Yang setia dari jaman dekil sampai paripurna gini cuma si freckles. Love ya my freckles.
- Adaninggar Khalia Audrey-
******************************
Setiap kali Ning memikirkannya, sedetik itu juga perutnya langsung melilit, mules dan ahh.. sulit sekali dijelaskan dengan kata-kata. Pokoknya Ning belum siap! Tapi disatu sisi Ning tidak mau mengecewakan sahabatnya. Ia adalah tipe orang yang gak enakan. Apalagi saat bibir Indira terus saja sibuk mengoceh, Ning ingat jam 6 sore nanti. Ning... awas loh ya kalau lo ketiduran. Gue gak mau jadi bandar togelmu lagi. 'Ning...tampil paripurna dan dapatkan hatinya, membuat Ning ingin sekali menyumpal bibir sahabatnya yang katanya seksi itu dengan kaos kaki milik Diran yang belum dicucinya selama seminggu.
Sayangnya Diran hari ini lagi izin kerja karena masuk angin.
Indira selalu saja mengagung-agungkan bibir bawahnya yang lebih tebal daripada bagian atas, maka dari itu, ia selalu menyebut dirinya sebagai Angelina Jolie Kw 10.
Ning jadi menyesal menceritakan perihal pertemuannya nanti sore dengan Tama kepada Indira yang berakhir dengan pekikan ringan disertai cubitan manja di lengan Ning yang sakitnya seperti ditusuk jarum dari perempuan chubby itu.
"Lo butuh apa, cantik? Eyeliner? Mascara? Foundation? Atau bulu mata anti badai? Tapi maap-maap aja ya, gue gak punya yang anti baper." Tawar Indira disela-sela kegiatannya mengamati sedimen urin di bawah mikroskop.
Ning masih belum merespon. Fokusnya masih tertuju pada layar komputer. Tangannya sibuk mengetik hasil pemeriksaan urin pasien yang diindikasi mengalami ISK yang diperiksa Indira saat ini.
"Gak usah. Gue mau yang simple-simple aja," ujar Ning saat menekan tombol enter di atas keyboard. Kertas putih yang berisi tulisan berwarna hitam dan beberapa terlihat berwarna merah itu muncul dari printer.
Setelahnya ia memberikan buku besar kepada Indira agar gadis itu mencatat hasil pengamatannya tadi.
Indira menatap wajah sahabatnya itu dengan tatapan datar sebelum menulis.
"Gue tahu elo itu cantik, manis trus ada dimple-dimplenya gitu. Tapi first impression itu perlu kali Ning. Lo gak mau kan dibilang belum mandi atau gadis penyakitan karena wajah lo pucat banget. Gak perlu yang menor-menor kok. Natural aja. Be yourself, Ning.
*********
Perempuan berambut panjang sebahu ini akhirnya mengikuti saran dari sahabatnya. Setelah pulang kerja ia memutuskan untuk mampir di salah satu pusat perbelanjaan yang terkenal di kotanya. Dihiruk pikuknya suasana mall
Ning tidak canggung untuk berkeliling sendiri, mencari beberapa baju, bawahan atau mungkin dress yang akan ia gunakan sore ini.Awalnya ia ingin mengajak Indira, tetapi karena arah rumah Indira dengan mall tidak searah, akhirnya Ning memutuskan untuk tidak mengajak Indira. Ia akan pergi mencari baju sendiri saja. Meskipun nanti akan kesulitan untuk memilih mode atau warna yang sesuai dengan dirinya, toh dia bisa meminta tolong kepada pegawai di pusat perbelanjaan ini kan?
Ia sudah terbiasa melakukan semua hal sendiri. Mungkin kata terbiasa terdengar kurang cocok, lebih tepatnya dipaksakan untuk terbiasa sendiri. Ning kurang yakin kapan awal mulanya ia terbiasa sendiri di tempat ramai, bisa jadi setahun lalu.
Dulu ia kemana-mana selalu minta diantarkan oleh dia si mata teduh itu. Tapi semenjak semua hal yang dia genggam terlepas begitu saja secara tiba-tiba, ritme hidupnya pun mulai berubah.
Tak ada yang bisa ia andalkan selain dirinya sendiri. Meskipun ia memiliki sahabat yang selalu ada untuknya, tapi Ning tidak mungkin menitikberatkan hidupnya pada sahabatnya itu bukan? Sahabatnya pun punya hidup dan dunianya sendiri.
