Mireya menatap pria yang duduk di kursi dengan pandangan bingung dan cemas. Pria itu memandangnya dengan tatapan dingin, seakan menilai setiap gerakan tubuhnya dengan penasaran.“Siapa kamu?” tanya Mireya, suaranya sedikit gemetar, seolah pertanyaan itu terpaksa keluar dari mulutnya.Pria itu tidak menjawab dengan segera. Hanya ada senyum tipis yang menghiasi bibirnya, senyum yang tidak bisa disamakan dengan kebaikan.Matanya menatap Mireya seperti sedang mengamati benda yang tak terlalu penting. “Kamu tidak bertanya kepada Felix tentang aku?” jawabnya dengan nada datar, tanpa ada keinginan untuk menjelaskan lebih lanjut.Mireya langsung menoleh ke arah Felix yang berdiri tidak jauh darinya. Matanya menyiratkan kebingungan yang sangat jelas, dan tubuhnya bergetar tidak hanya karena ketakutan, tetapi juga karena rasa kecewa yang mulai menyelusup di dalam dadanya."Kakak, siapa orang ini? Apa hubungannya denganku? Kenapa aku dibawa ke hadapan mereka?" suaranya tercekat, dan setiap kata
Mervyn sedang sibuk dengan pekerjaan di kantornya ketika teleponnya berdering, memecah keheningan ruangannya.Dengan cepat, ia mengangkat ponsel dan mendengarkan suara kecil yang terdengar cemas di ujung sana."Papi," suara Marcell terdengar agak terburu-buru. "Mami belum pulang dari perusahaan Paman Julian. Padahal Mami sudah pergi sejak tadi. Seharusnya sudah pulang, tapi sampai sekarang belum ada kabar."Hati Mervyn langsung terjerat rasa cemas tentang Mireya. Biasanya, Mireya akan kembali tepat waktu, atau setidaknya memberi kabar jika ada hal yang mendesak di luar sana.Mervyn menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sebelum berkata, "Tenang, Sayang. Papi akan mencari Mami. Kamu tunggu di rumah, ya?""Baik, Papi!"Setelah menutup telepon, Mervyn tak bisa lagi duduk tenang. Tubuhnya terasa kaku, dan meskipun ia sudah terbiasa menghadapi situasi yang penuh tekanan, kali ini perasaan tak enak menguasainya.Tanpa membuang waktu, Mervyn segera membuka aplikasi pelacakan
Pada akhirnya, Mervyn berhasil mengalahkan dua orang pria yang menghalangi jalannya di depan pintu. Dia pun segera masuk ke dalam gedung itu dengan diikuti oleh anak buahnya di belakang.Sesampainya di dalam, Mervyn mendengar suara dari sebuah ruangan, suara wanita yang sangat dia kenali, terdengar berteriak meminta tolong.Mervyn segera mendobrak pintu ruangan tersebut dan mendapati Mireya yang hampir saja dilecehkan oleh seorang laki-laki, Jack.Untung saja Mervyn cepat datang, sehingga dia dengan cepat menarik kerah kemeja lelaki itu dan membawa Mireya berlindung di belakangnya.“Brengsek!” Jack tidak terima, bergerak maju hendak memukul wajah Mervyn. Namun, Mervyn dengan cepat menghindar, memelintir lengan Jack hingga pria itu meringis kesakitan, lalu mengempaskannya tanpa iba.“Mervyn, awas!” Mireya tidak dapat menahan teriakannya ketika melihat salah satu anak buah Jack muncul dari belakang dan nyaris menyerang Mervyn.Beruntung, Mervyn masih bisa mengatasinya dengan tenang. Lal
