'Siapakah aku, sebenarnya?' Prameswari membatin dalam hati, 'Kenapa begitu banyak hal janggal dan aneh yang kualami?' batinnya lagi sambil menyeka air mata. Dia dalam perjalanan ke rumah Giga sekarang, karena tadi pagi waktu membuat janji, mereka batal bertemu. Itu, dimintai tolong Abang mengantarkan Teh Hana ke klinik bersalin.
Tapi dia bahagia. Maksudnya, dengan begitu dia merasakan ada kebahagiaan yang lain di hatinya. Bahagia lah pokoknya, karena bisa membantu mereka. Ya, meskipun baru saja bertemu tapi rasanya bisa langsung akrab dan dekat. Bukan hanya aman tapi juga nyaman perasaannya setiap kali bersama mereka. Entahlah, seperti sudah pernah hidup bersama-sama sebelumnya.
"Bayi Teh Hasna … Gimana ceritanya, bisa mirip sama aku?" dia bergumam dengan perasaan yang semakin sesak, "Padahal kan, baru aja ke
Prameswari masih menangis terisak-isak saat sampai di rumah. Sama sekali tidak sadar dia tadi kalau ternyata sudah salah pilih kontak. Dia pikir itu nomor ponsel Giga yang biasa mereka gunakan untuk komunikasi. Tapi ternyata, nomor ponsel yang satunya, yang dia curigai sebagai nomor cadangan Peony. Masalahnya Peony pernah menerornya dengan nomor itu dulu, beberapa minggu yang lalu. Memang benar di kontak, dia save dengan nama Mas Giga, sama dengan nomor yang satunya. Bedanya, yang ini tidak ada emotikon jantung hatinya. Kenapa? Karena dulu---waktu Mbak Honey masih ada---Giga sering menghubunginya dengan nomor itu.Jadi, mungkin Peony ingin mempertegas dan memperjelas kalau dia itu isteri Giga, makanya menggunakan nomor itu. Bukan hanya pesan yang berisi ancaman, makian dan sumpah serapah, Peony juga mengirimkan beberapa foto mesranya bersama Giga. Giga memeluk Peony dari samping, Peony
Prameswari melakukan segala cara untuk mengusir Giga pergi dari rumahnya. Menendang, memukul, mendorong dan berusaha menarik tubuhnya tapi gagal total. Sekuat tenaga, Gila bertahan. Baginya, tidak mungkin meninggalkan Prameswari dalam keadaan seperti ini. Selain khawatir dan takut, Giga juga penasaran dengan kata-kata Prameswari tadi. 'Kalian pembohong. Kalian membohongiku aku. Aku tak sudi bertemu dengan kalian lagi.' Tentu saja Giga merasa wajib tahu, apakah Dek Mytha-nya itu sudah pulih kembali? Ingatannya, maksudnya. Masalahnya, beberapa waktu yang lalu saja masih bersikap manis dan mesra padanya. Penasaran dan aneh lah, pokoknya. Giga merasa begitu."Dek, minum dulu, Dek!" kata Giga sambil mengangsurkan segelas air putih pada Prameswari, "Minum dulu, biar tenang."Prameswari bergeming, menatap dalam dan tajam pada bola mat
Setengah berlari, Prameswari ke kamar Mbak Honey. Satu-satu hal yang dia merasa wajib untuk dilakukan adalah membongkar meja kerja dan lemari pakaiannya. Karena apa? Beberapa detik yang lalu, saat dia mengunci pintu depan, terlintas dalam ingatan tentang permintaan Mbak Honey tentang Peony. Apa itu istilahnya? Nah iya, Mbak Honey meminta Prameswari untuk merebut Giga dari Peony. Paling tidak, bisa menikah dengan Giga mewakili dendam yang membara di dalam hati."Mytha, kalau nanti Mbak sudah nggak ada di dunia ini lagi … Rebut kembali Mas Giga dari tangan istrinya, Peony. Kamu tahu Mytha?" Mbak Honey mengutarakan hal yang menyesakkan dada itu di saat Prameswari sudah mulai menikmati dunia Honey Karaoke and Cafe, "Mas Giga itu cinta mati Mbak. Mbak nggak rela dia menikmati kebahagiaan hidup bersama perempuan lain kecuali kamu. Kamu adik Mbak … Kalau kamu berhasil merebut kem
