Setiap hari Jordie memeriksa email di ponselnya. Selama tiga bulan dia melakukan hal itu. Namun, yang dia terima hanyalah email penolakan.
Ponsel Jordie berdering. Dia buru-buru mengangkatnya. Siapa tahu yang menghubunginya adalah pihak maskapai.“Jordie!” teriak Aster dengan bahagia. “Kamu lagi sibuk apa? Kenapa jarang sekali angkat teleponku? Kamu juga nggak balas pesanku?”Jordie gugup. Dia salah angkat. Ternyata, itu adalah telepon dari manajemen tempat Aster bernaung. Aster sengaja meneleponnya dengan nomor itu.“Ah, ha-hai, Aster,” jawab Jordie terbata. “Apa kabarmu? Sehat, kan? Aku lihat siaran live youtube-mu seminggu lalu.”“Aku nggak sepenuhnya sehat,” rengek Aster merajuk sedih. “Hatiku sakit tahu. Kamu nggak dateng ke rumahku buat ngelamarku. Padahal, kamu kan udah janji padaku buat lamar aku. Terus, sekarang kamu jarang mau telepon atau chat aku. Sekalinya aku telepon atau chat kamu, kamu jarang ngebales. Kamu suka sama cewek lain ya?”Jordie termangu. Dia tak menyangka Aster akan berpikiran sejauh ini.“Aster, aku menyukaimu. Mana mungkin aku berselingkuh,” balas Jordie secepat kilat.“Kalau gitu, kenapa kamu jarang hubungi aku? Kita kan LDR. Tapi, komunikasi kita malah terhambat begini. Aku takut kalau kamu mulai nggak suka sama aku lagi,” cicit Aster mengungkapkan isi hatinya pada Jordie. “Aku sering lihat kalau banyak pramugari cantik. Pilot cantik juga banyak. Siapa tahu kamu suka salah satu rekan kerjamu.”“Nggak, Aster! Aku nggak suka siapapun selain kamu!”“Beneran? Yakin? Nggak bohong?” selidik Aster kembali meragu.“Iya, aku nggak bohong kok,” jawab Jordie semeyakinkan mungkin.“Kalau gitu, kamu mau nggak ke rumahku weekend ini?” tanya Aster. “Aku pengen kamu ketemu sama Ayah dan Bundaku. Bilang ke mereka kalau kamu mau serius nikah sama aku. Aku capek kita harus backstreet terus.”Jordie terdiam. Dia memang memutuskan pacaran backstreet karena takut fans Aster akan meninggalkan Aster. Semua ide ini pun berasal dari Jordie. Aster hanya mengikuti apa yang diinginkan oleh Jordie.“Jordie, aku pengen kita nikah. Kalau nikah kan orang-orang bakal tahu kalau aku ini milikmu. Mau, kan?” desak Aster penuh harap. “Aku capek dideketin banyak cowok. Akhir-akhir ini ada cowok yang nyebelin. Aku kesel banget!”Jordie masih tak bisa berkata-kata. Tentu saja dia marah pada para pria yang mendekati Aster. Namun, dia masih pengangguran sekarang. Melamar Aster dengan kondisi pengangguran seperti ini malah justru akan membawa Aster dalam petaka lain. Jordie tidak memiliki niatan untuk membuat Aster hidup sengsara. Dia ingin Aster hidup bahagia dan berkecukupan.“Aster, aku akan ke rumahmu kok,” ucap Jordie setelah dia diam cukup lama. “Aku akan melamarmu. Yang sabar ya?”“Weekend ini berarti bisa kan ke Bandung?” tanya Aster kembali ke pertanyaan semulanya.