Share

Terkunci

Penulis: Biru Gerimis
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-27 22:09:32

Sakil sudah tidak sabar lagi. Lima belas menit ia telah menunggu Ibad dan Pita yang katanya mengambil barang yang telah dicuri dari ruangannya dalam keheningan. Berkali-kali ia, Wira, dan Yudi saling melirik, sama-sama tak tahu apa yang harus dikatakan dalam situasi tersebut. AKBP Neco kelihatannya bisa menanti dengan lebih tenang, ia justru tiduran dengan damai di ranjangnya.

Seraya menunggu, Sakil yang tidak bisa penasaran lebih lama lagi tentang info mengejutkan yang dibawa Ibad akhirnya memberanikan diri bertanya setelah memastikan suasana hati atasannya tengah kondusif untuk ditanyai soal kabar sensitif.

“Eng… maaf, Komandan, tapi kami penasaran mengenai berita yang disampaikan Ibad tadi tentang upaya penculikan di rumah makan XX. Apa benar tidak ada apa-apa di sana? Apa kita tidak perlu bertindak, Komandan? Misalnya mengirimkan intel kita ke sana?”

Sakil melihat jidat AKBP Neco mengernyit saat mendengar pertanyaannya. Ia menegang. Ini bukan pertanda yang baik
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • POLIGRAF   Kabur (Lagi)

    “Ayo, Ibad. Cepat!”Pita menarik tangan Ibad, yang berjalan pelan seolah tak tega meninggalkan ruangan yang baru saja dkuncinya, menjauh dari bangunan Klinik Kepolisian Ryha. Tidak punya pilihan lain, Ibad pasrah saja diseret-seret oleh Pita sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, tak percaya bahwa akhirnya ia punya nyali untuk melakukan hal barusan.“Apa tidak apa-apa kita mengunci mereka di kamar Pak Neco, Pita?”Mendengar pertanyaan Ibad yang disesaki oleh rasa simpati, Pita berhenti melangkah dan menoleh. Pita seharusnya sudah menduga jika ide yang dibisikkannya tadi akan membuat Ibad gamang karena ia termasuk kategori orang yang mudah iba, tapi Pita tidak melihat ada peluang lain untuk lolos.“Tentu saja tidak apa-apa, mereka bukan anak kecil yang bakal panik hanya karena dikuncikan pintu.”Melihat Ibad yang diam saja menanggapi jawabannya, Pita pun memutuskan sesuatu. Bukannya berjalan lurus melewati koridor tempat mereka tadi datang, Pita malah memba

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-28
  • POLIGRAF   Bebas

    Tidak terdengar suara dari kamar sebelah. Masih merasa belum yakin, Tita menempelkan telinganya sekali lagi ke dinding kamar bercat marun yang berbatasan langsung dengan kamar tempat istri Profesor Gani dikurung. Benar, tidak ada bunyi yang menepuk pendengarannya. Tita menarik kembali tubuhnya dan memberi dinding tatapan bimbang, bertanya-tanya apakah hal yang baru saja dilakukannya adalah hal yang tepat.Barusan ia telah memberi tahu istri Profesor Gani, wanita memukau itu, tentang semua yang telah diketahuinya tentang pembunuhan Lavi, terutama soal Neta yang dicurigai sebagai pelaku sebenarnya. Tita sesungguhnya merasa tidak berhak menyampaikan semua itu, tapi ia menyerah pada desakan seorang ibu yang begitu putus asa untuk menyelamatkan anaknya. Sekarang Tita hanya bisa berharap bahwa Kila, Pita, dan Kala tidak akan terlalu murka kepadanya.Setelah melempar napas penyesalan, Tita merapat lagi ke dinding dalam rangka memantau pergerakan di kamar sebelah. Masih belum ad

