Share

BAB 16

Author: mapoeri
last update Last Updated: 2024-06-07 20:00:50

Janggala melirik ke arah jam dinding untuk ke sekian kalinya, kakinya tidak mau diam berjalan kesana kemari. Dia sudah begitu gelisah, jarum jam menunjukkan pukul dua malam. Dia menengok lagi ke belakang, mengecek kalau-kalau ibunya turun dari tangga meskipun kemungkinannya sedikit tapi tidak ada yang tidak mungkin.

Dia mengecek ponselnya lagi, mencari sebuah nama dan memencet tombol panggil. Hanya ada suara dengung panjang tanda telepon itu tersambung namun tidak ada jawaban.

“Van, jawab dong..” Gumamnya gelisah, dia sudah berusaha menelepon supir Lavani namun juga tidak ada jawaban.

Dia sekali lagi membuka gorden, mengecek apakah mobil Lavani sudah masuk halaman atau belum.

“Ga?” Suara ibunya menyentak Janggala, jantungnya hampir copot karena mendengar suara itu. Dia menoleh dan mendapati ibunya turun dari tangga, masih mengenakkan piyama tidur dari sutranya. “Kamu lagi ngapain?”

“Ah enggak ma, mama kok bangun?” Janggala berusaha mengalihkan perhatian ibunya dengan melempar pertanyaan balik.

“Gak tahu, tiba-tiba kebangun aja..” Ibunya mendekat ke arah Janggala, melihat anak laki-lakinya berdiri dekat jendela memakai piyama dengan membawa ponsel dia tidak perlu menebak apa yang sedang dia lakukan.

“Lavani belum pulang lagi? Ini sudah jam dua loh.” Ibunya kemudian berkomentar, melipat kedua tangannya di dada, menatap Janggala yang terdiam memunggunginya.

“Dia ada rapat hari ini ma, makanya pulang malam.”

Nancy berjalan menuju sofa, duduk dengan salah satu kaki menyilang. Menatap Janggala.

“Intensitas dia rapat dan ke klub malam akhir-akhir ini semakin meningkat ya?”

Janggala menoleh pada ibunya, kini ibu dan anak itu saling pandang. Janggala sendiri sudah tahu akan kemana pembahasan ini berlanjut sedangkan Nancy tidak ingin mengalah dengan apa yang ingin dia sampaikan.

“Sudah empat tahun loh kalian menikah, mau sampai kalian menunda punya anak?”

Tepat. Batin Janggala.

Ibunya membahas lagi masalah anak.

“Sudahlah ma, gak perlu bahas itu terus. Vani sama Gala sudah sepakat untuk menunda punya anak.”

“Yakin itu keputusan kalian berdua? Karena setahu mama hanya Vani yang gak mau punya anak.”

“Ma..” Janggala menghela napas, pembahasan ini sudah terjadi berulang kali semenjak usia pernikahannya dengan Lavani menginjak dua tahun. “Mama ‘kan tahu Gala juga lagi disibukkan sama proyek baru. Belum ada kesempatan buat Vani dan Gala untuk membahas lagi masalah anak.”

“Mama sudah sering kali membahas ini, dan jawaban Vani tetap sama. Tidak mau punya anak.”

Janggala menutup kedua matanya, berusaha mengatur napas agar tidak terpancing dengan omongan ibunya. Ketika dia baru saja mau melempar argumen pada ibunya, pintu rumah terbuka dan Lavani masuk sambil dibantu berjalan oleh supirnya.

“Mabuk lagi..” Nancy bersuara, menatap sinis ke arah Lavani yang hampir ambruk.

Janggala buru-buru menggantikan supir untuk membawa Lavani, bau alkohol menguar menusuk hidung. Entah berapa botol yang dia tenggak sampai hampir tidak sadarkan diri.

“Maaf pak, saya gak angkat telepon karena bu Vani terus-terusan muntah.” Kata si supir sambil pamit pergi.

Janggala bisa melihat banyaknya bekas muntahan di sekitar mulut dan baju wanita itu.

