"Kau tidak mengingatku? Kita bertemu di Tanpad setahun yang lalu" Jelas Yestin Yale dengan gugup dan malu.
"Oh" Dia, Isabella Tantran mengangguk "Halo" Katanya dengan tenang, dan tidak ada reaksi lain.
Lalu itu saja.
Tidak ada komentar tambahan dan tidak ada pertanyaan lanjutan, membuat mulut Yestin Yale terkatup rapat dan tubuhnya berdiri kaku. Perjuangannya yang sangat lama hanya untuk mendapat tanggapan yang begitu dingin.
Melihat punggungnya yang menjauh sekali lagi tanpa nostalgia.
Bagi Isabella Tantran, mungkin, dia hanya pejalan kaki dalam hidupnya. Seseorang yang tidak sengaja berpapasan dengannya. Yang tidak ia pedulikan dan lupakan begitu saja.
Dia tahu dia mengenalnya, hanya saja dia tidak antusias dengan kehadirannya.
Yestin Yale sempat berfikir jikalau Isabella Tantran hanya bermain 'susah didapat' dengannya. Jika saja dia memang bermain susah di dapat, maka dia ingin meneriakkan 'kamu berhasil'
Ketika mereka bertemu lagi, Yestin Yale selalu berada di posisi yang mulai menyapa dan Isabella Tantran hanya mengangguk singkat sebagai balasan, membuat Yestin Yale benar-benar tidak tahan lagi.
"Halo" Sapa Yestin Yale dan akan di balas dengan anggukan.
"Cuaca yaang dingin" Komentar Yestin Yale dan akan dibalas Isabella dengan senyum sopan.
"Bagaimana kabarmu hari ini?" Tanya Yestin Yale.
"Baik" Jawab Isabella.
"Apa yang kau lakukan?" Masih mencoba bercapak-cakap dengan Isabella.
"Kerja" Masih menjawab singkat dan dingin.
Terkadang dia sengaja datang lebih awal dan menunggu Isabella seolah-olah mereka bertemu karena kebetulan.
Atau bahkan menunggunya pulang hanya untuk menukar sapa dengan senyum sopannya.
Dia kecewa karena harapan yang terlalu banyak dan perjuangan yang terlalu panjang.
Yestin Yale berfikir jika Isabella tidak ingin menjadi pacarnya, mungkin dia menerima untuk menjadi istrinya, jadi dia dengan impulsif menyiapkan proposal romantis.
Dia mengundangnya makan malam di restoran mewah, dengan lilin, anggur dan musik. Dia berlutut dan melamarnya dengan cincin belian yang ia desain sendiri.
Tapi Isabella Tantran sekali menolaknya. Menolak dengan alasan klasik 'Perbedaan budaya dan kepercayaan'
Yestin Yale selalu berada dalam posisi menolak dan membuang, dan tidak ada yang berani berpaling darinya lebih dahulu.
Dan Isabella Tantran satu-satunya pengecualian, dia menolaknya. Menolaknya dua kali.
Dia berdiri di sana menatap persiapan lamarannya, dan di tinggalkan sendirian.
Rasa syok di belakang kepalanya sangat tidak menyenangkan dan asing. Membuatnya menggigit keras geraham posteriornya sehingga sifat jahatnya yang telah dia tahan lama mulai mendidih.
Dia bergumam dingin, bertekad membalas penghinaan dan kemarahan yang dia terima dari seorang Isabella Tantran.
Ketika Isabella Tantran menolak lamaran dia masih bisa membohongi dirinya. Menemukan berbagai alasan untuk menghipnotis dirinya bahwa Isabella Tantran melakukan semuanya untuk menarik perhatiannya.
Tapi ketika dia ditinggalkan sendirian sekali lagi, di kamar yang sepi itu, Yestin Yale mulai meragukan diri sendiri.
Apakah dia tidak cukup menarik?
Tidak cukup kaya?
Tidak memuaskannya?
Tidak cukup tampan?
Atau keterampilannya tidak cukup menyenangkan dan memuaskannya?