“Ah? Apa? Halo? Halo? Aster, suaramu nggak kedengaran,” Jordie pura-pura kehilangan sinyal. Dia memutuskan telepon.Dia terduduk lemas di kasurnya. Hatinya marah pada dirinya sendiri karena terpaksa berbohong pada Aster.Sebuah pesan dari Aster muncul di ponselnya. Jordie membacanya dengan hati tergerus.Aster: Jordie, aku tunggu kamu weekend ini di rumah! Kalau kamu nggak dateng, berarti kamu beneran selingkuh. Kita putus!Tangan Jordie gemetar memegangi ponselnya. Aster sangat marah padanya hingga mengancam ingin putus.Namun, dia bisa apa? Dia hanyalah seorang pengangguran sekarang. Mana berani dia melamar Aster. Kepalanya berdenyut pusing memikirkan semua ini.Tok... tok... tok....Terdengar suara ketukan pintu kamar. Jordie turun dari atas kasurnya. Dia melangkah keluar. Tampak Hakim datang sambil menunjukkan bungkusan plastik warna hitam padanya.“Makan malam,” ucap Hakim dengan senyuman lebar.“Nggak nafsu makan aku,” balas Jordie lesu.“Kenapa? Ditolak lagi? Udahlah, kerja sama aku aja. Bikin geprekan ayam. Udah mulai laris kok,” Hakim melangkah masuk ke dalam kamar Jordie. Dia duduk lesehan di atas tikar dekat kasur Jordie berada.Jordie duduk di depan Hakim. Dia melihat Hakim membagikan sisa geprekan ayam dari warung usahanya.“Kalau kamu jualan geprek ayam, kamu kan udah nggak nganggur lagi. Asal mau usaha, Aster pasti mau kok nerima lamaranmu,” celoteh Hakim dengan pikiran optimis.Jordie menghela napas panjang. Ucapan Hakim benar. Dia harus segera bekerja agar memiliki modal untuk melamar Aster. Setidaknya, dia bisa membelikan cincin untuk melamar Aster.“Oke deh,” putus Jordie.“Oke deh apaan?” tanya Hakim bingung.“Ya, oke. Aku mau kerja bareng kamu,” jawab Jordie. “Ajarin aku ya gimana caranya?”“Seriusan?” bola mata Hakim membulat lebar.Jordie mengangguk penuh keyakinan. “Aku mau coba. Siapa tahu rejekiku ada di sana,” ucap Jordie dengan tekad penuh.“Asik!” seru Hakim riang. “Gitu dong, Die! Sambil kerja bikin geprekan ayam, kamu kan bisa sambil kirim lamaran kerja. Kalau keterima, kan bisa punya dua sumber penghasilan.”Jordie tersenyum lebar. Dia mencoba mengambil peruntungan ini. “Eh, tapi, besok sore, temenin aku cari cincin ya?” ajak Jordie.“Cincin?”“Aster ngancam mau putus kalau weekend ini aku nggak ke Bandung dan ngelamar dia. Aku butuh cincin sepasang buat dikasih ke dia kan?”“Owalah, gampang. Bisa diatur,” kekeh Hakim. “Ini makan dulu. Kita rayakan malam ini sebagai malam baikmu.”“Iya,” Jordie mengambil piring berisi bungkusan geprekan ayam. Dia menikmati makan malamnya dengan teman setianya itu.Keesokan harinya, Jordie mulai bekerja di warung geprekan ayam milik Hakim. Seperti kata Hakim, cukup banyak orang yang datang untuk makan ke warung geprekan yang berkonsep rumah itu.Jordie membantu dengan mencatat dan mengantarkan menu pesanan pembeli. Dia berperilaku sopan dan ramah. Meski sudah memakai masker, paras tampan Jordie tak tertutupi sepenuhnya. Beberapa pelanggan perempuan minta foto bersama Jordie.Jordie pun menurutinya. Dia foto bersama para pembeli agar mereka kembali makan di warung geprekan ayam lagi.“Jordie, baru kerja sehari udah populer aja kamu,” Hakim menepuk lengan Jordie. Dia mengajak Jordie makan siang pukul 3 sore. Mumpung warung sedang sepi.“Iya. Aku nggak nyangka aja,” balas Jordie. “Mereka suka foto-foto gitu ya?”“Itu karena kamu ganteng sih,” timpal Hakim. “Kamu kan termasuk lima besar pilot terganteng di maskapai kita.”“Apa gunanya ganteng kalau akhirnya di-PHK juga kan?” kekeh Jordie getir. Dia menertawakan nasib buruknya itu.“Santai. Nanti ada rejeki penggantinya kok,” ucap Hakim optimis.