“Mama memilih wanita itu untuk menjadi istri kamu bukan untuk hal-hal seperti ini, bukan dia yang mengurusi kamu malahan kamu yang selalu mengurusi dia. Apalagi masalah mabuknya ini.” Ujar Nancy, menatap Lavani yang tidak sadarkan diri dari atas sampai bawah sebelum akhirnya dia beranjak pergi dari ruang tamu.

Janggala hanya menghela napas, dia kemudian membawa Lavani ke kamar mereka. Merebahkan wanita itu dan mengganti pakaiannya, dia mengelap tubuh Lavani dengan tisu basah.

“Huh? Ga…La!” Ucap Lavani sambil tersenyum lebar dan mata yang tidak fokus, dia memeluk leher pria itu, menggelayut.

“Diam dulu Van, aku masih lap tangan kamu..”

“Gala!” Lavani memekik dengan suara ceria sambil terkekeh.

Janggala terdiam kemudian membalas pelukan Lavani, dia mengelus punggung wanita itu perlahan.

Janggala tidak mengingat banyak hal selain Lavani dan keluarganya. Dia terbangun di suatu hari dan orang-orang di depannya tidak dia kenali. Mereka bilang dia sudah koma selama tiga bulan setelah mengalami kecelakaan lalu lintas, Janggala tidak mengingatnya.

Dia mengingat beberapa hal tapi tidak keseluruhan.

“Kamu usia berapa?”

“Enam belas tahun.” Katanya kala itu membuat ibunya menangis tersedu-sedu.

Janggala harus kembali mempelajari banyak hal, dia tidak mengingat apapun. Yang dia ingat dirinya hanyalah seorang anak berusia enam belas tahun kala itu, setelah terapi beberapa bulan dia sudah memahami kalau dirinya saat itu berusia dua puluh tahun.

Ibunya dan Lavani membantu dalam banyak hal termasuk terapinya, dia kemudian jatuh cinta pada Lavani. Ketika ibunya meminta keduanya menikah, dia senang.

Dia menyelesaikan kuliahnya di luar negeri bersama Lavani dan kembali ke Indonesia untuk meneruskan perusahaan.

Lavani mengambil bagian di perusahaan dan mengelola anak cabang, sedangkan Janggala mengelola pusat. Semuanya terlihat baik-baik saja kecuali,

“Aku gak mau punya anak.”

“Maksud kamu untuk sekarang ini?” Tanya Janggala pada hari jadi pernikahan mereka yang pertama saat itu, keduanya tengah makan malam di sebuah restauran.

“Enggak, aku gak mau punya anak. Aku gak suka anak-anak Ga, mereka itu berisik!”

Janggala menatapnya dengan ragu, “Tapi mama pengen kita segera punya anak.”

“Bukan mama loh yang nantinya hamil dan melahirkan apalagi urus anak, itu semua aku yang lakuin. Jadi, terserah aku ‘kan mau milih punya anak atau gak?”

“Tapi, kamu harus nanya pendapatku juga Van..” Kata Janggala dengan suara lembut, dia mengulurkan tangannya, menggenggam lembut tangan Lavani.

“Kamu pasti ngerti Ga, kamu ‘kan tahu aku sibuk banget sama kantor cabang. Kakakmu, Sivan sebagai Chief Operation Officer aja juga ngabisin waktu yang lumayan, apalagi aku dan kamu yang sama-sama CEO. Kita gak akan punya waktu mikirin punya anak.”

Janggala kembali pada sadarnya ketika mendengar Lavani akan muntah lagi, dia buru-buru melepaskan pelukan wanita itu dan pergi ke kamar mandi mengambil apa saja untuk menjadi wadah muntahnya.

“Kamu gak mau punya anak karena karir atau karena kamu masih mau sebebas ini Van?” Gumannya pelan.

