aku, ya. Ada oksigen di rumah sakit."Setelah menenangkan Wina, Jihan memeluk erat Wina di dalam pelukannya d