Dalam sekejap mata, langkah kaki Yestin Yale mencapai tempat Isabella Tantran bersantai, dia menundukkan kepala untuk melihat bulu mata panjangnya yang bergetar dan matanya yang terbuka perlahan.
"Sudah selesai?" Tanya Isabella Tantran setelah duduk, ketika dia mengangkat kepalanya, dia membeku.
Wajah menawan Yestin Yale yang seperti patung Yunani tepat berada di depan wajahnya, sehingga dia bahkan bisa merasakan panas nafasnya.
Dia juga bisa mencium aromanya, aroma yang bercampur antara parfum familiar dan bau tubuh seorang lelaki yang sensual, berbahaya dan panas.
Isabella Tantran pikir Yestin Yale akan menciumnya seperti biasa, tapi tangan besar lelaki itu menyingkirkan rambutnya, sehingga lehernya yang jenjang terlihat dan kemudian dia membungkuk dan mengigit leher Isabella dengan keras.
"Ah!" Isabella Tantran mengerang kesakitan sekaligus terkejut.
Dia sedikit memiringkan lehernya untuk menjauhkan lehernya dari serangan mendadak Yestin Yale, tapi Yestin Yale buru-buru memegang tekuknya di sisi yang lain, dan tangannya yang lain melilit pinggangnya sehingga ia terjebak dalam pelukan yang kuat.
Tubuh Isabella Tantran menggigil, mungkin karena intuisinya yang menyiratkan sesuatu yang tidak beres.
"Jangan..." Bisiknya dan mencoba mendorong tubuh besar Yestin Yale yang mengelilinginya.
Yestin Yale melepaskan giginya, tapi tidak meninggalkan tekuk Isabella Tantran, dia tidak tahu bagaimana menghadapi Isabella Tantran, dia merasa bersalah dan takut menatap matanya.
Dan Dia butuh sesuatu untuk melampiaskan hatinya yang resah, cemas, gugup dan gelisah. Dia tahu dia harus mengutamakan rasionalitasnya, tapi melihat ekspresi acuh tak acuh Isabella, dia merasa semakin senewen.
Isabella Tantran membiarkan Yestin Yale melakukan apa yang disukanya, seolah menyerahkan dirinya dengan kepercayaan.
Tapi yang ada di mata Yestin Yale, tindakannya malah tampak memperlihatkan sikapnya yang tidak peduli dengan apapun yang dilakukannya sama sekali.
Tidak peduli dengan suasana hatinya dan tidak peduli dengan seluruh tubuhnya yang meminta 'Tanya aku! Bujuk aku! aku tidak baik-baik saja'
Yestin Yale pikir dia telah terbiasa dengan ketidakpedulian Isabella, tapi dia tahu hatinya selalu merasa kesakitan oleh reaksinya itu.
"Apa kau tidak akan bertanya?" Tanya Yestin Yale mengeluh. Dia ingin dia membujuknya sehingga dia menatap mata cokelat tuanya yang tenang, cukup lama dengan keras kepala.
"Bukankah sudah jelas kau sedang dalam suasana hati yang buruk setelah berbicara dengan kakekmu seperti sebelum-sebelumnya?" Isabella Tantran balas bertanya.
Yestin Yale mengatupkan bibirnya dengan erat, tinjunya perlahan terkepal dan setiap tarikan nafasnya terasa berat dan menyiksa, sebab dia sama sekali tidak menemukan sesuatu yang dia coba cari di mata Isabella. Bahkan jika mata itu hanya menampilkan sedikit kepedulian dia akan sangat bersuka cita.
Dia segera melepaskan Isabella Tantran, berdiri, berbalik, melangkah dengan berat dan sedikit menurunkan matanya, mencoba menyembunyikan matanya yang perlahan memerah karena kekecewaan dan kesedihan. Dia terpukul, hatinya terasa kecut dan dia putus asa.
Dia bukan tipe yang akan mudah bersedih, tapi dia memiliki keinginan untuk menangis.
Tapi dia seorang pria! Dia malu.
Pria tidak menumpahkan air mata, tapi darah.