Related chapters

  • PUTRI TUNGGAL TUAN CEO   BAB 17

    Janggala sudah berada di kantor tepat waktu, hari ini dia ada rapat dengan pemegang saham dan direksi membahas kantor cabang baru yang akan didirikan dalam waktu dekat ini.Pembahasan kali ini mengenai lokasi dan beberapa hal lain yang mungkin akan menyita waktu yang lumayan.Dia mengecek ponselnya, sudah pukul dua siang. Tidak ada kabar dari Lavani, tadi pagi dia pergi lebih dulu sebelum wanita itu bangun. Dia mengirimkan pesan berpamitan namun tidak ada balasan.“Ka, bisa cek sekretaris Lavani gak? Dia sudah datang ke kantor belum?” Tanya Janggala ketika Siska baru saja masuk ke dalam ruangannya dengan membawa banyak berkas, wanita bermata sipit dengan rambut hitam tergulung rapi itu menatapnya.“Loh, bu Vani sama Sivan sudah datang dari sejam lalu pak. Tadi ke ruangan rapat duluan karena ada beberapa hal yang harus dipersiapkan.”Janggala mengerenyitkan dahinya, Lavani tidak membalas pesannya tapi sudah datang ke kantor s

    Last Updated : 2024-06-07
  • PUTRI TUNGGAL TUAN CEO   BAB 18

    Lavani tengah berada di dalam mobil, memijit kepalanya. Rasa pusing dan sakit begitu menyiksanya, tadi dia terbangun dengan tergesa karena panggilan telepon dari Sivan. Dia baru teringat kalau hari ini akan ada rapat penting.Dengan terburu-buru dia bangun dan pergi ke salon untuk mempersiapkan dirinya.Beruntung hari ini rapat selesai dengan cepat, dengan terburu-buru dia langsung meninggalkan kantor.“Nyonya, tuan Janggala menelepon katanya hari ini makan malam bersama akan ditunda sampai minggu depan.” Ujar si supir ketika mereka tengah berada di jalan.Lavani melirik ke arah spion dan mengangguk.Tidak peduli.Masa bodoh dengan makan malam bersama atau apapun itu, tidak penting. Dia juga tidak iingin berada di rumah kalau saja kepala sialannya tidak merasakan nyeri. Dia lebih baik pergi ke klub malam dan bersenang-senang disana ketimbang harus terkukung di dalam rumah.Mobil memasuki garasi dan Lavani turun dari dalam mobil. Dia berjalan memutar karena pintu yang menuju ruang bela

    Last Updated : 2024-06-07
  • PUTRI TUNGGAL TUAN CEO   BAB 19

    Lavani mengenal Janggala sejak mereka kecil.Para konglomerat biasanya memang hanya bergaul dengan konglomerat lainnya. Begitu juga dengan anak-anak mereka, sejak kecil satu sama lain sudah diperkenalkan bahkan beberapa sudah ditentukan jodohnya oleh para orangtua mereka.Diantara mereka menikah karena cinta, namun kebanyakan pernikahan itu berjalan karena keperluan bisnis.Misalnya anak dari perusahaan A dan B menikah, otomatis perusahaan mereka akan bergabung karena sebuah pernikahan, hal itu bisa memperkuat bisnis mereka dan mencakup lebih banyak area.Ayahnya dulu juga dijodohkan dengan salah satu putri konglomerat, namun dia jatuh cinta pada orang asing yang bekerja di sebuah perusahaan sehingga menikahinya. Itulah mengapa Lavani lahir, namun kemudian pernikahan karena cinta itu hancur begitu saja.“Kamu mau ikut mama atau ayah?” Adalah pertanyaan yang tidak akan pernah Lavani lupa sampai kapanpun, dia memilih tinggal bers