“Permisi,” sapa seseorang menyela percakapan Jordie dan Hakim.Secara serentak, Jordie dan Hakim menoleh ke si pemilik suara. Tampak seorang pria berusia 38 tahun dengan dandanan rapi berjas dan berdasi.“Oh, iya, ada apa?” tanya Jordie sigap. “Mau pesan?”“Ah, iya. Tapi, saya juga mau bicara dengan Anda,” tutur pria itu pada Jordie.“Saya? Ada perlu apa?” Jordie terkaget sekaligus bingung. Dia sama sekali tak mengenal pria itu.Pria berkumis itu tersenyum lebar. Dia menunjukkan layar ponselnya. Di sana, ada sebuah akun sosmed berisi foto Jordie bersama salah seorang pembeli. “Ini benar Anda bukan?” tanya pria itu lagi.“Be-benar. Ini saya. Apa saya melakukan sesuatu yang salah?” balas Jordie cemas.“Tentu saja tidak,” pria itu lagi-lagi tersenyum lebar. “Saya malah ingin bicara dengan Anda dan menawarkan sebuah pekerjaan dengan gaji besar! Mau, kan?”“Pekerjaan apa itu?” Jordie semakin kaget. Di saat susah dapat pekerjaan seperti ini, tiba-tiba dia ditawari pekerjaan dengan gaji besar. Tentu saja ini sangat mengejutkan sekaligus mencurigakan. “Ini nggak penipuan kan, Pak?” tanya Jordie kemudian. “Saya ini orang miskin. Percuma kalau Bapak mau nipu saya.”“Iya, Pak. Dia ini cuma pelayan di warung geprekan ini,” imbuh Hakim. Dia berusaha melindungi Jordie. Pria itu merogoh saku celananya. Dia mengeluarkan kartu dompetnya dan mengambil kartu nama dari dalam sana. Diangsurkannya kartu namanya itu pada Jordie. “Lihat dulu itu,” tutur pria itu.Jordie menerimanya. Hakim ikut melongok dan membaca kartu nama itu. Tertulis nama pria itu adalah Michael Purba, seorang manajer di perusahan Lion Entertainment. “Lion Entertainment? Ini kan agensi artis-artis terkenal?!” Hakim syok usai membaca detail di kartu nama itu.Pria itu tersenyum dengan penuh percaya diri. Dia mengulurkan tangan lalu menjabat Jordie dan Hakim. “Perkenalkan, saya Mich
Michael tersenyum lebar. Dia puas karena berhasil menjalin kerjasama dengan Jordie tanpa adanya kerumitan.“Pak, Pak Michael,” ucap Hakim menyela momen sakral penandatanganan kontrak kerja ini.“Iya, ada apa?” balas Michael. Dia menoleh dan tersenyum tipis pada Hakim. “Apa ada sesuatu yang ingin ditanyakan lagi?”“Oh, ini terkait manajer Jordie. Apa boleh saya yang langsung menjadi manajernya?” tanya Hakim. Dia menyenggol Jordie dan mengode Jordie dengan lirikan matanya. “Selama ini Jordie kan teman saya sejak SMA. Kami saling kenal dan tahu satu sama lain secara personal. Jadi, saya rasa saya itu paling tahu dan layak buat jadi manajer Jordie. Ya, kan, Jordie?”Hakim mengedipkan mata kanannya ke Jordie. Tanda bahwa Jordie harus mengabulkan permintaannya.“Iya, benar,” jawab Jordie. “Tapi, bukannya Pak Michael sekarang yang jadi manajerku ya?”Jordie menatap polos Hakim dan Michael. Hakim menepuk jidatnya karena Jordie terlalu lugu. Saking lugunya, Jordie sulit diajak kongkalikong ole