Dia berusaha berjalan menjauh dari sumber sakit itu, dia takut akan lebih berkecil hati, tapi semakin dia melangkah semakin sesak dadanya karena dia masih berharap telinga akan dapat mendengar derap langkah kaki yang mengejar dari belakanganya. Sayang sekali tak ada suara apapun yang mengikutinya, yang membuat hatinya perlahan terasa bingung.
Langkah kakinya melambat, ragu-ragu sejenak, berjuang diantara menoleh kebelakang atau menunggu kedatangannya dengan langkah kecil, tapi harga diri terakhirnya, yang mungkin masih tersisa, menghentikannya.
Isabella Tantran tidak akan pernah mengejarnya, karena mungkin dia masih membencinya dan tidak memaafkannya dalam hidup ini.
Tapi dia masih saja mengharapkannya.
Di hadapan Isabella, dia selalu lebih rendah diri. Dia sering berharap padanya, terus berharap, hari demi hari, tapi pada akhirnya yang ia terima hanya kekecewaan demi kekecewaan dari harapan itu, yang dia pikir telah menjadikannya mati rasa.
Tapi dia menyadari kekecewaan yang telah bertumpuk tidak menjadikan hatinya mati rasa, melainkan membuatnya lebih berharap dan sangat sensitif bahkan untuk hal yang paling sepele.
Yestin Yale duduk di pinggir kasur menatap pintu masuk, dia gemetaran tak terkendali. Dia marah, tak berdaya dan gelisah tak tertahankan.Dia mencoba mengendalikan dirinya ketika wajahnya perlahan memudahkan semua darahnya. Tubuhnya yang gemetar terasa di jalari rasa dingin dari ujung kaki ke ujung rambut.Waktu terasa bergerak sangat lambat, dia harus menerima kenyataan bahwa pintu itu masih tertutup rapat, dan dia sama sekali tidak mengejarnya, perlahan jiwanya terasa kosong.Dia berharap pintu itu akan terbuka, dan sosok Isabella Tantran yang sangat dia harapkan melangkah masuk dan bertanya padanya. Membujuknya dengan kata-kata manis, memberikannya kepedulian dan perhatian. Menenangkannya suasana hatinya dengan kata-kata lembut.Sayang harapannya perlahan menimbulkan kekecewaan, dan kekecewaan yang sangat besar perlahan memunculkan api kemarahan.Dia juga manusia yang memiliki batas toleransi dan kesabaran.Tidak cukupkah baginya selama s
Yestin Yale terbiasa melayani Isabella, mengutamakan kenyamanannya, menghindari hal-hal yang akan membuatnya tidak bahagia, dan menyenangkannya langkah demi langkah.Mencium dan mengecupnya penuh kasih sayang adalah hal yang biasa dia lakukan, dan setiap sentuhannya penuh dengan semangat menghargai. Berharap Isabella bahagia, merasa nyaman dan aman menyerahkan diri kepadanya. Kenyamanan Isabella ditempatkan lebih tinggi dari kepuasaan dirinya sendiri.Namun untuk pertama kalinya Yestin Yale kehilangan rasionalitas, kehilangan kendali, kasar dan liar, hingga membuat Isabella benar-benar menangis kesakitan. Tapi anehnya, Yestin malah merasakan luapan kesenangan yang berbeda dalam dirinya, dan pada tingkat tertentu, membuatnya malu dengan pikirannya sesat dan bejat.Yestin Yale menatap Istrinya, dengan tampilan yang sangat serius. Matanya tajam, kening mengerutkan dan wajahnya penuh konsentrasi yang serius. Tetapi entah bagaimana pikiran sensual sangat