    Last Updated : 2024-06-08
  • PUTRI TUNGGAL TUAN CEO   BAB 20

    “Wanita itu meninggalkannya..” Ucap seorang pria pada pria lain yang tengah berdiri di depan Sivan kecil, saat itu usianya masih tiga tahun.Pria yang berada di depannya bertubuh tinggi dan juga tegap, matanya serta rahangnya begitu tajam. Hidungnya lurus dan tinggi, bibirnya tebal. Matanya seperti menilai Sivan dari atas sampai bawah.“Nama kamu Sivan?” Tanya pria itu, suaranya begitu berat. Kumis yang berada di atas bibirnya bergerak naik turun. Sivan mengangguk pelan.“Wanita itu menamainya Sivan Hanggara.”Pria itu mengangguk, meminta Sivan masuk ke dalam mobil. Sivan kecil yang tidak mengerti ikut masuk ke dalam mobil, dia lapar dan juga lelah. Sudah tiga hari dia di dalam rumah yang terkunci, dia buang air besar dan kecil di tempatnya duduk, menangis dan meraung memanggil ibunya yang tak kunjung datang.Dalam diam pria itu membasuh tubuhnya ketika dia baru datang, meminta orang-orang di belakangnya untuk me

    Last Updated : 2024-06-08
  • PUTRI TUNGGAL TUAN CEO   BAB 21

    Janggala membaca semua berkas yang Siska berikan padanya, dia membolak-balik semua perhalaman, membacanya dengan teliti. Berkas itu berisi info mengenai desa Permadani yang akan menjadi lokasi kantor cabang.“Jadi lahan itu sedang di tempati?” Tanya Janggala kemudian, menyimpan berkas-berkas itu di mejanya dan mengalihkan pandangannya pada Siska yang berdiri di depan meja.“Betul pak, rumah itu tidak terdaftar dalam properti kepemilikan keluarga Tantra. Jadi kemungkinan rumah itu didirikan oleh warga yang tengah menempati lahannya.”Janggala mengangguk-angguk, masih membuka halaman demi halaman berkas yang sudah selesai dia baca.“Yang menempati sebuah keluarga?”“Ya, seorang ibu dengan anak dan cucunya.” Jawab Siska.“Gak ada yang bisa bikin mereka pergi dari lahan itu? Siapa saja yang sudah datang?” Janggala masuk ke dalam inti permasalahannya, dia menyandarkan punggungnya ke kurs

    Last Updated : 2024-06-08
  • PUTRI TUNGGAL TUAN CEO   BAB 22

    Janggala sampai di desa Permadani pukul tiga sore, meleset satu jam dari perkiraannya. Perjalanan menuju desa Permadani tidak penuh dengan kendaraan, desa ini termasuk desa yang didanai dengan layak oleh pemerintah karena fasilitas jalan yang baik.Desa ini juga memiliki satu akses tol yang cukup menjangkau banyak kabupaten lainnya.“Bapak mau saya tunggu disini, atau saya ikut masuk?” Tanya pak Eri, supir pribadi Janggala.“Gak perlu pak, tunggu disini aja. Saya sama pak Didik gak akan lama. Benar ‘kan pak?” Janggala menoleh pada pengacara PT. TANTRA WIBAWA berjas biru gelap yang berada di sebelahnya.Pria tua berusia hampir enam puluh tahun dengan kepala setengah botak dan kacamata kedodoran itu mengangguk lembut.Pak Didik sudah menjadi pengacara keluarga Tantra sejak Janggala masih kecil. Dia adalah kepala pengacara di TANTRA WIBAWA, namun semenjak berniat untuk pensiun Pak Didik hanya menerima beberapa pekerjaan s

    Last Updated : 2024-06-13
  • PUTRI TUNGGAL TUAN CEO   BAB 23

    Dirra menatap Janggala yang berada di depannya, dia tanpa sengaja bereaksi demikian sehingga membuat pak RT dan juga orang yang datang bersama Janggala terkejut melihatnya menangis.“Loh neng Dirra? Kok nangis?”Pikiran Dirra tiba-tiba kosong, airmatanya tidak berhenti mengalir ketika melihat sosok yang selama ini ditunggunya untuk datang mencari akhirnya berada di depannya. Berdiri dengan tatapan kebingungan.“Maaf, ada apa?” Pertanyaan itu membuat Dirra termenung.Dan kini Janggala sudah berada di dalam rumah, bersama dengan pak RT juga pria tua yang diperkenalkan sebagai pengacara perusahaan TANTRA WIBAWA.Kaili datang dan terkejut juga mendapati Janggala berada di rumahnya, duduk dengan tegap menghadap Dirra namun tidak ada sorot mata sendu maupun kerinduan di dalamnya.“Ini adalah penerus perusahaan PT. TANTRA WIBAWA, bapak Janggala Tantra.” Kata Pak Arafiq memperkenalkan Janggala pada Dirra dan Kaili