Malam harinya, Jordie menelepon Aster. Dia duduk di balkon sambil menikmati angin malam.Lokasi apartemen ini sangatlah indah. Karena berada di lantai yang cukup tinggi, Jordie bisa menyaksikan pemandangan kerlap-kerlip lampu kota dari ketinggian.Dia mengulas senyuman sambil menunggu Aster menjawab panggilan video darinya. Dia berharap suatu saat nanti bisa menyaksikan pemandangan seperti ini bersama dengan Aster.“Halo,” jawab Aster. Wajahnya cemberut tapi masih menyiratkan kebahagiaan. Ya, Aster senang akhirnya Jordie mau meneleponnya.Semenjak Jordie jarang menghubunginya, Aster merasa dirinya tengah di-ghosting oleh Jordie. Sebagai seorang perempuan, dia cemas jika mendadak ditinggalkan Jordie. Karena itulah, dia terkesan mengejar-ngejar Jordie selama tiga bulan terakhir ini.“Aster Cintaku,” balas Jordie dengan senyuman lebarnya. “Aku rindu kamu.”Jordie tidak berbohong jika dia merindukan Aster. Hatinya selalu gelisah dan bersalah karena selama ini jarang menghubungi Aster. “Ka
Tanpa banyak kata, Jordie langsung menerobos masuk ke dalam kamar mandi. Dia melihat Hakim jatuh terduduk menghadap ke arah rak kamar mandi yang digantung rapi di dinding.“Kenapa, Kim?” Jordie mendekat. Dia membantu Hakim yang hanya mengenakan handuk dan kaos hitam.“I-itu, Die. Tadi jatuh dari rak,” Hakim menunjuk ke arah rambut warna hitam yang ada di lantai. Suara Hakim gemetaran karena takut.Jordie mendekati rambut warna hitam itu. Dia mengambilnya tanpa ragu untuk mengecek. “Ini itu wig, Kim,” ucap Jordie. Lantas, dia terkekeh jenaka. “Heh, ada-ada aja sih. Masa’ takut sama wig hitam. Bocil lu!”“Bukan gitu, Die. Tadi tuh benda itu jatuh pas aku buka rak buat cari alat cukur,” terang Hakim. “Emangnya kamu nggak bakal kaget kalau lihat kayak gitu?”“Nggak seheboh kamu kali,” balas Jordie. “Halah, kamu itu penakut banget. Nggak hantu di sini. Nggak usah paranoid. Nanti susah tidur kamu.”Hakim berdecak kesal. Dia tetap merasa seram dengan apartemen yang penghuninya sudah meningga
Jordie merinding demam secara mendadak gara-gara ulah Dewi. Dia langsung mendorong Dewi menjauh dari dirinya. Suara batuk-batuk terdengar dari mulutnya.“Aku sedang tidak enak badan. Tolong jangan ganggu aku,” tolak Jordie tegas dan dingin. Tangannya bergerak mematikan kran air.“Eh, tapi—“Jordie tak memedulikan reaksi Dewi. Dia mendorong Dewi keluar dari dapur. Lantas, dia berlari melesat ke dalam kamar dan menutupnya.“Rey! Reynold!” teriak Dewi kencang.Perempuan itu tetap melangkah mengejar Jordie. Bahkan, dia tak peduli jika ada Hakim dan Setya di apartemen itu. Tangan Dewi tetap mengetuk-ngetuk pintu kamar Jordie dengan niatan membukanya.Hakim dan Setya yang berada di ruang tengah terkaget mendengarkan teriakan Dewi. Buru-buru mereka berlari ke arah Dewi berada. Mereka tercengang melihat Dewi tampak berusaha keras masuk ke dalam kamar Jordie.Hakim berlari menghampiri Dewi. Dia menarik Dewi dan membentaknya. “Kamu kenapa melakukan tindakan yang merusak properti seperti ini?” a
“Wah, gila sih,” ujar Hakim tak percaya.Pandangannya masih menatap nanar barang-barang tak terduga hasil bersih-bersih apartemen milik Reynold. Di antara semua kerapian apartemen itu, ada tempat rahasia bagi Reynold untuk menyembunyikan barang-barang haramnya secara rapi. Bahkan, masih ada sisa serbuk narkotika yang dibungkus rapi dan disimpan di dalam kotak mainan catur.“Kita harus buang ini secepatnya,” ucap Jordie. “Barang-barang seperti berbahaya dan akan menimbulkan kerusuhan kalau sampai ketahuan pihak berwajib.”Jujur saja Jordie cemas dengan kondisi apartemen ini. Dia saat ini sedang berperan menggantikan Reynold yang sudah mati. Sayangnya, track record Reynold memang lebih buruk dari yang Jordie kira.“Mau kita buang ke tempat sampah?” usul Hakim. “Buangnya pas malam hari aja.”“Jangan dibuang,” larang Jordie. “Sekarang kan canggih. Kalau ada yang nemu terus dibawa ke kantor polisi gimana? Sidik jari kita pasti bakal kena.”Jordie memandangi sisa koleksi barang haram Reynol