Seluruh tubuh Yestin Yale dibebani rasa pusing, seolah-olah sisi dirinya yang biasa, benar-benar tersapu oleh sisi lain dirinya. Seolah-olah sisi lain itu tengah membantunya mencoba menghilangkan ketegangan ditubuhnya.Setelah sepuluh tahun ternyata dia juga memiliki keinginan mengontrol Isabella, membuat telinganya terus mendengar Isabella memohon padanya. Membiarkan Isabella bergantung dan menyerah diri seutuhnya, yang pada saat yang sama mungkin akan memuaskan hati dan egonya yang sering terluka.Isabella merasa jijik karena dia memasukinya, maka dia akan membuat Isabella memohon pada hal yang membuatnya jijik itu!Pikiran gelap Yestin Yale terus menyerukan keinginan kuat untuk menyiksa wanita di bawahnya, membuatnya menangis dan memohon di bawahnya. Memohon hingga bahkan dia rela membayar dengan harga apapun, bahkan memberikan tubuh dan jiwanya.Yestin Yaledengan lembut meraba bagian ata
Yestin Yale berulang kali menggerakkan jarinya masuk dan keluar, tapi itu cukup kasar untuk menyakitinya dan menyenangkannya pada saat yang sama. Dia bergerak kasar dan kadang-kadang menggoda lembut.Ketika dia melepaskan mulutnya, Isabella tidak menahan untuk berteriak "Hmm - jangan diambil, ya! Jangan angkat jarimu ... Yestin" Dia memanggil, dan mengulurkan tangan untuk menyentuh jari yang hanya bertahan di luarnya.Yeatin menangkap telinga Isabella dalam satu gigitan, dan anggota tubuh Isabella jatuh lembut, alisnya mengerutkan kening, dan kabut air muncul lebih banyak di matanya."Ini sangat tidak nyaman!" lenguh Isabella lagi."Tidak nyaman? Haruskah di tambahkan satu lagi untuk menghalangi air yang mengalir keluar? apakah dengan begitu kau lebih nyaman? Lihat dirimu, aku belum melakukan cukup banyak tapi kau sudah sangat basah, apakah kau terbuat dari air? semua basah kuyup olehmu"Yestin Yale menggoda dengan kata kata jahat
Isabella merasa hasrat menumpuk di perut bagian bawahnya, rasanya sesak hanya ingin diisi, tidak peduli apapun yang akan digunakan, baginya tidak apa-apa."Ahhh-h...kumohon,Ah! Aku sangat menginginkannya-"Keinginan untuk mencapai puncak tidak diberikan, dan Isabella yang bingung tidak menyadari dia sudah menangis seperti anak kecil, berteriak dan gemetaran, hanya untuk mendapatkan keinginannya."Bellaku sangat menyedihkan" gumam Yestin Yale dengan bibir terangkat penuh kesenangan.Mata indah Isabella Tantran berkabut, dan melihat sosok besar menekan dan mengelilinginya.Setiap kali Yestin Yale menyeringai nakal, bibir sensualnya terangkat, giginya yang putih cerah terlihat, rahangnya yang kuat disorot, dan jakunnya yang menonjol terayun-ayun secara sensasional. Membuat dia ingin mengisap dan menggigitnya. Apalagi rambutnya yang basah terurai karena keringat, membuatnya semakin menawan, dia ingin menggenggamnya.Wajah
"Cobalah menangis lagi" Kata Yestin membenamkan kepalanya ditekuk Isabella, mengisap dan menggigitnya. Dia senang melihat tanda yang dia tinggalkan di kulitnya.Dia sesat dan gila.Semakin Isabella menangis, semakin dia ingin mendengar Isabella memohon dan mendengar permohonan centilnya, dan semakin dia ingin menganiaya dan menyiksa agar Isabella menangis lebih keras.Meski dia merasakan kuku Isabella sesekali menggores dan tertanam di punggungnya, dia tidak berhenti sama sekali."Mmm ... jangan, jangan ... berhenti, biarkan aku pergi. .. ah ah..." di menggenggam kedua lengannya yang keras.Yestin memegangi wajahnya seperti bayi, mencium lembut alisnya berulang kali, tapi menolak untuk melepaskannya.Pelanggaran kuat dilepaskannya. Pelanggaran di bawahnya kuat dan kejam, hampir seolah-olah dia akan menabrak Isabella.Isabella membenamkan jari-jarinya dalam