    Last Updated : 2024-06-13
  • PUTRI TUNGGAL TUAN CEO   BAB 24

    Waktu sudah menunjukkan pukul tengah malam ketika mobil Janggala masuk ke garasi rumah mewahnya. Rumah itu seperti biasa terlihat begitu sepi dan hanya ada satpam di pos mereka.Dia turun dari mobil, membawa beberapa berkas serta tas kerjanya.Janggala masuk ke dalam rumah dan kedua asisten rumah tangga menyambutnya, membawa seluruh pekerjaannya ke dalam ruang kerjanya. Janggala menyisir rumah dengan matanya, tidak mendapati sosok yang dia inginkan.“Lavani di rumah?” Tanyanya pada mbok Ringki, salah satu asisten rumah tangganya.“Ada pak, di dalam kamar. Hari ini pak Sivan juga pulang ke rumah.” Katanya sambil memberikan segelas air minum pada Janggala.“Kakak di rumah? Mama?”“Nyonya ada di dalam kamarnya.”Janggala meneguk segelas air itu kemudian beranjak naik ke atas, dia hendak menuju kamarnya sendiri namun dia menghentikan langkahnya. Dengan segera dia menghampiri ruang baca milik

    Last Updated : 2024-06-13

Latest chapter

  • PUTRI TUNGGAL TUAN CEO   BAB 60

    Dirra menatap dirinya sendiri di depan cermin, dia baru saja memoles bibirnya dengan sebuah lipbalm berwarna merah muda yang samar. Tidak ingin terlalu mencolok, dia memilih warna yang tidak begitu nampak dari kejauhan.Dia juga merapikan rambutnya yang dikuncir, berulang kali dia menatap dirinya sendiri di depan cermin sampai Dalenna datang menghampirinya dengan tangan yang dia lipat di dada dan wajah yang berkerut.“Ibu kesana kemari terus depan kaca, memang ada apa di depan kaca?” Tanya bocah itu penuh telisik, bibirnya maju ke depan dan matanya menatap Dirra seolah menghakimi.Dirra terlonjak mendengar pertanyaan itu, dia mengutuk dirinya sendiri. Siang ini Nancy mengirimkannya pesan, memberitahu kalau Janggala akan makan malam dan tidur di rumahnya, dia tidak bisa menemani makan malam karena ada urusan ke Beijing.Dia langsung memikirkan makanan apa yang akan dia masak untuk Janggala, dan karena itulah dia jadi terbawa suasana.Per

  • PUTRI TUNGGAL TUAN CEO   BAB 59

    “Mungkin segitu aja yang bisa saya jelaskan untuk sekarang, selebihnya kalau ada masalah apapun bisa menghubungi sekretaris saya terlebih dahulu.” Janggala menutup rapat ketiganya hari ini, waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore ketika akhirnya dia ditinggalkan sendirian di ruang rapat yang besar.Siska membuka pintu ruang rapat ketika Janggala tengah menutup kedua matanya dengan tubuh yang menempel pada kursi, wanita itu membawa sebungkus makanan dari restoran cepat saji di sekitar untuk makan siang Janggala yang tertunda.“Pak, makan dulu..” Katanya sambil membuka kotak berisi roti isi sayur dan daging. Ada kotak salad juga dan minuman energi yang dikemas dengan sangat rapi.Janggala menghela napas, sebenarnya dia sudah muak makan-makanan seperti ini. Dia sedang ingin makan-makanan Indonesia rumahan.“Kenapa kamu gak belikan saya nasi?”Siska menoleh dan terdiam sesaat, “Tapi bapak suka menolak kalau say

