Prameswari tertegun memandangi sehelai jilbab segi empat berwarna putih melati oleh-oleh dari Teh Hasna. Perlahan-lahan namun pasti, dibukanya plastik pembukus dan membentangkannya. Tak terasa air mata Prameswari merembes hangat dari sudut-sudut mata. Tanpa berusaha untuk menyusut tangis, dia berdiri di depan kaca cermin, menyampirkan jilbab di pundak kanan. Gemetar, mengikat rambut yang sudah panjang setengkuk dengan gelang karet dan memakai jilbabnya.
"Ini Dek Mytha, Teteh ada sedikit oleh-oleh buat Dek Mytha." ujar Teh Hasna tadi sore, sepulangnya Mytha dari kafe, "Semoga suka ya, Dek Mytha?"
Selain jilbab putih melati ini, Teh Hasna juga membawakan kue bawang, enting-enting kacang dan asinan bogor. Makanan yang langsung membuat Prameswari jatuh cinta. Rasanya tidak bisa berhenti makan. Bukan hanya karena rasanya tapi juga &
[Halo, apakah benar ini dengan Bang Rayyan? Saya Mytha, Honey Karaoke and Cafe] gemetar, Prameswari mengetik pesan untuk Ustadz Rayyan. Satu hal yang mustahil terjadi jika dalam keadaan sadar seperti sedia kala. Jangankan mengirimkan pesan, sedangkan bertemu saja selalu membuang muka. Tak sudi menatap walaupun hanya sekejap. Tapi ini, demi sebuah jawaban yang selama beberapa bulan ini dicarinya. Demi sebuah jati diri. Apapun pasti akan ditempuhnya.New Chat@Bang Rayyan[Assalamu'alaikum, Dek Mytha][Ya, benar. Ini saya, Rayyan][Bagaimana Dek, ada yang bisa saya bantu?]Sungguh, Prameswari sampai melompat-lompat di atas kasur empuknya, begitu membaca pesan dari Ustadz Rayyan. Dengan per
'Apa, apakah ini yang dimaksud dengan bencana?' batin Prameswari bertanya dengan nelangsa, 'Mengapa tiba-tiba kepalaku sakit lagi? Sama seperti sore itu, saat aku mencoba pakai jilbab putih pemberian Teh Hasna. Aduuuh …!' Prameswari meringis menahan sakit. Rasa sakit di kepalanya benar-benar tak tertahankan lagi, mau pecah rasanya. Ingin menjerit tapi mustahil karena sekarang dia sedang berada di klinik bersalin. Untung, ada klinik bersalin yang tidak terlalu jauh dari Krapyak, sekitar lima ratus meter saja, di Jalan Bantul. Untung juga, Teh Hasna dan bayinya sehat, jadi bisa melahirkan di sini, tidak harus ke rumah sakit besar. Bukan apa-apa. Entah mengapa, belakangan ini kepala Prameswari suka sakit kalau menyetir mobil dengan jarak di atas empat belas kilometer. Padahal, biasanya sih, itu perkara kecil. Jangankan empat belas kilo meter, tiga kali lipatnya saja,
'Siapakah aku, sebenarnya?' Prameswari membatin dalam hati, 'Kenapa begitu banyak hal janggal dan aneh yang kualami?' batinnya lagi sambil menyeka air mata. Dia dalam perjalanan ke rumah Giga sekarang, karena tadi pagi waktu membuat janji, mereka batal bertemu. Itu, dimintai tolong Abang mengantarkan Teh Hana ke klinik bersalin.Tapi dia bahagia. Maksudnya, dengan begitu dia merasakan ada kebahagiaan yang lain di hatinya. Bahagia lah pokoknya, karena bisa membantu mereka. Ya, meskipun baru saja bertemu tapi rasanya bisa langsung akrab dan dekat. Bukan hanya aman tapi juga nyaman perasaannya setiap kali bersama mereka. Entahlah, seperti sudah pernah hidup bersama-sama sebelumnya."Bayi Teh Hasna … Gimana ceritanya, bisa mirip sama aku?" dia bergumam dengan perasaan yang semakin sesak, "Padahal kan, baru aja ke