"Pelacur!!! Terus berteriak!" Teriak Yestin Yale yang tadinya memiliki ekspresi bahagia di wajahnya digantikan dengan ekspresi kemarahan yang diarahkan kepada Maisa Chaves yang telanjang didepannya. Maisa Chaves kelelahan, dan tubuhnya dipenuhi memar teruma kaki bagian atas, dia sangat ketakutan oleh teriakan itu. Sebelum dia bisa merespon Yestin Yale tiba-tiba menampar wajahnya. Meski tamparan itu tidak begitu berat, tapi cukup menyakitkan. "Sayang, mengapa kau memukulku?" Tanya Maisa Chaves, meski kesakitan dan sedih, dia harus tetap menyesuaikan ekspresi di wajahnya, menampilkan ekspresi penuh kasih sayang dan pemujaan yang sangat bertentangan kuat dengan tangisan batinnya. Benar saja, setelah melihat ekspresi yang penuh kekaguman di wajah yang sangat mirip istrinya, Yestin Yale sangat senang. Dia memeluk Maisa Chaves, seolah-olah dia menghadapi istri tercintanya, dia menyentuh waj
"Dia tidak berperasaan?" Tanya Patriark Yale, lelaki tua yang tubuhnya masih kuat dan keagungan tidak memudar di usia tuanya. Dia masih tampak tangguh dan ketajaman di ujung matanya tidak melemah sama sekali. Meski usianya sudah mendekati delapan puluh tahun dengan semua rambut hampir memutih, dia sama sekali tidak terlihat tua. Matanya masih melihat dengan jelas, sama sekali tidak membutuhkan kacamata.Yestin Yale mengalihkan pandangannya dari wanita itu, Isabella Tantran, yang berdiri tenang di tepi danau buatan vila kakeknya, memandang lingkungan di sekitarnya dengan ketidakpedulian, tak jauh dari tempat mereka berdua duduk.Jika Yestin Yele tidak benar-benar frustasi sampai ketingkat mati lemas, dia tidak akan pernah mencari Patriark Yale yang membosankan dan selalu mengganggunya dari masa kanak-kanak hingga sekarang. Tidak pernah lupa mengejek dan meremehkannya di setiap kesempatan. Meski dia tahu sebenarnya lelaki tua itu sering membanggakannya dan menyombo
"Cobalah menangis lagi" Kata Yestin membenamkan kepalanya ditekuk Isabella, mengisap dan menggigitnya. Dia senang melihat tanda yang dia tinggalkan di kulitnya.Dia sesat dan gila.Semakin Isabella menangis, semakin dia ingin mendengar Isabella memohon dan mendengar permohonan centilnya, dan semakin dia ingin menganiaya dan menyiksa agar Isabella menangis lebih keras.Meski dia merasakan kuku Isabella sesekali menggores dan tertanam di punggungnya, dia tidak berhenti sama sekali."Mmm ... jangan, jangan ... berhenti, biarkan aku pergi. .. ah ah..." di menggenggam kedua lengannya yang keras.Yestin memegangi wajahnya seperti bayi, mencium lembut alisnya berulang kali, tapi menolak untuk melepaskannya.Pelanggaran kuat dilepaskannya. Pelanggaran di bawahnya kuat dan kejam, hampir seolah-olah dia akan menabrak Isabella.Isabella membenamkan jari-jarinya dalam
Isabella merasa hasrat menumpuk di perut bagian bawahnya, rasanya sesak hanya ingin diisi, tidak peduli apapun yang akan digunakan, baginya tidak apa-apa."Ahhh-h...kumohon,Ah! Aku sangat menginginkannya-"Keinginan untuk mencapai puncak tidak diberikan, dan Isabella yang bingung tidak menyadari dia sudah menangis seperti anak kecil, berteriak dan gemetaran, hanya untuk mendapatkan keinginannya."Bellaku sangat menyedihkan" gumam Yestin Yale dengan bibir terangkat penuh kesenangan.Mata indah Isabella Tantran berkabut, dan melihat sosok besar menekan dan mengelilinginya.Setiap kali Yestin Yale menyeringai nakal, bibir sensualnya terangkat, giginya yang putih cerah terlihat, rahangnya yang kuat disorot, dan jakunnya yang menonjol terayun-ayun secara sensasional. Membuat dia ingin mengisap dan menggigitnya. Apalagi rambutnya yang basah terurai karena keringat, membuatnya semakin menawan, dia ingin menggenggamnya.Wajah