  • PUTRI TUNGGAL TUAN CEO   BAB 58

    “Mencurigai?” Dalal —Ayah Lavani— menoleh pada Sivan yang tengah duduk di ruangannya dengan pandangan terkejut, wajah tuanya yang berkeriput itu mengerut dengan sempurna.Sivan tengah mengunjungi kediaman Lavani, semenjak dia dan keluarga Hanggara memiliki rencana untuk masuk dan mengambil alih keluarga Tantra, mereka tidak lagi bertemu di perusahaan JANJI HANGGARA.Terlalu riskan.Banyak faktor yang menyebabkan mereka beraktivitas diluar selain di kediaman pribadi keluarga Hanggara. Seperti biasanya, Sivan selalu datang setiap bulan selain untuk melaporkan progress rencana mereka juga membicarakan apa yang terjadi di keluarga inti maupun di kantor utama.Sivan baru saja memberitahu Dalal perihal kecurigaan Lavani mengenai Nancy yang tengah menyelidiki keduanya.“Saya rasa mama sudah mendapatkan berkas mengenai tragedi JANJI HANGGARA dan TANTRA WIBAWA beberapa tahun lalu kemudian memberitahukan hal itu pada Janggala, k

  • PUTRI TUNGGAL TUAN CEO   BAB 57

    Lavani baru saja landing ketika dia menghidupkan ponselnya dan mendapat beberapa notifikasi pesan yang kebanyakan berasal dari pekerjaan. Ada beberapa telepon masuk dari klien serta Sivan dan satu nama membuat dia berhenti, Janggala?Selama pernikahan mereka yang sudah hampir lima tahun tidak pernah sekalipun pria itu meneleponnya ketika dia pergi untuk urusan ‘bisnis’ keluar negeri, ini kali pertamanya pria itu beberapa kali menelepon.Lavani mengerenyitkan dahinya sambil terus berjalan untuk mengambil koper, selesai dengan urusan koper dia menuju pintu keluar dan lagi-lagi dia dibuat terkejut.Pria tinggi itu melambaikan tangannya dengan senyum lebar di wajahnya, Janggala.“Gala?” Lavani berkata, mendekat ke arah Janggala sambil menyeret kopernya.“Kamu baca pesanku?” Tanyanya, mengambil alih koper Lavani.“Belum, baru saja aku lihat ada pemberitahuan kamu meneleponku..”

  • PUTRI TUNGGAL TUAN CEO   BAB 56

    Janggala terjaga ketika telinganya mendengar suara-suara yang agak jauh, dia memicingkan matanya tatkala sinar matahari langsung menyorot wajahnya. Pantas saja dia merasa panas, seluruh tubuhnya kini bermandikan sinar matahari.Dia duduk di sofa, melepas jaketnya ketika dia menyadari kalau ini adalah rumah Dirra.Suara itu terdengar lagi, suara gelak tawa anak kecil. Tawanya begitu renyah.“Lenna bisa kok bu sendiri pasangnya..”“Gak boleh, ibu yang pasang. Walaupun jarumnya kecil, tetap bahaya..” Sahut Dirra.“Lenna ‘kan sudah besar!” Suara Dalenna kini terdengar dengan nada yang manja.“Oh, yang sudah besar tapi makan buah-buahannya gak pernah habis..”“Ibuuu!”Rengekan itu terdengar, percakapan ibu dan anak itu terjadi di ruang makan yang agak jauh ke dalam dekat dapur. Janggala mendengarnya dengan samar-samar, dia mengecek jam di dinding. Pukul delapan pagi.

  • PUTRI TUNGGAL TUAN CEO   BAB 55

    Dirra terbangun pukul tengah malam, sudah terbiasa mengecek gula darah Dalenna. Dia membuka matanya pelan dan turun dari kasur, malam ini anak itu meminta tidur di kamarnya sendiri.Ya, Nancy membuatkan kamar untuk Dalenna di rumah ini yang tentu saja selama di desa Permadani tidak dimiliki oleh Dalenna. Bocah itu berjingkrak riang ketika pintu terbuka, tempat tidur dengan hiasan menggemaskan, warna tembok dengan tone lembut, pojok membaca serta meja belajar cukup besar, ditambah ada banyak boneka yang besar dan lembut.“Bu, Lenna mau bobok di kamar Lenna..” Katanya ketika baru saja selesai menyikat gigi di kamar mandi Dirra.“Memang gak takut?”Dalenna terdiam sebentar kemudian menoleh menatap Dirra lekat-lekat, “Boleh tidak ibu temani Lenna dulu?”Dirra terkekeh geli, mata bulat itu menatapnya penuh harap, bahasa yang Dalenna pilih selalu santun buah dari meniru orang-orang di sekitar

