Suara dobrakan pintu dari luar membuat Kila berdiri dari posisinya dalam ketegangan. Belum sempat melakukan apapun untuk menyadarkan Neta yang pingsan dihantam peluru bius, sekarang Kila harus mengantisipasi kedatangan belasan preman suruhan ayah Neta yang berniat menculik Neta. Ia harus bagaimana? Menyandang status sebagai polisi yang diskors, Kila tentu tidak dilengkapi dengan tanda pengenal kepolisian dan pistol.
Menatap sekeliling, Kila sudah tidak bisa menemukan benda lain yang dapat digunakan untuk memperkuat pertahanan di pintu. Ia melempar napas. Meskipun ia polisi yang menguasai ilmu bela diri taekwondo, tetap saja untuk menumbangkan belasan preman sambil melindungi dua orang yang tak sadarkan diri bukan hal yang enteng. Tidak ada cara lain, sepertinya Kila harus menyadarkan Kala dari pingsannya bagaimanapun caranya demi membantunya mempertahankan Neta. Lagipula, Kala telah pingsan terlalu lama. Sudah banyak yang ia lewatkan. Kursi dan meja yang ditumpuk di bela“Kila bilang apa? Dia ada di rumahnya, kan? Semoga gitu deh, saya pengen rebahan. Capek main petak umpet betulan sama Yudi dan Wira.”Pita bertanya tanpa memandang Ibad. Ia tengah sibuk mengamati keadaan lalu lintas di sekitar mereka, khawatir tiba-tiba Wira dan Yudi datang menggerebek. Saat ini mereka sedang parkir di alun-alun Kota Ryha, mencoba tersembunyi di balik rimbunnya pepohonan yang menaungi salah satu sudut alun-alun. Namun, tetap saja mereka harus waspada sebab warna mobil Pita agak tidak umum ditemukan sehingga gampang dikenali.Sadar jika Ibad belum bersuara sedikit pun sejak selesai menelpon Kila, Pita akhirnya menoleh ke Ibad dan ekspresinya tiba-tiba cemas ketika menemukan Ibad menyetel tampang horor di wajahnya.“Ada apa, Ibad? Kila kenapa? Terjadi apa-apa sama Kila? Dia di mana?” Ibad tak bereaksi, Pita sampai harus menggoyang-goyangkan lengannya untuk membuatnya waras lagi.“Ibad, ngomong dong! Ada apa? Kila kenapa?”Dirongrong se
Tita mendengarkan semua suara dengan saksama. Begitu Profesor Gani selesai memasukkan istrinya yang tidak sadarkan diri di kamar sebelah, membuka pintu utama, berteriak memanggil Mang Karta untuk dibukakan pintu pagar, dan meninggalkan rumah dengan mobilnya, Tita langsung memeriksa kamar tamu tempatnya disekap itu secermat mungkin, terutama pintu dan jendelanya. Tapi, nampaknya kamar itu sengaja didesain untuk tidak membiarkan penghuninya kabur karena selain dilengkapi dengan pintu yang kokoh, jendela lebar di kamar itu juga dihiasi dengan terali besi berukir berbentuk bunga yang terpasang erat di kusen jendela. Selain demi menambah estetika ruangan, fungsi hiasan itu juga untuk tidak menjadikan jendela sebagai akses untuk minggat.Menendang terali besi itu dengan rasa frustrasi, Tita sudah tidak tahu lagi bagaimana caranya agar dapat keluar dari kamar itu. Ia berkali-kali menendang terali besi itu sekuat tenaga, setengah berharap terali itu bakal sedikit tergeser.Rupan
“Awas, Kak!”Kala berteriak memperingatkan Kila saat melihat tiga orang preman sekaligus berusaha menyerang kakaknya. Karena tindakannya itu, Kala sama sekali tidak menyadari serangan dari seorang preman lain yang mengincar perutnya dengan tinju. Alhasil, Kala hanya bisa membungkuk kesakitan ketika tinju yang cukup keras itu parkir di perutnya.Kila sedikit lebih beruntung. Berkat peringatan dari Kala ditambah keahliannya dalam taekwondo, Kila dapat menghindar dengan menggunakan teknik dwi chagi dan menjatuhkan satu dari tiga preman yang menyerangnya dengan tendangan. Sedangkan dua orang yang terkejut mendapati temannya dihantam oleh kaki Kila tidak dapat mengelak dari teknik gawi chagi yang dipraktekkan Kila.Setelah itu, Kila cepat-cepat mendekati Kala dan membalaskan dendamnya pada preman yang telah menonjok perut adiknya dengan menghadiahinya teknik dwi chagi hingga preman itu terkapar di lantai.“Than…ks, Ka…k!”Kala berkata sambil tersengal-sengal. E
Sakil sudah tidak sabar lagi. Lima belas menit ia telah menunggu Ibad dan Pita yang katanya mengambil barang yang telah dicuri dari ruangannya dalam keheningan. Berkali-kali ia, Wira, dan Yudi saling melirik, sama-sama tak tahu apa yang harus dikatakan dalam situasi tersebut. AKBP Neco kelihatannya bisa menanti dengan lebih tenang, ia justru tiduran dengan damai di ranjangnya.Seraya menunggu, Sakil yang tidak bisa penasaran lebih lama lagi tentang info mengejutkan yang dibawa Ibad akhirnya memberanikan diri bertanya setelah memastikan suasana hati atasannya tengah kondusif untuk ditanyai soal kabar sensitif. “Eng… maaf, Komandan, tapi kami penasaran mengenai berita yang disampaikan Ibad tadi tentang upaya penculikan di rumah makan XX. Apa benar tidak ada apa-apa di sana? Apa kita tidak perlu bertindak, Komandan? Misalnya mengirimkan intel kita ke sana?”Sakil melihat jidat AKBP Neco mengernyit saat mendengar pertanyaannya. Ia menegang. Ini bukan pertanda yang baik