Yestin Yale berulang kali menggerakkan jarinya masuk dan keluar, tapi itu cukup kasar untuk menyakitinya dan menyenangkannya pada saat yang sama. Dia bergerak kasar dan kadang-kadang menggoda lembut.Ketika dia melepaskan mulutnya, Isabella tidak menahan untuk berteriak "Hmm - jangan diambil, ya! Jangan angkat jarimu ... Yestin" Dia memanggil, dan mengulurkan tangan untuk menyentuh jari yang hanya bertahan di luarnya.Yeatin menangkap telinga Isabella dalam satu gigitan, dan anggota tubuh Isabella jatuh lembut, alisnya mengerutkan kening, dan kabut air muncul lebih banyak di matanya."Ini sangat tidak nyaman!" lenguh Isabella lagi."Tidak nyaman? Haruskah di tambahkan satu lagi untuk menghalangi air yang mengalir keluar? apakah dengan begitu kau lebih nyaman? Lihat dirimu, aku belum melakukan cukup banyak tapi kau sudah sangat basah, apakah kau terbuat dari air? semua basah kuyup olehmu"Yestin Yale menggoda dengan kata kata jahat
Seluruh tubuh Yestin Yale dibebani rasa pusing, seolah-olah sisi dirinya yang biasa, benar-benar tersapu oleh sisi lain dirinya. Seolah-olah sisi lain itu tengah membantunya mencoba menghilangkan ketegangan ditubuhnya.Setelah sepuluh tahun ternyata dia juga memiliki keinginan mengontrol Isabella, membuat telinganya terus mendengar Isabella memohon padanya. Membiarkan Isabella bergantung dan menyerah diri seutuhnya, yang pada saat yang sama mungkin akan memuaskan hati dan egonya yang sering terluka.Isabella merasa jijik karena dia memasukinya, maka dia akan membuat Isabella memohon pada hal yang membuatnya jijik itu!Pikiran gelap Yestin Yale terus menyerukan keinginan kuat untuk menyiksa wanita di bawahnya, membuatnya menangis dan memohon di bawahnya. Memohon hingga bahkan dia rela membayar dengan harga apapun, bahkan memberikan tubuh dan jiwanya.Yestin Yaledengan lembut meraba bagian ata
Yestin Yale terbiasa melayani Isabella, mengutamakan kenyamanannya, menghindari hal-hal yang akan membuatnya tidak bahagia, dan menyenangkannya langkah demi langkah.Mencium dan mengecupnya penuh kasih sayang adalah hal yang biasa dia lakukan, dan setiap sentuhannya penuh dengan semangat menghargai. Berharap Isabella bahagia, merasa nyaman dan aman menyerahkan diri kepadanya. Kenyamanan Isabella ditempatkan lebih tinggi dari kepuasaan dirinya sendiri.Namun untuk pertama kalinya Yestin Yale kehilangan rasionalitas, kehilangan kendali, kasar dan liar, hingga membuat Isabella benar-benar menangis kesakitan. Tapi anehnya, Yestin malah merasakan luapan kesenangan yang berbeda dalam dirinya, dan pada tingkat tertentu, membuatnya malu dengan pikirannya sesat dan bejat.Yestin Yale menatap Istrinya, dengan tampilan yang sangat serius. Matanya tajam, kening mengerutkan dan wajahnya penuh konsentrasi yang serius. Tetapi entah bagaimana pikiran sensual sangat