Prameswari masih menangis terisak-isak saat sampai di rumah. Sama sekali tidak sadar dia tadi kalau ternyata sudah salah pilih kontak. Dia pikir itu nomor ponsel Giga yang biasa mereka gunakan untuk komunikasi. Tapi ternyata, nomor ponsel yang satunya, yang dia curigai sebagai nomor cadangan Peony. Masalahnya Peony pernah menerornya dengan nomor itu dulu, beberapa minggu yang lalu. Memang benar di kontak, dia save dengan nama Mas Giga, sama dengan nomor yang satunya. Bedanya, yang ini tidak ada emotikon jantung hatinya. Kenapa? Karena dulu---waktu Mbak Honey masih ada---Giga sering menghubunginya dengan nomor itu.Jadi, mungkin Peony ingin mempertegas dan memperjelas kalau dia itu isteri Giga, makanya menggunakan nomor itu. Bukan hanya pesan yang berisi ancaman, makian dan sumpah serapah, Peony juga mengirimkan beberapa foto mesranya bersama Giga. Giga memeluk Peony dari samping, Peony
Prameswari melakukan segala cara untuk mengusir Giga pergi dari rumahnya. Menendang, memukul, mendorong dan berusaha menarik tubuhnya tapi gagal total. Sekuat tenaga, Gila bertahan. Baginya, tidak mungkin meninggalkan Prameswari dalam keadaan seperti ini. Selain khawatir dan takut, Giga juga penasaran dengan kata-kata Prameswari tadi. 'Kalian pembohong. Kalian membohongiku aku. Aku tak sudi bertemu dengan kalian lagi.' Tentu saja Giga merasa wajib tahu, apakah Dek Mytha-nya itu sudah pulih kembali? Ingatannya, maksudnya. Masalahnya, beberapa waktu yang lalu saja masih bersikap manis dan mesra padanya. Penasaran dan aneh lah, pokoknya. Giga merasa begitu."Dek, minum dulu, Dek!" kata Giga sambil mengangsurkan segelas air putih pada Prameswari, "Minum dulu, biar tenang."Prameswari bergeming, menatap dalam dan tajam pada bola mat
Setengah berlari, Prameswari ke kamar Mbak Honey. Satu-satu hal yang dia merasa wajib untuk dilakukan adalah membongkar meja kerja dan lemari pakaiannya. Karena apa? Beberapa detik yang lalu, saat dia mengunci pintu depan, terlintas dalam ingatan tentang permintaan Mbak Honey tentang Peony. Apa itu istilahnya? Nah iya, Mbak Honey meminta Prameswari untuk merebut Giga dari Peony. Paling tidak, bisa menikah dengan Giga mewakili dendam yang membara di dalam hati."Mytha, kalau nanti Mbak sudah nggak ada di dunia ini lagi … Rebut kembali Mas Giga dari tangan istrinya, Peony. Kamu tahu Mytha?" Mbak Honey mengutarakan hal yang menyesakkan dada itu di saat Prameswari sudah mulai menikmati dunia Honey Karaoke and Cafe, "Mas Giga itu cinta mati Mbak. Mbak nggak rela dia menikmati kebahagiaan hidup bersama perempuan lain kecuali kamu. Kamu adik Mbak … Kalau kamu berhasil merebut kem
Rasa kecewa dan marah yang kian membara di tungku hati, mendorong Prameswari untuk tetap tinggal di sini, Yogyakarta. Takkan pulang dia ke Tangerang, meskipun hanya satu detik. Meskipun hanya untuk melihat bagaimana keadaan Ummi dan Abah. Tidak, takkan pernah. Bahkan, dia sudah memutuskan untuk tidak pernah lagi berhubungan dengan Abang, Teh Hasna atau siapa saja yang berkaitan erat dengan pondok pesantren abahnya. Karena apa? Segala perasaan sakit, kecewa dan marah kini telah berubah menjadi dendam.Dendam kesumat!Karena merekalah, dirinya menjadi seperti ini sekarang. Menjadi Mytha yang terlampau jauh dari Wari. Hanya shalat yang tak dia tinggalkan tapi hijab? Ambyar! Itu semua karena dia jatuh ke tangan Mbak Honey, Malaikat penyelamat yang ternyata seorang pengusaha gelap. Gelap, karena di kafenya dia menjual minum-mi
Mendapati rumah Prameswari kosong, Abang terlihat sangat kecewa. Terlebih setelah chat dan sama sekali tak dibuka, rasanya sangat sedih. Jauh di dasar hatinya dia semakin yakin kalau Mytha yang selama ini dikenalnya adalah Wari, adik kandungnya. Begitu juga dengan Abah dan Ummi di Tangerang sana. Sampai-sampai, mereka juga ingin melihat langsung Prameswari dari dekat. Menyentuh, memeluk dan menyatukan detak jantung mereka agar semua terungkap nyata. Bukankah detak jantung mereka sama? Darah yang mengalir tubuh mereka juga sama. Adakah yang bisa memungkiri kenyataan itu? Tidak ada, kecuali mereka yang suka berdusta.Itulah mengapa, Abang datang ke rumahnya pagi ini. Pertama, untuk mengetahui bagaimana keadaan Prameswari setelah hampir dua minggu tak berjumpa. Ke dua, untuk mempertemukan Prameswari dengan Abah dan Ummi. Mereka akan tiba di Yogyakarta besok pagi, dalam rangka menjenguk anak, cuc