“Ibu, izinkan aku menjelaskan semuanya ...” pinta Mireya dengan ekspresi merasa bersalah, tetapi mencoba tetap tenang menghadapi emosi Sarah yang tidak terkontrol.“Memangnya apa lagi yang bisa kamu jelaskan, hah?!” Sarah terkekeh sinis, merasa tidak lagi butuh penjelasan apa pun dari bibir sang menantu.“Tadi aku hampir menjadi korban pemerkosaan, tapi kemudian Mervyn datang menyelamatkanku dan ... pada akhirnya dia ditusuk oleh salah satu anak buah dari pria itu,” ujar Mireya dengan nada gugup yang begitu kental.Mendengar itu, alih-alih iba atau basa-basi menanyakan bagaimana keadaan Mireya, seperti apa kondisi mentalnya, apakah Mireya baik-baik saja dan sebagainya, Sarah justru semakin naik pitam. Matanya jelas menunjukkan amarah yang melimpah.“Kamu tahu, Mireya? Bertemu dengan kamu adalah suatu kesialan terbesar dalam hidup Mervyn!” Sarah berbicara dengan nada tajam dan penuh tekanan di setiap kata yang dia lontarkan.Hati Mireya terasa perih mendengarnya. Sebelum bertemu dengan
Mireya menoleh ke sumber suara, mendapati seseorang yang melangkah semakin dekat ke arahnya.“Julian ...?”“Apa yang kamu lakukan di sini?” Pria itu duduk di samping Mireya tanpa meminta izin, seakan mereka memiliki hubungan yang sudah cukup dekat dan tidak perlu lagi basa-basi.Mireya tidak menjawab. Sebab, dia juga tak tahu harus mengatakan apa.“Mireya, apa kamu menangis?” Melihat sudut mata Mireya yang berair, Julian merasa khawatir. ”Kamu sedang ada masalah, ya?”“Sedikit,” jawab Mireya setengah ragu, membuat Julian mengerutkan kening saat mendengarnya.“Apa ini ada kaitannya dengan Mervyn?” tanya Julian, mencoba menggali informasi lebih dalam.Mireya bimbang, antara harus menjawab jujur atau tidak. Di sisi lain, dia merasa tidak memiliki kepentingan apa pun untuk menceritakan masalahnya kepada Julian—apalagi ini tentang masalah pribadi dalam rumah tangganya.Melihat reaksi Mireya yang hanya diam, Julian tahu bahwa dugaannya memang benar. Dia pun merasa kalau ini merupakan peluan
Mervyn perlahan membuka mata. Cahaya terang dari lampu rumah sakit menyilaukan, tetapi dia masih bisa merasakan udara dingin ruangan yang menyentuh permukaan kulit.Dia mengerjap, mencoba menyesuaikan diri dengan dunia yang tampak kabur di sekitarnya. Perlahan wajah-wajah yang familiar mulai muncul satu per satu.Sarah yang semula duduk di samping ranjang, seketika bangkit saat tahu kalau Mervyn sudah sadar. Lantas dia menghampiri anak lelakinya.“Mervyn, akhirnya kamu sadar juga,” ucapnya dengan wajah antusias. Ada senyum kecil di sudut bibirnya saat melontarkan kalimat itu.Di sebelah Sarah, Lisa duduk dengan wajah penuh kekhawatiran. Matanya tidak bisa lepas dari Mervyn seakan memastikan pria itu baik-baik saja.Mervyn tidak peduli. Dia hanya mengedarkan pandangan ke sekitar, mencari keberadaan Mireya. Matanya menyusuri setiap sudut ruangan.Tidak ada tanda-tanda kehadiran istri dan kedua anaknya di sini. Hanya ada dua wajah yang dia kenal, tetapi tanpa melihat wajah Mireya dan si
“Papi ... sedang dirawat di rumah sakit.” Mireya memutuskan untuk mengungkapkan fakta—meskipun keadaan Mervyn yang sebenarnya jauh lebih buruk dari yang dia ungkapkan. Marcell dan Michelle terdiam seketika. Wajah mereka berubah, mencerminkan kesedihan yang dalam.Mireya bisa melihat betapa khawatirnya mereka, walaupun anak-anak itu masih kecil.Mereka tidak bisa disalahkan jika merasa bingung dan cemas mendengar kabar buruk tentang Mervyn.“Apa Papi sakit parah, Mi?” Suara Michelle terdengar bergetar seiring air mata yang memenuhi pelupuknya.Tidak bisa dipungkiri, gadis kecil itu sangat menyayangi ayahnya. Kabar ini jelas membuatnya merasa takut.Mireya merasakan hatinya semakin sakit saat melihat reaksi anaknya. Namun, dia berusaha tetap tenang.Sebagai seorang ibu, Mireya sadar, dia harus memberikan penjelasan yang bisa menenangkan hati kedua anaknya tanpa membebani lebih banyak.“Papi kecelakaan, sayang,” ucap Mireya, mulai menjelaskan dengan hati-hati. Dia berusaha memilih kata-