Maka dari itu ia akan melakukan hal bisa ia lakukan sendiri tanpa meminta bantuan kepada siapapun.
Ning sedang sibuk memilih baju di counter baju. Ia senang sekali karena hari ini ada diskon besar-besaran jadi ia tidak perlu gigit jari mengenai anggaran
yang selalu disisihkannya setiap bulan untuk membeli pakaian. Tangan kirinya menenteng keranjang belanjaan yang berisi beberapa setelan celana berbahan denim. Ada juga skort dengan warna-warna monokrom.Tangan kanannya beralih memegang dagu. Ia sedikit bingung memilih baju berwarna biru pastel
atau peach yang digantung di counter baju. Ia sibuk menatap di sekeliling, mencari satu atau dua orang yang free untuk bisa dimintai tolong memilih mana yang pas untuk dia. Namun ternyata nihil. Semua sibuk sendiri. Ning menghela nafasnya."Ada yang bisa dibantu, mbak?"
Seketika raut wajah Ning berubah sumringah ketika ada salah satu pegawai yang sepertinya ngeh dengan kebingungannya saat ini.
"Mbak, minta tolong pilihin baju mana yang cocok buat aku dong."
Pegawai yang kira-kira umurnya sudah mencapai kepala 3 itu memandang ke arah Ning dan baju silih berganti.
"Menurut saya sih mbaknya cocok pakai baju warna peach ini deh, lebih manis."
Ning bersorak lantas bertepuk tangan. "Ih... sepemikiran deh sama mbaknya... makasih yaa mbak." Sambil senyum-senyum Ning menaruh baju itu ke dalam keranjang belanjaanya.
“Kalau pake baju itu, mbaknya kayak gadis Korea yang saya lihat di tv-tv,” Ujar mbak pegawai itu.
Ning kesemsem ketika dipuji. “Mbaknya suka Korea juga?” Iris Ning terbuka lebar.
Dengan senyum sumringah mbak itu berkata, “saya ARMY mbak. Mbak tau ARMY kan?” ujar pegawai itu dengan senyum yang ditutupi oleh tangan kanannya.
Mata Ning berbinar-binar, “Taulah mbak,” ia menepuk pundak mbak pegawai itu. “Saya juga ARMY. Ultimate bias nya maah Taehyung, tapi saya OT7.”
“Saya suka sama Jimin. Ya ampunn kita 95Z dong yaa...”
Setelah berbincang beberapa menit yang tentu saja masih berhubungan dengan BTS, Ning memilih baju berwarna peach atas saran dari pegawai itu lantas menuju kasir lalu membayar dan segera pamit undur diri. Dia tidak ingin mbak pegawai yang Ning ketahui bernama Mila itu disemprot manajernya karena terlalu lama bergosip.
**************************
Ning mematut dirinya di cermin. Mencoba untuk menelisik sekali lagi dandanannya sore ini. Ia sengaja make up se natural mungkin. Mascara ia sapukan dibulu matanya sehalus mungkin. Eyeliner pun hanya ia lukis di ujung matanya. Eyeshadow berwarna peach ia sapukan dikelopak matanya agar terlihat lebih segar.
Sebenarnya ada niatan untuk mewarnai rambut tebalnya itu dengan sedikit highlight berwarna coklat, tetapi Diran bersikeras menolak. Cowok itu berpendapat Ning tidak cocok jika mewarnai rambut, katanya seperti tante-tante. Padahal mah, semua PDKTannya berambut coklat highlight.
Meskipun dibilang mirip tante-tante oleh Diran, Ning tetap ingin mewarnai rambutnya. Ia tidak peduli dengan mulut besar cowok itu.
Mungkin saat shift malam ia akan pergi ke salon langganannya dan meminta mereka untuk mengecat rambutnya ini.
ia mengambil beberapa helaian rambut lalu dibawanya kebelakang dan dijepit. Setelah yakin bahwa penampilannya tidak ada yang kurang satupun, Ning bergegas untuk meninggalkan kamarnya dan berangkat menuju kafe yang sudah mereka janjikan. Tak lupa juga ia menyemprotkan sedikit parfum di leher, di belakang telinga dan di pergelangan tangan.