“Anda Pak Reynold. Benar begitu?” sapa salah satu polisi intel.“Iya, benar,” jawab Jordie.Ekor mata Jordie melirik ke arah saku celana pria di depannya. Dia melihat ada pistol listrik menyembul dari sana.“Ada perlu apa ya, Pak?” tanya Jordie kemudian.Dia menunjukkan wajah polos dengan senyuman ringan. Meski tahu bahwa dirinya dicurigai, Jordie mencoba tetap tenang. Apalagi, dia tak melakukan hal buruk apapun.“Tidak. Kami hanya ingin melakukan patroli keamanan,” terang si polisi intel itu. “Ada kabar santer bahwa daerah ini sering terjadi pembobolan pintu.”“Oh, saya malah baru tahu,” ujar Jordie. Dia melangkah mendekati pintu apartemennya dan membukanya. “Mari, Pak. Silakan masuk.”Jordie sengaja bersikap ramah pada intel itu. Semuanya dia lakukan dengan tujuan agar dirinya tak dicurigai lebih dalam.Si intel akhirnya ikut masuk ke dalam. Mereka duduk di sofa ruang tamu sesuai dengan ucapan Jordie.“Mau minum apa, Pak?” tanya Jordie. “Biar asisten manajer saya yang menyiapkan.”D
Michael menoleh ke arah Hakim. Dia menepuk tangan Hakim yang malah sibuk menikmati makanan.Hakim tergeragap kaget. “Gimana, Pak?” tanya Hakim spontan.“Bujuk temanmu agar tidak melakukan hal aneh,” ujar Michael. Dia masih tak bisa menerima ide gila Jordie yang terlalu riskan itu.Hakim mengambil gelas minumnya dan meneguknya. Dia menatap Michael dengan pandangan pasrah. “Percayalah padaku, Pak. Semalam aku sudah membujuk Jordie,” tutur Hakim. “Dia sama sekali tidak peduli dengan ucapanku. Makanya, aku memanggilmu ke sini.”Michael menghela napas resah. Ternyata Jordie memang tak bisa dia kendalikan sepenuhnya meskipun kepribadian Jordie dia akui bagus.“Jordie, meski aku menyetujui ide gilamu, aku tidak bisa memberikanmu izin sekarang,” terang Michael. “Aku harus berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan itu butuh waktu satu minggu paling cepat. Ya, kamu tahu kan kalau aku harus memikirkan kemungkinan-kemungkinan negatif dari masalah ini. Tapi, aku benar-benar berterima kasih padamu
Seharian Hakim dan Jordie hanya mengurusi packing barang untuk dibawa konser ke Bali dan memantau perkembangan berita di media sosial. Sampai malam hari, tidak ada berita apapun tentang Aster dan Reynold. Artinya, tidak ada yang tahu tentang kejadian saat Jordie dan Aster berciuman.“Sementara waktu kita aman,” ujar Hakim. “Aku cuma berani menyimpulkan hal ini saja karena memang nggak ada berita tentang kamu.”Jordie mengangguk paham. Hatinya lega karena memang tak ada yang mengekorinya. Dia lega karena Aster tidak akan diganggu oleh para fans garis keras Reynold.“Sekarang kamu bisa istirahat tenang, Die. Besok kita langsung ke Bali,” terang Hakim.“Iya,” sahut Jordie.Dia kembali ke kamarnya. Tangan Jordie mengambil ponselnya. Dia mencari nomor Aster. Hatinya ingin s