“Tidak mau!” Anak-anak itu menggeleng dengan kompak sambil bergerak mundur satu langkah.Mereka menatap Lisa seolah sedang berhadapan dengan penyihir jahat.Lisa sebenarnya cukup tersinggung dan kesal melihat reaksi Marcell dan Michelle. Namun, dia segera menghela napas, mencoba bersikap tenang.“Tidak perlu takut, Sayang!” ujar wanita yang diketahui merupakan mantan tunangan Mervyn tersebut. “Aku tidak akan menyakiti kalian. Sebaliknya, aku akan menjaga kalian lebih baik dari yang bisa dilakukan oleh ibu kalian,” lanjutnya.Mireya mendelik gusar. Dia menangkap adanya niat terselubung di balik perkataan Lisa yang sepertinya sedang berusaha menghasut pikiran kedua anak kembarnya.“Mami adalah yang terbaik bagi kami! Tante hanyalah orang asing. Bagaimana bisa menjadi yang lebih baik dari Mami?!” protes Marcell sambil menggenggam telapak tangan Mireya yang berdiri di sampingnya.“Ya, tentu saja aku bisa.” Lisa terkekeh pelan dengan ekspresi wajah yang tampak menyebalkan di mata kedua ana
Di ruang CEO, Mervyn tampak duduk di kursi putar seraya menatap Rayyan yang berdiri di depan meja kerjanya.“Apa sudah kamu informasikan kepada orang-orang itu mengenai kedatangan istriku hari ini?” tanya sang CEO.Rayyan menjawab, “Sudah, Pak. Persiapannya juga sudah matang.”“Bagus!” Mervyn mengangguk, merasa puas mendengar jawaban asistennya. “Bagaimana dengan hadiah yang aku bicarakan kemarin?”“Hadiahnya juga aman, Pak. Saya sudah menyuruh seseorang untuk memberikan hadiahnya kepada Nyonya, Tuan dan Nona Kecil ketika mereka sampai di rumah.”“Kerja bagus!” puji Mervyn. Rayyan memang selalu dapat diandalkan kapan dan di mana pun dia membutuhkannya.***Beberapa jam setelah melakukan perjalanan, Mireya, Marcell dan Michelle akhirnya tiba di lokasi tujuan.Kedatangan Mireya bersama kedua anaknya di tempat kediaman Mervyn disambut oleh banyak orang yang telah dipekerjakan oleh Mervyn dengan posisi bagian dan tugas yang berbeda-beda.Saat melewati pintu, ada beberapa penjaga yang lang
Mervyn meraih telapak tangan Mireya untuk digenggam. “Kamu tahu, ‘kan, alasan dari kedatangan aku ke sini hanya untuk mengurus project anak perusahaan Grup Jordan?”Mireya mengangguk pelan, tetapi dia mulai bertanya-tanya dalam hati tentang apa yang ingin disampaikan oleh Mervyn.“Dan sekarang urusannya sudah selesai. Aku berencana akan membawa kamu dan anak-anak kembali ke kota A. Apa kamu keberatan?” tanya Mervyn tanpa banyak basa-basi. Sebab, cepat atau lambat dia memang harus bicara jujur pada Mireya.Wajah Mireya berubah murung ketika mendengar ucapan Mervyn.Bagi Mireya, kota A menyimpan banyak kenangan pahit yang telah lama berusaha dia kubur bersama luka-lukanya.Dari sejuta mimpi buruk yang dia miliki di kota tersebut, satu-satunya yang bisa dia syukuri hingga sekarang hanyalah kehadiran anak kembar dalam hidupnya. Sementara sisanya tak lebih dari tumpukan benang yang hanya akan memperparah bongkahan luka di dada.“Maksud kamu, kita akan tinggal di sana?” tanya Mireya dengan