“Oke!! Perjuangan mencari cintapun dimulai!” Ning mengepalkan tangan dan meninju udara di atas kepalanya.
Aku janji deh gak bakal nakal lagi, kalau nakal nanti aku akan janji lagi-Anonim-*******Sudah hampir sejam Ning menunggu persis kambing congek. Matcha lattenya kini tersisa setengah. Kafe si Bohay yang menjadi tempatnya bertemu dengan Tama pun sudah mulai ramai, padahal tadi sewaktu ia mendaratkan tubuhnya ke sofa empuk berlengan di sudut ruangan yang menghadap arah jendela kafe, tempat ini masih sepi.Pria itu berdalil masih sibuk dengan pekerjaannya dan meminta pada Ning untuk menunggunya setengah jam lagi. Oke fine! Karena sudah terlanjur basah berjanji untuk bertemu, Ning akan menuruti permintaan pria itu.Nyali Ning menciut ketika sepasang manik matanya melihat mobil Nissan march berwarna merah terparkir cantik dan keluarlah pria yang ditunggunya. Meski ini pertama kali mereka bertemu tapi Ning sempat melihat paras pria itu dari profilnya diwhatsapp. Untung saja
Berharap terhadap hubungan yang belum pasti itu, menyesakkan.****************Ning terbangun dengan mata yang masih mengantuk setelah semalam suntuk mengomeli Indira tentang cowok pilihan sahabatnya itu via telepon. Untung saja hari ini ia bekerja shift malam jadi tidak perlu khawatir jika bangun kesiangan.Dengan piyama biru bercorak Doraemon, ia berjalan menuju dapur untuk membasahi tenggorokannya yang terasa kering. Perutnya pun sudah keroncongan minta diisi.“Loh? non sudah bangun, toh?” bik Siti, asisten rumah tangga yang sudah bekerja lebih dari 3 tahun di rumah ini baru saja masuk dari pintu belakang. Sepertinya ia baru selesai dengan pekerjaannya menjemur pakaian. Keranjang berwarna putih masih dipegangnya ketika menyapa Ning yang sedang mengeluarkan sebotol air putih dari kulkas.Ning hanya mengangguk sebagai balasan. Energinya belum terisi
Modus? Ngaca dulu dong!! Cocok apa enggak tuh muka buat modus*****Diran dan Ning kini telah sampai disalah satu toko yang tampak dari luar colourful. Ning menghela nafas sebelum memutuskan untuk masuk. Sepertinya keputusan untuk mengajak Diran kemari adalah sebuah kesalahan besar."Lo yakin kita nyari di sini?" Ning memberikan helmnya kepada Diran. Ia tampak tak yakin, sebab tempat yang akan mereka datangi ini terkesan childish menurutnya. Dan dia sama sekali tidak punya ide untuk memberikan kado apa buat sepupunya itu."Lara umurnya gak sama kayak lo. Jadi stop bacot dan ikut gue." Protes Diran. “Ini sudah toko ke enam yang kita datangi dan tangan kita masih kosong.” Pria itu sungguh frustasi. “Lo gak tahu gitu keinginan sepupu lo itu. Dia gak pernah mau bilang mau kado apa?&
Mantan akan terasa seperti kawan lama jika rasa yang dulu pernah ada telah benar-benar menguap, bukan begitu???******************************Ning sudah bersiap-siap sedari tadi. Menunggu itu memang sungguh tidak asik, apalagi menunggu ibu ratu—Ibunya sendiri yang terkadang kalau berdandan memakan waktu yang lama daripada anak gadisnya.“Kamu gak punya baju?”Bukannya minta maaf karena sudah membuat menunggu, eh malah sindirian yang didapatkan Ning. Untung jatah shopping bulanannya masih sering diberi oleh sang ibunda, kalau tidak, ibu Mariam ini sudah ia pecat sebagai ibunya.Ning sengaja hanya menggunakan kemeja putih, berbahan katun lembut dan menyerap keringat alih-alih menggunakan dress, . Bagian depannya sengaja dimasukan ke dalam celana denim berwarna biru dengan sobekan dibagian lutut. Lalu bagian belakang kemeja, ku keluar