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-29
  • POLIGRAF   Tiba

    “Mobil siapa itu?”Profesor Gani memberi tatapan heran pada mobil berwarna tosca yang ditemuinya begitu memarkirkan mobilnya di tempat parkir rumah makan XX. Ia dengan sangat jelas telah memberi instruksi kepada preman suruhannya untuk tidak membiarkan siapapun berada di rumah makan ketika menjalankan aksi. Apa para preman itu telah berani membangkang perintahnya?Setelah melihat berkeliling dan tidak mendapati kendaraan lain kecuali tiga unit mobil hitam yang dikenali Profesor Gani sebagai mobil yang digunakan para preman, karena mobil Neta dan Kala telah disingkirkan, dan mobil tosca yang mencolok itu, sepertinya rumah makan itu benar-benar tidak menyisakan lagi pengunjung dan pegawai di dalamnya. Kalau begitu, siapa pemilik mobil tosca itu?Pemikiran bahwa mobil itu mungkin saja milik polisi tiba-tiba menghantam jidatnya. Tapi, tampaknya hal itu tidak mungkin karena sebelumnya Profesor Gani telah memberi tahu AKBP Neco tentang sedikit urusan yang akan diselesaika

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-31
  • POLIGRAF   Menyusul

    Melirik AKBP Neco yang tertidur pulas di ranjangnya, Sakil mendecih. Ia sudah begitu ingin keluar dari ruangan yang sama sekali tidak nyaman ini tapi tidak bisa karena Ibad dan Pita telah mengunci pintu dan minggat. Bersama Wira dan Yudi, ia telah mencoba berbagai upaya untuk keluar, seperti meminta rekan mereka di luar memintakan kunci cadangan ruang rawat itu di petugas klinik.“Petugas klinik bilang semua ruang rawat tidak punya kunci cadangan, hanya ruangan penting saja yang punya, seperti ruang arsip dan ruang penyimpanan obat.”Sakil melempar napas kesal usai membaca chat yang dikirim oleh rekannya dari luar pintu, berpikir berapa lama lagi ia harus merana seperti ini. Tiba-tiba ponsel di tangannya bergetar lagi, Sakil menyentuh layar dan membaca chat yang ternyata masih dari rekannya.“Kenapa tidak kalian dobrak saja pintunya? Kalian kan bertiga, pintu itu pasti bisa terbuka dengan mudah.”Bergeming menatap layar ponsel, Sakil bukannya tidak memikirkan c

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-01
  • POLIGRAF   Di Halaman Rumah Makan

    “Tante! Tante! Anda kenapa? Anda tidak apa-apa?”Tita langsung berlari memasuki kamar dan menghampiri istri Profesor Gani, wanita memukau itu, yang tengah memejamkan mata di tempat tidur yang dilapisi bed cover berwarna biru. Tadinya Tita mengira nyonya rumah sedang tidur, tapi begitu melihat botol obat yang tergeletak terbuka dan beberapa butir obat berhamburan di lantai, Tita sudah panik dan cepat-cepat mengguncang tubuh istri Profesor Gani.“Tante! Tante! Jawab saya, Tante!”Sekarang Tita berteriak sambil menangis. Seraya menoleh ke Mang Karta yang kebingungan tidak tahu harus berbuat apa di belakangnya, Tita berkata dengan nada sedih.“Tolong telpon ambulans, Mang.”Setelah Mang Karta mengangguk dan berjalan, Tita kembali menghadapkan mukanya ke arah istri Profesor Gani dan mengguncang badannya lagi, kali ini lebih keras.“Tante! Maafin saya, Tante!”Terlalu sibuk menangis sembari menundukkan kepalanya, Tita tidak tahu jika nyonya rumah yang

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-02
  • POLIGRAF   (Masih) Di Halaman Rumah Makan

    Kila dan Ibad tidak menunggu Profesor Gani terlalu jauh dengan sanderanya ketika mereka memutuskan menyusulnya. Baru beberapa langkah berjalan, kaki Kila menginjak benda berbentuk gantungan kunci yang terkapar di lantai dalam keadaan yang nyaris hancur. Kila memungut dan mengamatinya, matanya melotot begitu tahu benda yang terlihat jelas telah diinjak oleh banyak kaki dengan kabel yang mencuat di beberapa tempat itu adalah alat penyadap. Tapi, bukannya Neta telah mengubur alat penyadap yang ditemukannya di pot tanaman peace lily?Ia melempar napas kesal begitu menyadari kebodohannya. Bagaimana mungkin ia berpikir para preman itu hanya akan menempatkan satu alat penyadap? Benda di tangannya inilah yang membuat para preman itu mendengar ucapan Neta walaupun sebelumnya satu alat penyadap telah dikubur hidup-hidup.“Apa itu alat penyadap?”Ibad mempertanyakan temuan Kila yang dibalas dengan anggukan.“Padahal kami udah kubur dalam-dalam alat penyadap yang Neta temu