Pertanyaan polos Michelle membuat Mireya gelagapan. Napasnya berhenti sejenak seiring kelopak mata yang terbuka lebar. Dengan cepat dia pun menyembunyikan jejak kemerahan di lehernya menggunakan telapak tangan.“I–ini ....” Mireya mencoba menemukan alasan yang masuk akal.Tapi apa?Tak jauh darinya, Mireya melihat Mervyn sedang berdiam diri di depan pintu toilet sembari menahan tawa. Membuatnya melotot kesal.Bisa-bisanya pria itu tertawa dengan sikap yang begitu tenang, sementara Mireya sedang pusing memikirkan jawaban!Padahal, tanda merah yang Mireya dapatkan jelas-jelas dibuat olehnya!Mireya kembali menatap Michelle. “Elle bisa tanya langsung pada Papi. Karena, Papi lebih tahu,” ucapnya seraya tersenyum lebar.“A–apa?” Mervyn mengerjap. Raut wajahnya berubah datar hanya dalam hitungan detik. “Kenapa harus aku yang jawab?”Mireya tersenyum miring. Merasa puas menyaksikan reaksi sang suami. “Bukankah kamu yang menyebabkan ini terjadi? Jadi, kamu saja yang jawab!” putusnya secara mu
Mervyn dan Mireya terkejut ketika ada yang mengetuk pintu dari luar. Setelah itu, suara imut khas anak kecil mulai terdengar.“Mami, Papi! Acell dan adik boleh buka pintunya, tidak?” tanya Marcell.Sepasang suami dan istri itu tampak kelimpungan. Bagaimana mungkin mereka membiarkan kedua anak itu masuk dalam keadaan tubuh yang tidak mengenakan apa pun?Ah, kecuali Mervyn yang hanya memakai celana panjang.“T–tunggu sebentar! Mami akan membukanya,” sahut Mireya, lalu mengambil pakaian yang berserakan di lantai dan segera mengenakannya.Usai keduanya mengenakan kembali pakaian mereka, Mireya pun berjalan untuk membukakan kunci pintu.“Elle, Acell, ada apa?” tanya Mireya, sementara Mervyn baru saja masuk ke toilet untuk buang air kecil.“Mami ... eum, ada yang ingin kami katakan, tapi kami khawatir Mami akan marah,” ujar Marcell dengan raut wajah terlihat sedikit cemas.Mireya mengernyit. “Bagaimana kalian bisa tahu Mami akan marah atau tidak, sedangkan kalian saja belum mengatakan apa-a
Di atas kasur, Mireya tampak mengenakan selimut tebal yang menutupi seluruh tubuh polosnya.Wanita itu memandang Mervyn yang baru saja memungut celana dan kaos miliknya yang berserakan di lantai, lalu mulai memakainya kembali.Mireya cukup terkejut menerima perlakuan suaminya yang tiba-tiba menjadi begitu liar dan brutal.Dugaan sementara, Mireya menaruh curiga bahwa semua yang dilakukan Mervyn disebabkan oleh rasa cemburu akibat kesalahpahaman antara pria itu, Mireya dan juga Julian.Selesai mengenakan celana panjang berbahan levis, dengan tubuh bagian atas yang masih telanjang, Mervyn naik ke atas kasur untuk kembali mendekati istrinya.Cup!Mervyn mendekap wanita itu seraya mengecup pelipisnya sekilas. “Ingat apa yang tadi kukatakan? Kamu, dan semua yang ada pada dirimu adalah milikku, Mireya. Jangan biarkan orang lain menyentuhnya!”Mireya mengangguk, tetapi perasaannya tidak kunjung lega meskipun dirinya kini sedang ada dalam dekapan hangat sang suami.“Kenapa menatapku begitu, h
Brak!Mervyn membuka pintu kamar, mendapati Mireya yang kini sedang melipat pakaian sembari duduk di tepi kasur bermotif bunga mawar.Wanita itu mendongak saat mendengar derit pintu, lalu bergegas bangkit menghampiri suaminya yang baru pulang ke rumah entah dari mana.“Kamu sudah kembali?” sambut Mireya seraya tersenyum manis.Mervyn, dengan wajah garang serta sorot mata yang menunjukkan amarah, sama sekali tidak menjawab kalimat tanya yang diajukan oleh Mireya.Di sepanjang jalan menuju ke rumah, Mervyn sudah terlalu banyak menahan emosi, dan sekarang kemarahan itu bertambah semakin besar saat dia melihat ekspresi lugu istrinya yang terkesan seakan tidak melakukan kesalahan apa pun di belakangnya.Mireya menyadari ada yang tidak beres dari raut wajah Mervyn. Lantas pada saat dirinya berada di hadapan Mervyn, dia segera mengangkat satu tangan guna menyentuh pipi pria itu.“Mervyn, apa yang terjadi?” tanya Mireya lembut. “Apa kamu baru saja mendapatkan masalah?” tambahnya.Tatapan Merv