"Neng Wari, sekarang kamu sudah sah menjadi istri Ustadz Rayyan." Abah memegangi kedua pundak Prameswari. "Abah bermaksiat kepadamu, jadilah istri yang shalihah ya, Neng Wari? Taatilah suamimu, jangan kecewakan hatinya. Semoga Allah menjadikan kalian keluarga yang sakinah, mawaddah, warrahmah dan barakah."Tak urung jua, air mata Abah merembes hangat. Menetes-netes deras, selayaknya gerimis sehingga Prameswari tersentuh keharuan yang begitu mendalam. Tak terasa, tangisnya pun merebak. Membuncah tumpah ruah dalam pelukan kasih sayang Abah."Neng Wari, sudah Neng." ucap Abah lirih, sembari melepaskan pelukannya, "Abah yakin, ini yang terbaik dari Allah untuk kamu. Insya Allah Ustadz Rayyan hamba yang shalih dan amanah, Neng. Kamu tak perlu khawatir. Ada Allah yang akan selalu menjaga dan melindungi kamu. Ingat ya Neng, kalau kamu
"Wa Wari!" Audry memanggil dengan suara parau, "Tunggu, Wari?"Prameswari menghentikan langkah, memutar setengah badan menghadap Audry. "Ya, Audry?"Prameswari berusaha menggambar senyum untuk sahabat baik sekaligus Ummi barunya itu, menghalau rasa sesak yang memaksa masuk ke dalam rongga dada. Ini bukan kesalahan Audry, bukan. Siapa yang punya kuasa untuk mengusik kehendak Allah? Berat seperti apa pun, Prameswari mengharuskan diri untuk bisa menerima Audry sebagai umminya. Toh, selama ini mereka sudah bersahabat baik, bukan? Tak ada hal yang perlu disangsikan lagi. Satu lagi, Ummi sudah tenang dan bahagia di alam sana. Tak ada kaitan apa-apa lagi dengan kehidupan dunia."Wa Wari sudah makan?" tanya Audry penuh perhatian, "Maaf ya, tadi aku eh Ummi diajak Abah ke
"Syukurlah, suhu tubuh kamu sudah mulai normal, Yuka!" Prameswari memberi tahu sahabat dekatnya itu sembari menggambar senyum simpul gembira, "Kami khawatir banget tahu, semalam?" sebagai pemanis rasa syukur, Prameswari mencubit kecil pinggang Yuka. Gadis berdarah Jepang - Indonesia itu pun meringis kesakitan, namun tawa lirihnya terdengar melegakan."Duh, makasih ya Wari?" ungkap Yuka dengan mata berkaca-kaca merah, "Audry juga. Eh ke mana dia, Wari? Oooh, ehem ehem baru siap-siap ya? Nanti malam kan, ada yang mau datang. Hihihi … Wari, kita harus cepet-cepet nyari kado spesial nih, buat si Calon Pengantin?"Audry pura-pura marah dan menjerit menja dari balik gorden pembatas kamar, "Iiihhh, Yuka!"Bukan Yuka namanya kalau tidak malah tertawa cekikik
"Ning Wari?" tak ada lagi keberanian yang tersisa dalam diri Evan, meskipun hanya untuk sekadar mengangkat wajah. Hanya bisa menunduk malu oleh karena perbuatan jahatnya pada Prameswari dulu.Sebenarnya Prameswari sempat ragu untuk menyapa Evan, tetapi akhirnya terucap juga dari mulutnya yang kering dan pahit. "Evan!"Resmilah sudah, itu adalah sapaan pertama Prameswari untuk Meyka palsu setelah pertemuan singkat mereka di Al-Hidayah beberapa bulan yang lalu. Pertemuan singkat yang mampu mengungkap segala tindak kejahatan Evan. Lebih tepatnya setelah Abang menjebloskannya ke dalam penjara."Apa kabar kamu, Evan?" Prameswari bertanya sambil menarik pandangan turun ke lantai ruang pengunjung nara pidana. Tercekat lagi kerongkongannya sehingga hanya itu yang m