Rasa kecewa dan marah yang kian membara di tungku hati, mendorong Prameswari untuk tetap tinggal di sini, Yogyakarta. Takkan pulang dia ke Tangerang, meskipun hanya satu detik. Meskipun hanya untuk melihat bagaimana keadaan Ummi dan Abah. Tidak, takkan pernah. Bahkan, dia sudah memutuskan untuk tidak pernah lagi berhubungan dengan Abang, Teh Hasna atau siapa saja yang berkaitan erat dengan pondok pesantren abahnya. Karena apa? Segala perasaan sakit, kecewa dan marah kini telah berubah menjadi dendam.Dendam kesumat!Karena merekalah, dirinya menjadi seperti ini sekarang. Menjadi Mytha yang terlampau jauh dari Wari. Hanya shalat yang tak dia tinggalkan tapi hijab? Ambyar! Itu semua karena dia jatuh ke tangan Mbak Honey, Malaikat penyelamat yang ternyata seorang pengusaha gelap. Gelap, karena di kafenya dia menjual minum-mi
Mendapati rumah Prameswari kosong, Abang terlihat sangat kecewa. Terlebih setelah chat dan sama sekali tak dibuka, rasanya sangat sedih. Jauh di dasar hatinya dia semakin yakin kalau Mytha yang selama ini dikenalnya adalah Wari, adik kandungnya. Begitu juga dengan Abah dan Ummi di Tangerang sana. Sampai-sampai, mereka juga ingin melihat langsung Prameswari dari dekat. Menyentuh, memeluk dan menyatukan detak jantung mereka agar semua terungkap nyata. Bukankah detak jantung mereka sama? Darah yang mengalir tubuh mereka juga sama. Adakah yang bisa memungkiri kenyataan itu? Tidak ada, kecuali mereka yang suka berdusta.Itulah mengapa, Abang datang ke rumahnya pagi ini. Pertama, untuk mengetahui bagaimana keadaan Prameswari setelah hampir dua minggu tak berjumpa. Ke dua, untuk mempertemukan Prameswari dengan Abah dan Ummi. Mereka akan tiba di Yogyakarta besok pagi, dalam rangka menjenguk anak, cuc
Prameswari memandangi pantulan wajah ayunya di kaca spion, menggambar senyum tipis. Sejenak dia berpikir, apa yang harus dilakukannya jika Giga benar-benar menceraikan Peony? Dia juga berpikir, bagaimana kalau pernyataan itu hanyalah kebohongan belaka? Bagaimana mungkin seorang suami lebih memilih orang lain yang sama sekali belum dikenalnya dari pada isteri sendiri? Bahkan, dia tengah mengandung buah hati mereka. Tidak mungkin, kan?'Mas Giga pasti bohong!' hati Prameswari menjerit sakit, 'Kalau nggak bohong, dia pasti sudah gila. Mendadak gila.'Sekarang, Prameswari menyisir lembut rambutnya dengan gaya rambut belah dua. Merapikan anak rambut yang mulai panjang mengikal, memperhatikan seluruh kulit wajahnya yang masih tersaput bedak warna natural. Spot terakhir yang menjadi perhatiannya adalah bibir. Lisptiknya sudah mulai me
Tentu saja, Peony tidak bisa menerima kedatangan Prameswari di rumah mereka, apa pun alasannya. Mau di sakit atau bahkan sekarat sekalipun karena itu bukan urusannya. Bukan urusan mereka. Memangnya, siapakah Prameswari itu sehingga Giga harus repot-repot merawatnya seperti ini?"Pokoknya aku nggak mau, Mas!" pungkas Peony dengan ketegasan level tinggi, "Sekarang … Mas bawa dia pergi dari rumah ini atau aku yang pergi, Mas?"Peony mengusap-usap perutnya yang terlihat kaku, "Pilih mana, Mas?"Giga menggaruk-garuk kepalanya yang sama sekali tidak gatal, "Jangan gitu lah, Dek. Aku nggak bisa milih kalau gitu."Detik berikutnya, dalam linangan air mata yang semakin tak terkendali, Peo
Tidak mungkin Peony membiarkan dirinya tergelincir dan terjatuh ke dalam jurang kebodohan untuk yang ke sekian kalinya. Cukup sekali saja, saat terjatuh ke dalam pelukan Giga dan membuat Mbak Honey murka. Dulu, sewaktu mereka sama-sama bekerja di Honey Karaoke and Cafe. Sungguh, itu adalah hal terbodoh yang pernah dia lakukan. Siapa sangka kalau tadi malam, dia kembali di hadapkan pada jurang kebodohan yang begitu curah? Sedikit saja melakukan kesalahan dalam bersikap apa tidak berarti bodoh secara hakiki? Langsung menyerang Prameswari, misalnya.Wah, selain sangat menyesal, bisa-bisa Peony juga menangis darah kelak, begitu tahu kalau ternyata Prameswari itu Njng Wari. Bagaimana tidak? Dulu, keluarganya susah menyelamatkan Peony dari belenggu kejahatan dunia dan sekarang malah membiarkan Prameswari dalam keterpurukan. Apa tidak terpuruk namanya, kalau seperti itu keada