Mireya pun menjelaskan kejadian mengenai Felix yang membohonginya dengan mengatakan bahwa Henry, ayah mereka, sedang mengalami kritis di rumah sakit. Namun, ternyata Felix malah membawanya ke tempat asing dan menjadikannya jaminan utang. “Felix?” Mervyn mengerutkan dahi saat mendengar nama yang tak dia kenal. “Siapa dia?” “Dia kakak laki-lakiku. Kami lahir dari ibu yang berbeda, tetapi masih satu ayah,” terang Mireya. “Kalau begitu, artinya dia juga kakaknya Felly?” tebak pria itu. Lantas Mireya mengangguk. “Ya, mereka satu ibu,” tambahnya. Mervyn manggut-manggut paham, lalu terdiam setelahnya. Akan tetapi, isi kepalanya terus bekerja memikirkan sosok Felix yang telah membuat istri kesayangannya hampir menjadi korban pemerkosaan. Mervyn bersumpah, suatu saat Felix pasti akan mendapatkan balasan yang setimpal atas perbuatannya! “Mervyn, kenapa melamun?” Mireya menyentuh sebelah pipi Mervyn dan membuatnya sedikit terkejut. Mervyn menunduk, menatap ke dalam mata cantik ist
“Hey ... apa yang kamu pikirkan?” Mervyn menyelipkan anak rambut Mireya ke belakang telinga wanita itu. “Aku tidak pernah menganggap kamu pembawa sial. Sebaliknya, aku justru merasa lebih bahagia setelah bertemu kembali dengan kamu dan anak-anak. Siapa bilang kalau kamu pembawa sial?”Mireya merasa sedikit lebih lega. Namun, perasaan sedih dan bersalah itu masih belum hilang sepenuhnya dari dalam diri. Melihat kondisi Mervyn yang tidak berdaya seperti saat ini membuatnya sangat sedih.“Mervyn, apa boleh aku menceritakan alasan yang sebenarnya?” tanya Mireya seraya mendongak, menatap mata sang suami dengan lebih serius dan dalam.Cup!Mervyn mengecup pelipis Mireya lekat-lekat. “Ceritakanlah,” balasnya.Mireya menghela napas sejenak. “Sebenarnya ... saat tiba di rumah sakit, aku duduk menunggu kamu di luar ruangan. Aku terus mendoakan untuk keselamatan kamu. Kemudian, tiba-tiba Ibu datang bersama Lisa. Aku menjelaskan pada Ibu mengenai apa yang terjadi dengan kamu, lalu Ibu menyalahkan
Setelah menjalani rawat inap selama hampir satu minggu di rumah sakit, Mervyn akhirnya diperbolehkan pulang oleh dokter hari ini. Akan tetapi, dia tetap membutuhkan banyak istirahat di rumah, supaya proses penyembuhan luka di perutnya lebih cepat selesai.Malam itu, di saat Marcell dan Michelle sedang belajar bersama di kamar mereka, Mireya membuatkan segelas susu hangat untuk Mervyn.Mireya menghampiri Mervyn yang berbaring di atas kasur, meletakkan sejenak gelas di atas meja. Kemudian, membantu Mervyn mengubah posisi menjadi duduk dengan kedua kaki diluruskan serta punggung yang bersandar pada kepala kasur.“Minumlah ...” ucap Mireya sembari menyodorkan kembali susu di dalam gelas berbahan kaca ke arah Mervyn.“Terima kasih,” ucap Mervyn seraya mengambil alih benda itu dan mulai meneguk minumannya pelan-pelan.“Mireya, aku mau tanya sesuatu.” Mervyn meletakkan gelas di atas meja, lalu menatap istrinya dengan serius.“Tanyakan saja,” kata Mireya yang tengah duduk di tepi kasur, menun