Sebuah peluk erat merengkuh tubuh Aster dengan hangat. Ciuman yang menyentuh bibirnya semakin dalam. Hati Aster berdesir aneh. Rasanya seperti begitu dekat dengan Rey.Aster segera mendorong dada Rey menjauh darinya. Rasa bersalahnya muncul karena dia berciuman dengan pria lain selain Jordie.Buru-buru Aster mendorong dada Rey. Tangannya bergerak otomatis menampar pipi Rey sekeras mungkin untuk menyadarkan Rey.Jordie terkesiap kaget mendapatkan tamparan itu. Dia ternganga dan tersadar bahwa apa yang dia lakukan adalah salah.“Minggir!” Aster kembali mendorong Rey. Dia merasa jijik pada dirinya sekarang. Tangannya bergerak mengusap bibirnya yang baru saja dicium Rey.Sepasang mata Aster memanas. Dia bisa merasakan air yang menggenangi matanya. Dia segera bangkit dari duduknya dan berlari menuju tenda tem
“Maaf ya! Kamu pasti udah lama nunggu ya?” sapa Jordie. Dia baru saja keluar dari hotel dan masuk ke dalam mobil Aster.“Nggak masalah kok,” jawab Aster. “Duduk sini. Mau sarapan bareng nggak? Kita cari yang anget-anget gitu.”Jordie duduk di kursi kemudi. Dia mengenakan seat belt-nya. “Yang anget-anget? Mau bubur ayam?” tawar Jordie. Dia mulai mengemudikan mobil Aster.“Boleh deh. Soto Bandung juga enak,” tutur Aster. “Gorengan, batagor, ketupat sayur, lotek. Enak semua tuh.”Tawa Jordie terdengar. Aster memang paling suka makan dan dia tak bisa menghentikan hobi Aster itu.“Kenapa ketawa?” Aster menoleh dan menatap Jordie dengan pandangan heran.“Pantes sih kalau kamu kerja di bidang kuliner. Soalnya kamu suka banget sama makanan,” tutur Jordie.“Oh, itu rupanya,” Aster tersenyum simpul. “Aku kira gara-gara aku malu-malu
“Ruth, bangun, Ruth,” Hakim mengetuk-ngetuk pintu kamar Ruth.Dia berniat untuk mengajak Ruth jalan pagi. Mengingat, kemarin malam, mereka memang sudah berencana untuk jalan-jalan santai bersama.“Kim, kenapa ganggu si Teteh?” tanya Ibu Hakim. Dia mengerutkan keningnya menatap anak laki-lakinya mengetuk-ngetuk pintu kamar tamu dimana Ruth tidur pulas.“Ini, Bu. Kan kemarin janjian mau jalan-jalan pagi ke sungai deket rumah. Tapi, Ruth kayaknya belum bangun gitu,” terang Hakim pada sang ibu.“Kamu ini masa’ ngajak jalan-jalan si Teteh ke sungai. Apa nggak kasihan?” balas Ibu Hakim terheran. “Teteh kan nggak ada hobi mancing kayak kamu. Nanti bukannya seneng, malah kesurupan di sana.”“Bu, kan bisa mandi di sana. Airnya bagus lho. Nggak harus manc
“Gimana, Ruth?” Hakim menemani Ruth mengobrol di teras rumah saat usai makan malam.“Aku kenyang banget,” ujar Ruth. Dia mengusap-usap perutnya dengan senyuman lebar di wajahnya. “Ibumu pandai masak ya?”“Aku juga ikut masak tadi,” timpal Hakim. Dia sedikit pamer kemampuannya pada Ruth. Mungkin saja Ruth akan memujinya juga.“Benarkah? Eh, tapi kan kamu punya geprek ayam ya? Pasti masakanmu memang enak,” tutur Ruth. Dia tersenyum dan memuji kemampuan memasak Hakim juga.Hati Hakim berbunga-bunga mendengarkan pujian Ruth. Bahkan, Ruth memuji usaha geprek ayamnya.“Kamu udah mampir ke sana nggak?” tanya Hakim.Ruth menggelengkan kepala. “Aster dan Rey sibuk, kan? Aku nggak mungkin ajak Dio. Dia mana mau makan di tempat pinggiran seperti itu,” Ruth tersenyum getir. Dia menghela napas panjang dan berat. “Apa aku putus sama Dio aja ya?”Hakim te