Dari tempatnya berdiri, tak jauh dari rak buku di belakang Prameswari, Ustadz Rayyan menatap malu-malu. Dia hanya mengambil hak pandangan pertamanya, lalu menunduk lagi setelah itu. Membaca baris-baris kalimat yang tertulis dengan apik dan rapi di buku motivasi yang ingin dibelinya nanti.Tak pernah menyangka sebelumnya, kalau di sore yang gerimis ini, akan bertemu dengan Prameswari, sungguh. Jangankan berharap, sedangkan untuk sedikit memikirkan pun Ustadz Rayyan tak memiliki cukup keberanian. Sampai detik ini, semenjak tragedi perjodohan yang ditawarkan Abah dulu, sebisa mungkin dia melupakannya.Pasrah. Menyerahkan urusan itu pada Allah. Terlebih setelah menyadari kalau Prameswari mengalami sesuatu yang bernama amnesia atau hilang ingatan. Dia selalu berjuang untuk mengutuhkan tawakal dalam dada. Percaya sepenuhnya, kalaulah
"Wari!" Yuka memanggil dari balik gorden yang membatasi kamar mereka, "Kamu sudah tidur belum, Wari?"Sebenarnya Wari sudah mengantuk tapi karena Yuka memanggil, dia kembali duduk di tepi tempat tidur. Memandang ke arah tempat tidur Yuka sambil memeluk selimut yang masih terlihat rapi."Ada apa, Yuka?" Prameswari bertanya dengan memelankan suara, takut mengganggu Audry. Di antara mereka bertiga, Audry-lah yang memiliki jam tidur paling awal."Aku boleh ke kamarmu, sebentar?" Yuka balik bertanya membuat Prameswari tersenyum geli."Boleh," sahut Prameswari dengan dahi berkerut. Selama mereka menuntut ilmu di AISYAH baru kali ini Yuka seperti ini. Biasanya, menunggu pagi dulu baru menemui Prameswari. Kecual
"Mytha," Mbak Honey memanggil lembut dan manja, "Kamu tahu nggak kenapa Mbak nakal?" kali ini Mbak Honey mengalihkan seluruh pandangan dan konsentrasi pada Prameswari yang tak dapat menutupi rasa terkejutnya. Dalam hati ia membatin, 'Kenapa tiba-tiba Mbak Honey bertanya seperti itu, ada apa?'Prameswari menggeleng-gelengkan kepala. "Nggak Mbak, Mytha nggak tahu. Enggg tapi menurut Mytha, Mbak Honey nggak nakal, kok. Mbak Honey baik, kok. Baik banget malah."Penuh sayang, Mbak Honey mencuil pipi Prameswari. "Hehehehe … Bisa aja nih, adek Mbak yang cantik kayak embun pagi?"Karena Mbak Honey mengembalikan pandangan ke kaca jendela, Prameswari pun melakukan hal yang sama. Menembus kaca jendela dengan kata bulat besar dan beningnya yang mulai terasa hangat. Terharu sekali
Prameswari masih terlihat lemas di tempat tidur tapi tetap saja menggambar senyum tipis yang manis begitu tahu kalau Yuka datang menjenguknya. "Yuka … Kangen banget, tahu?"Tanpa basa basi dalam bentuk apa pun lagi, Yuka mendekati tempat tidur Prameswari. Menarik kursi tunggu dan menghempaskan tubuh langsingnya seolah-olah itu kasur empuk. Tak dirasakan lagi, bagaimana tulang ekornya terasa berdenyut saat itu terpenting bisa segera memeluk sahabat dekatnya. Ya, walaupun belum berani memeluk erat-erat seperti biasa, sih. Karena kan, luka bekas operasi di perut Prameswari masih belum sembuh. Masih belum dilepas pun perbannya. Alhasil, hanya pelukan pelepas rindu sajalah yang tercipta. Itu pun sudah sangat pantas untuk disyukuri. Sebab bagaimanapun Allah masih memberikan keselamatan pada Prameswari. Jika tidak?"Maaf,
To: Prameswari Shalihatun NisaAssalamu'alaikum Warrahmatullahi WabarakatuhIzinkan saya, Hayyina Khansa memilih engkau untuk menjadi pendamping hidup suami saya, Eiden Malik. Jika engkau bersedia menerima apa yang menjadi maksud dan tujuan saya ini, tolong segera memberi kabar di nomor chat room ini: 082 … 272 atas nama Hayyina Khansa.Demikian surat ini saya tulis karena Allah Ta'ala. Semoga Allah memudahkan dan memberkahi setiap urusan kita. Aamiin Yaa Allah.Assalamu'alaikum Warrahmatullahi WabarakatuhFrom: Hayyina KhansaLagi dan lagi, Prameswari membaca surat dari Mbak Hayyina. Surat pina