Yestin Yale duduk di pinggir kasur menatap pintu masuk, dia gemetaran tak terkendali. Dia marah, tak berdaya dan gelisah tak tertahankan.Dia mencoba mengendalikan dirinya ketika wajahnya perlahan memudahkan semua darahnya. Tubuhnya yang gemetar terasa di jalari rasa dingin dari ujung kaki ke ujung rambut.Waktu terasa bergerak sangat lambat, dia harus menerima kenyataan bahwa pintu itu masih tertutup rapat, dan dia sama sekali tidak mengejarnya, perlahan jiwanya terasa kosong.Dia berharap pintu itu akan terbuka, dan sosok Isabella Tantran yang sangat dia harapkan melangkah masuk dan bertanya padanya. Membujuknya dengan kata-kata manis, memberikannya kepedulian dan perhatian. Menenangkannya suasana hatinya dengan kata-kata lembut.Sayang harapannya perlahan menimbulkan kekecewaan, dan kekecewaan yang sangat besar perlahan memunculkan api kemarahan.Dia juga manusia yang memiliki batas toleransi dan kesabaran.Tidak cukupkah baginya selama s
"Kau tidak mengingatku? Kita bertemu di Tanpad setahun yang lalu" Jelas Yestin Yale dengan gugup dan malu."Oh" Dia, Isabella Tantran mengangguk "Halo" Katanya dengan tenang, dan tidak ada reaksi lain.Lalu itu saja.Tidak ada komentar tambahan dan tidak ada pertanyaan lanjutan, membuat mulut Yestin Yale terkatup rapat dan tubuhnya berdiri kaku. Perjuangannya yang sangat lama hanya untuk mendapat tanggapan yang begitu dingin.Melihat punggungnya yang menjauh sekali lagi tanpa nostalgia.Bagi Isabella Tantran, mungkin, dia hanya pejalan kaki dalam hidupnya. Seseorang yang tidak sengaja berpapasan dengannya. Yang tidak ia pedulikan dan lupakan begitu saja.Dia tahu dia mengenalnya, hanya saja dia tidak antusias dengan kehadirannya.Yestin Yale sempat berfikir jikalau Isabella Tantran hanya bermain 'susah didapat' dengannya. Jika saja dia memang bermain susah di dapat, maka dia ingin meneriakkan 'kamu berhasil'Ketika mereka berte
Yestin Yale berjalan ke arah dimana istrinya, Isabella Tantran berada, di lihatnya wanita itu tengah berjemur di kursi santai.Dia merasa kompleks.Apakah dia melakukan kesalahan?Apakah dia melakukan terlalu banyak hal buruk sehingga di balas tuhan sedemikian rupa, padahal teman-temannya melakukan lebih banyak kesalahan darinya, tapi mengapa mereka tidak dibalas. Mereka masih hidup bahagia sepanjang hari.Ada satu kebenaran yang tidak pernah dia ungkapkan pada Patriark Yale, Dia mengunakan obat-obatan untuk membuat Isabela Tantran tidur dengannya dan Dia juga mengancam Isabella untuk mendapatkan keinginannya, menikahinya.Bahkan jika kakeknya meminta Isabella Tantran untuk di jodoh dengannya melalui Tantran Tua, kakek Isabella, sudah di pastikan dia akan menerima penolakan ke tiga kalinya, jadi hanya dengan mengancamnya satu-satu pilihan yang terpikir olehnya.Apakah Isabella membencinya? Itulah sebabnya dia tidak peduli padanya
"Kunci Jiwa? Maksudnya jiwanya di kunci dan dia menjadi tidak berperasaan? sampai-sampai tidak ada sentuhan manusia padanya. Dia mengabaikanku, sama sekali tidak memperhatikanku. Bahkan tak setengah pun rasa suka dia tampilkan pada anak-anak kami. Dia tidak berperasaan hingga bahkan anak kami menangis memeluk kakinya, tapi dia sama sekali tidak menghiraukannya. Dan semua di sebabkan oleh kunci jiwa sialan itu?" Kata Yestin Yale mengerutkan kening, tidak paham dan bertanya makin banyak. Suaranya menjadi cepat dan tidak sabaran. Yang ingin dia dengar sebuah alasan yang cocok, bukan jawaban omong kosong yang sulit di percaya "Adakah yang begitu ajaib di dunia ini? Dan siapa orang terkutuk yang memikirkannya? Aku pasti akan membunuhnya ratusan bahkan ribuan kali. Mengapa dia harus menjadikan Isabella begitu tak manusiawi" lanjutnya marah."Jaga ucapanmu!" Tegur Patriark Yale dengan keras "Ada banyak hal di dunia ini yang mungkin tidak kau ketahui dan tidak sesuai de