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-03
  • POLIGRAF   Mengancam

    “Sialan!”Kata itu meluncur begitu saja dari mulut Profesor Gani ketika ia menoleh dan mendapati si preman yang membopong anaknya tengah dikeroyok oleh dua orang wanita yang seharusnya terkurung di rumahnya. Begitu kepalanya menghadap ke ruang makan privat yang ditinggalkannya, Ibad dan Kila yang tadi kelihatan menyusulnya sudah menghilang.Berpendapat bahwa dua polisi itu saat ini bukan ancaman utama, langsung saja Profesor Gani menahan langkah Pita di depannya dan bersembunyi di balik dinding, menunda memperlihatkan dirinya di depan istrinya, wanita memukau itu. Dengan wajah dipenuhi kemurkaan ia bertanya-tanya, bagaimana cara kedua wanita itu membebaskan diri dari kamar.“Sialan, sialan, sialan!”Profesor Gani mengumpat lagi. Dengan Pita yang sedang ia sandera, sulit baginya untuk terjun langsung menjauhkan istrinya dan wanita reporter itu dari si preman. Melepaskan Pita juga bukan pilihan karena polisi wanita itu bisa menjadi sandera yang berguna agar rekan

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-04
  • POLIGRAF   Berselisih

    Wira dan Yudi serempak memandang ketua tim mereka. Sakil sendiri hanya menatap pria paruh baya namun masih kelihatan bugar yang baru saja menghardik istrinya, tak menyangka situasinya bakal sepelik ini. Ia bertanya-tanya apa yang dipikirkan oleh AKBP Neco saat mengatakan tidak ada apa-apa di rumah makan. Apa penyanderaan warga sipil dan anggota polisi bukan apa-apa bagi atasannya? Sepertinya sudah terbukti kalau Sakil memilih pihak yang kuat namun keji. Mungkin ia harus mempertimbangkan pilihannya setelah ini. Sakil mencoba menganalisa keadaan. Di depannya ada belasan preman, dua sandera, dua pelaku bersenjata tajam, dan dua orang warga sipil yang berpotensi dijadikan sandera tambahan. Sedangkan ia cuma ditemani oleh Wira, Yudi, Ibad, dan Kila yang sudah mendapatkan banyak luka di tangan, kaki, dan wajahnya. Itupun Kila tidak bersenjata karena masih diskors.Ia melempar napas. Nampaknya ini bukan pertarungan yang bisa pihaknya menangkan. Selain karena kalah jumlah, pro

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-05

Bab terbaru

  • POLIGRAF   Kehidupan

    Kila dan gerombolannya yang terdiri dari Kala, Pita, Tita, ibu Fatih, ibu Lavi, dan ibu Neta menunggu di depan pintu utama gedung pengadilan. Beberapa meter dari tempat mereka berdiri, bercokol puluhan reporter dari berbagai media, baik koran, radio, atau daring seantero Kota Ryha, siaga menunggu kemunculan bintang utama sidang lanjutan kasus pembunuhan di bukit yang baru saja selesai digelar."Kok lo nggak ikutan gabung dengan para reporter di sana, Tita? Lagi malas kerja, ya? Ntar keduluan mereka cetak hot news loh!"Tita melirik saja kawanan yang dimaksud kakaknya dengan gestur nyaris tidak peduli."Biarin aja. Gue udah ajakin mereka buat gali lebih dalam kasus ini dan mereka nggak mau. Giliran Neta buat pengakuan aja mereka baru kalang kabut. Gue punya bahan berita yang lebih banyak dari mereka, gue kan ngikutin kasus ini dari awal. Tenang aja Kak, gue bakal pasang foto lo yang cantik di media daring gue."Mata Pita membulat riang mendengar janji adiknya. Ia kemu