“Ayo, Ibad. Cepat!”Pita menarik tangan Ibad, yang berjalan pelan seolah tak tega meninggalkan ruangan yang baru saja dkuncinya, menjauh dari bangunan Klinik Kepolisian Ryha. Tidak punya pilihan lain, Ibad pasrah saja diseret-seret oleh Pita sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, tak percaya bahwa akhirnya ia punya nyali untuk melakukan hal barusan.“Apa tidak apa-apa kita mengunci mereka di kamar Pak Neco, Pita?”Mendengar pertanyaan Ibad yang disesaki oleh rasa simpati, Pita berhenti melangkah dan menoleh. Pita seharusnya sudah menduga jika ide yang dibisikkannya tadi akan membuat Ibad gamang karena ia termasuk kategori orang yang mudah iba, tapi Pita tidak melihat ada peluang lain untuk lolos.“Tentu saja tidak apa-apa, mereka bukan anak kecil yang bakal panik hanya karena dikuncikan pintu.”Melihat Ibad yang diam saja menanggapi jawabannya, Pita pun memutuskan sesuatu. Bukannya berjalan lurus melewati koridor tempat mereka tadi datang, Pita malah memba
Tidak terdengar suara dari kamar sebelah. Masih merasa belum yakin, Tita menempelkan telinganya sekali lagi ke dinding kamar bercat marun yang berbatasan langsung dengan kamar tempat istri Profesor Gani dikurung. Benar, tidak ada bunyi yang menepuk pendengarannya. Tita menarik kembali tubuhnya dan memberi dinding tatapan bimbang, bertanya-tanya apakah hal yang baru saja dilakukannya adalah hal yang tepat.Barusan ia telah memberi tahu istri Profesor Gani, wanita memukau itu, tentang semua yang telah diketahuinya tentang pembunuhan Lavi, terutama soal Neta yang dicurigai sebagai pelaku sebenarnya. Tita sesungguhnya merasa tidak berhak menyampaikan semua itu, tapi ia menyerah pada desakan seorang ibu yang begitu putus asa untuk menyelamatkan anaknya. Sekarang Tita hanya bisa berharap bahwa Kila, Pita, dan Kala tidak akan terlalu murka kepadanya.Setelah melempar napas penyesalan, Tita merapat lagi ke dinding dalam rangka memantau pergerakan di kamar sebelah. Masih belum ad
“Mobil siapa itu?”Profesor Gani memberi tatapan heran pada mobil berwarna tosca yang ditemuinya begitu memarkirkan mobilnya di tempat parkir rumah makan XX. Ia dengan sangat jelas telah memberi instruksi kepada preman suruhannya untuk tidak membiarkan siapapun berada di rumah makan ketika menjalankan aksi. Apa para preman itu telah berani membangkang perintahnya?Setelah melihat berkeliling dan tidak mendapati kendaraan lain kecuali tiga unit mobil hitam yang dikenali Profesor Gani sebagai mobil yang digunakan para preman, karena mobil Neta dan Kala telah disingkirkan, dan mobil tosca yang mencolok itu, sepertinya rumah makan itu benar-benar tidak menyisakan lagi pengunjung dan pegawai di dalamnya. Kalau begitu, siapa pemilik mobil tosca itu?Pemikiran bahwa mobil itu mungkin saja milik polisi tiba-tiba menghantam jidatnya. Tapi, tampaknya hal itu tidak mungkin karena sebelumnya Profesor Gani telah memberi tahu AKBP Neco tentang sedikit urusan yang akan diselesaika
Melirik AKBP Neco yang tertidur pulas di ranjangnya, Sakil mendecih. Ia sudah begitu ingin keluar dari ruangan yang sama sekali tidak nyaman ini tapi tidak bisa karena Ibad dan Pita telah mengunci pintu dan minggat. Bersama Wira dan Yudi, ia telah mencoba berbagai upaya untuk keluar, seperti meminta rekan mereka di luar memintakan kunci cadangan ruang rawat itu di petugas klinik.“Petugas klinik bilang semua ruang rawat tidak punya kunci cadangan, hanya ruangan penting saja yang punya, seperti ruang arsip dan ruang penyimpanan obat.”Sakil melempar napas kesal usai membaca chat yang dikirim oleh rekannya dari luar pintu, berpikir berapa lama lagi ia harus merana seperti ini. Tiba-tiba ponsel di tangannya bergetar lagi, Sakil menyentuh layar dan membaca chat yang ternyata masih dari rekannya.“Kenapa tidak kalian dobrak saja pintunya? Kalian kan bertiga, pintu itu pasti bisa terbuka dengan mudah.”Bergeming menatap layar ponsel, Sakil bukannya tidak memikirkan c