  • PUTRI TUNGGAL TUAN CEO   BAB 52

    Janggala menjatuhkan tubuhnya ke kursi penumpang di dalam mobil, dia menghela napas panjang dan berat. Menutup kedua matanya, dia memijat keningnya.Pak Eri, supir pribadinya mengangkat kepala, mengecek Janggala dari kaca spion yang menggantung di dalam mobil.“Sudah selesai, tuan?” Tanyanya dengan suara yang berat namun lembut, pak Eri menutup buku yang tengah dia baca kemudian membetulkan letak kacamatanya.Mengamati sang majikan.“Pak, ibu sama anak itu dianter siapa ke taman kanak-kanak?”Pak Eri kini menoleh pada Janggala, menatapnya dengan penuh telisik. Pertanyaan itu baginya begitu menarik, keluar dari mulut Janggala.“Pak Irsyad yang mengantar, ada hal lucu selama pak Irsyad mengantar. Katanya, nona kecil sempat bertanya kenapa pak Irsyad tidak ikut masuk kedalam dan juga ketika kembali nona kecil membawa sebotol air minum untuknya, katanya takut haus.”Pak Eri baru saja mendengar cerita it

  • PUTRI TUNGGAL TUAN CEO   BAB 54

    Janggala masih berada di kantor mengurus banyak sekali berkas perjanjian mengenai proyek kantor cabang. Kepalanya sudah hampir mau meledak karena hal itu, namun dia belum bisa berhenti.Perjanjian dengan JANJI HANGGARA terus dia revisi, tidak ingin meninggalkan sedikit celah yang bisa merugikan TANTRA WIBAWA.“Aku terlalu banyak mengkonsumsi omongan mama..” Desahnya pelan sambil memijat kening.Tidak bisa dipungkiri, semakin Janggala menolak semakin pula rasa penasaran menggerogotinya. Dia ingin segera tahu namun juga masih mencoba meyakini bahwa apa yang ibunya pikirkan mengenai Lavani adalah sebuah kesalahan.Lavani hanyalah seorang wanita yang masih ingin mengejar karir, melihat bagaimana perusahaan keluarganya yang begitu besar kini mengalami kemolorotan Janggala yakin wanita itu memiliki kekhawatirannya sendiri.Sedangkan ibunya masih saja meributkan perihal cucu, padahal Janggala masih terhitung cukup muda.Ketika pikiranny

  • PUTRI TUNGGAL TUAN CEO   BAB 53

    Lavani masuk ke dalam mobil, memakai seat beltnya ketika Sivan mulai menyalakan mobilnya.“Sialan, kenapa pas banget dia sampai sih?” Gerutu Lavani sambil membuang muka ke arah lain seolah dia tidak melihat kedatangan Janggala dengan supir pribadinya.“Untung aku lebih dulu lihat dia, bisa gawat kalau tiba-tiba tadi kamu cium aku.” Sivan menjalankan mobilnya, memainkan stir untuk segera pergi dari basement parkiran.“Aku sudah bilang ketemunya di kantor cabang aja, terlalu riskan kalau di kantor utama begini. Bisa dibilang ini tuh daerah kekuasaannya dia!” Lavani masih mengoceh sambil melipat kedua tangannya, bibirnya maju ke depan sehingga membuat Sivan gemas.Pria itu terkekeh, “Kamu tuh marah-marah aja, kayaknya beberapa minggu terakhir mood kamu jelek banget.”Lavani menghela napas, kalau ditodong dengan fakta begitu dia jadi tidak bisa menjawab apa-apa. Dia sendiri tidak mengerti, semenjak kedata

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status