Merelakan bukan berarti menyerah, tapi menyadari bahwa ada hal yang tidak bisa dipaksakan.-Anonim-Ning duduk di tepi ranjangnya dengan rambut kusut yang tergerai, mata sepet dan lelah. Ia baru bisa tidur sekitar jam dua pagi dan empat jam kemudian dia harus bangun lantas pergi bekerja. Kerja pagi di hari senin sungguh ‘sempurna’ dengan nada mengejek.Tadi malam ia benar-benar tidak bisa tidur. Bukan, ini bukan efek kafein dari kopi atau milktea kesukaannya. Hanya saja, sejak datang dari acara ulangtahun Lara, otaknya seolah menekan untuk tidak menciptakan rasa kantuk.Demi memburu waktu, buru-buru ia pergi ke kamar mandi. Sebelum beranjak, Ning memperhatikan wajahnya di cermin. Kantung matanya sudah tidak bisa ditutupi lagi bahkan dengan pulasan foundation. Seharusnya selepas jaga malam dua hari berturut-turut, ia bisa menghabiskan jatah liburnya dengan tidur
Bukan. Bukan ini yang Ning inginkan. Ia hanya berharap hari ini berlalu lebih cepat dan berganti menjadi esok hari dengan lebih baik. Ia pikir, tadi malam adalah pelarian terakhirnya, tapi mengapa kini ia harus bertemu lagi dengan dia?Mata Ning menatap ke arah lain, ia tidak bisa menatap manik mata sosok di depannya. Bukannya tidak bisa, hanya saja ia tidak mampu.Gandhi—sosok yang ia hindari tadi malam saat pesta ulangtahun Lara. Laki-laki ini adalah sosok yang seharusnya tidak pernah ia inginkan untuk bertemu lagi. Namun ternyata semesta memang suka sebercanda itu. Ia mempertemukan dirinya kembali dengan pria ini setelah dua tahun lamanya. Setelah pria ini mencampakkannya begitu saja tanpa alasan dan memilih untuk bersama dengan yang lain.Ning ingin pergi lagi, seperti tadi malam. Pergi kemana saja pun ia mau asalkan bisa menjauhinya dan bila perlu bersembunyi. Tapi itu tidak mungkin kan? Ia kini di tempa
Lidah tidak bertulang- Anonim-****Ning dan Gandhi telah berada di restoran cepat saji yang letaknya tidak jauh dari rumah sakit. Ning terlalu lelah untuk menentukan tempat nyaman untuk berbincang dengan pria itu, sedangkan Gandhi memilih untuk mengikuti kemanapun perempuan itu akan membawanya.Restoran cepat saji dijam segini cukup lengang. Mungkin karena memang bukan weekend. Beberapa mahasiswa tampak duduk bergerombol dalam satu meja, sedang menekuri layar laptop masing-masing. Ada juga yang memilih untuk duduk sendiri dan menepi. Menghabiskan sisa cola ditangan mereka, sedangkan tangan satunya sibuk membolak balikkan modul setebal mungkin 5 cm yang cukup bisa membuat kepala pening jika dipakai untuk memukul. Tempat seperti ini memang surga buat para calon sarjana itu. Selain karena restoran ini bukannya 24 jam, akses wifi yang gratis tanpa batas sering dimanfaatkan oleh mereka untuk menyel
-Where there is love, there is life-Gandhi memijat pangkal hidungnya yang terasa berat. Kacamatanya sudah ia tanggalkan dan dimasukkan ke dalam tas. Pemandangan pertama yang ia lihat setelah membuka pintu rumah adalah wajah ibunya yang sedang berdiri sambil bersidekap.Rumah megah yang sekarang ia tempati ini bukanlah miliknya. Melainkan milik orangtuanya. Sejak dua tahun lalu, setelah menikah ia memang memutuskan untuk meninggalkan rumah ini dan memilih menetap di Bandung. Namun, kejadian beberapa bulan yang lalu memaksa dia untuk kembali lagi ke sini.“Kamu darimana saja, huh? Jam segini baru pulang?” jam di tangannya memang sudah menunjukkan pukul sembilan malam.Gandhi mendengkus, “lembur.” Tukasnya singkat.“Lembur apa kamu sampai jam segini baru selesai?” Ratna belum puas dengan jawaban putranya.Langkah kaki Gandhi berhenti dan tubuhnya dipaksakan untuk berbalik ke arah ibunya yang berdiri menanti jawabannya sedangkan sang ayah masih santai menonton televisi.“Aku bukan anak k