“Namanya siapa?” tanya Ibu Hakim. Perempuan yang sudah beruban dan berambut pendek di bawah telinga itu memandangi Ruth dengan tatapan lamat-lamat.Pandangannya memang sudah mengabur karena faktor usia. Ditambah lagi, akhir-akhir ini dia juga sering sakit-sakitan sampai Hakim harus cuti kerja selama satu minggu.“Ruth, Tante,” jawab Ruth. Dia tersenyum tipis pada Ibu Hakim.“Cantik ya? Mirip sama orangnya,” puji Ibu Ruth. Dia tersenyum ramah pada Ruth.Hati Ruth lega mendengarkan ucapan Ibu Hakim. Dia pikir dia akan disambut dengan buruk. Nyatanya, semua itu hanyalah pikirannya yang terlalu overthinking.“Ayo masuk! Pasti capek. Makasih ya udah mau beliin banyak oleh-oleh,” Ibu Hakim menggandeng lengan Ruth. Dia mengajak Ruth masuk ke dalam rumah dan duduk di kursi rua
“Ini minum dulu, Rey,” Aster duduk di sisi Reynold. Dia memberikan gelas teh jahe untuk pria itu.Jordie menerimanya. Dia tersenyum dan berterima kasih pada Aster. Dia memang ingin minum yang hangat-hangat karena Lembang masih tetap dingin meski sekarang sudah memasuki waktu tengah hari.“Makanannya belum dateng ya?” gumam Jordie sambil menyesapi teh jahenya.“Katanya ada macet gitu tadi pagi, jadinya bahan makanan di tempat catering sampai agak siang,” terang Aster. “Kayaknya ada kecelakaan gitu.”Wajah Aster tampak sendu. “Untung ya kita tadi aman-aman aja waktu jalan-jalan,” pungkas Aster penuh dengan kelegaan.“Kita kan jalan kaki. Lagian, aku bakal selalu jaga kamu kok,” balas Jordie. Dia tersenyum tipis pada Aster.“Makasih ya,” Aster tersenyum lega mendengarkan perkataan Reynold. “Oya, kamu tadi kocak banget waktu mau nangkep ayam. Kok bisa sih k
“Sekarang kita udah sampai di penangkaran rusa,” tutur Hakim. Dia menggandeng Ruth melangkah masuk usai menyerahkan karcis.Mereka berhenti untuk membeli wortel. Setelah itu, mereka melangkah membagikan wortel-wortel di keranjang kecil pada para rusa yang hidup liar bebas di alam luas.“Rusa-rusanya besar ya!” seru Ruth. Dia agak takut jika nantinya disepak oleh rusa-rusa itu. Tanduk-tanduknya juga tajam.“Iya, kita habiskan dulu wortelnya di rute berpagar ini sambil aku fotoin kamu ya?” terang Hakim.“Kita foto berdua aja sih,” balas Ruth.Hakim sedikit terkaget dengan ucapan Ruth. Namun, dia senang mendengarnya karena Ruth mau berfoto dengannya.“Nggak apa-apa nih foto berdua?” tanya Hakim.Ruth menganggukkan kepala. Dia mengeluarkan
Senyuman Aster dan Jordie tak bisa berhenti meski mereka sudah masuk ke kamar masing-masing. Mereka menikmati momen olahraga bersama dan tiba di vila tepat waktu.Jordie memilih langsung mandi dang anti pakaian. Dia tak sabar ikut sarapan bersama dengan para kru. Bagaimanapun, saat sarapan dia bisa bersosialisasi seperti pesan Pak Michael dan bisa mengobrol akrab dengan Aster tanpa perlu takut ketahuan paparazzi. Ini seperti sekali mendayung dua tiga pulau terlewati.“Aku nggak tahu Aster pakai pakaian apa hari ini,” gumam Jordie. Dia ingin kembali terlihat serasi saat berpakaian bersama dengan Aster. Namun, kali ini dia tak bisa mengintip dari jendela balkon seperti kemarin.Jordie memutuskan mengenakan pakaian bernuansa putih biru. Lagipula, syuting variety show memang selalu lebih santai secara outfit dibandingkan dengan syuting iklan atau film.Setelah berganti pakaian, Jordie berlari ke ruang makan dan menyapa para staff. Hal ini sudah me