  • POLIGRAF   Sidang Lanjutan

    "Sebenarnya, saya ingin membuat pengakuan, Yang Mulia."Hadirin sidang lanjutan kasus pembunuhan di bukit, yang lebih membludak daripada sebelumnya, tiba-tiba terdiam mendengar ucapan wanita berambut layer sebahu dan mengenakan sandang mahal yang duduk di kursi saksi di tengah ruangan.Ketua majelis hakim, pria berambut keabuan berwajah kebapakan itu memerbaiki gagang kacamatanya dengan ekspresi bingung kemudian mengangguk."Pengakuan apa, Saudara Saksi?"Wanita itu, Neta, tidak langsung menjawab. Ia justru menoleh ke jejeran kursi penonton sidang di belakang, ke arah Kala yang manggut-manggut menyemangati, Kila yang tersenyum, ibu Lavi yang terlihat ratusan tahun lebih tua, dan ibunya yang tidak berhenti menyemburkan tangisan sejak sidang dimulai, bahkan sejak ia duduk di ruangan itu.Setelah menghamburkan senyum lemah pada orang-orang itu, Neta memantapkan hati dan menoleh kembali ke meja majelis hakim."Sayalah yang telah membunuh Lavi di bukit menggunakan arsenik yang dicampur dal

  • POLIGRAF   Sadar

    Kelopak mata Kala tersentak membuka dengan napas berlarian. Bola matanya nyalang jelalatan menjelajahi tempatnya terkapar. Ia baru saja bersiap bangkit dan melanjutkan perlawanannya demi menyelamatkan Neta dari tindakan beringas Fikri dengan menggerakkan tangan kanannya ketika Kala sadar, setelah melihat infus, bahwa ia sudah tidak berada di hutan lagi.Kala memelototi plester yang menempel di kulit tangannya untuk menghimpun ingatan yang sempat berserakan karena tidak sadarkan diri selama dua hari di rumah sakit."Sudah sadar, Ka? Gimana keadaan lo? Ada yang sakit? Kepala lo udah baikan?"Kala menoleh ke sumber suara dan menemukan kakaknya tengah berdiri di dekat pintu. Penampilannya yang lusuh akibat kurang tidur, dengan sweater abu-abu yang sudah dikenakan berhari-hari, sama persis dengan ingatan Kala tentang wujud Kila sebelum ia pingsan."Gue pingsan berapa lama, Kak? Kakak nggak pernah mandi ya selama gue pingsan? Kok nggak pernah ganti baju?"Kila menyorot

  • POLIGRAF   Dapat

    "Lep ... passs ..."Setelah beberapa menit hanya bisa megap-megap, akhirnya Neta mampu menembakkan satu kata dari mulutnya dengan suara yang teramat rendah. Agak kurang tepat jika disebut berujar, lebih pas jika dikatakan sebagai bisikan.Tapi Fikri tidak mendengarnya, atau mendengar namun tidak peduli. Ia justru semakin mengencangkan cekikannya karena penghalang satu-satunya sudah tumbang. Sekarang tidak ada lagi yang bisa menghalangi untuk menyelesaikan urusannya dengan cucu tunggalnya yang cuma bisa memproduksi masalah itu.Kala sendiri tengah terkapar di tanah, persis di sebelah kaki Fikri. Dengan kelopak mata yang sudah teramat ingin menutup tapi dipaksa sebisanya untuk tetap terkuak, Kala menyaksikan adegan pembantaian itu tanpa bisa melakukan apapun, bahkan hanya untuk menggerakkan sepotong jarinya.Fikri melirik sinis ke arah Kala di samping bawahnya kemudian menyeringai, merasa luar biasa riang dengan situasi ini. Setelah selesai dengan Neta, Fikri baru akan

  • POLIGRAF   Cari

    Kila memanjang-manjangkan leher dengan ekspresi resah. Sudah tiga puluh menit ia mencari Kala begitu menyadari bahwa adiknya tidak berada di lokasi kecelakaan.Saat polisi dan ambulans kota sebelah telah tiba di tempat terjadinya insiden, Kila yang mengetahui kalau Neta dan kakeknya tidak terdeteksi di manapun dari keterangan Citra berniat mengajak Kala untuk mencari mereka secara berjamaah.Tapi, Kila justru dibuat risau ketika matanya menjelajahi seantero jalanan, sela-sela mobil yang terlibat tabrakan, di antara masyarakat yang menonton, bahkan sampai memeriksa mobil yang terkapar di aspal, siapa tahu Kala sedang berurusan dengan orang yang terjebak di dalamnya, dan tidak menemukan adiknya."Bu Citra, apa Anda pernah melihat adik saya?"Citra yang juga sibuk mengidentifikasi lokasi demi mencari ayahnya dan Neta menoleh dengan raut kalut. Bagaimana bisa ia memerhatikan kehadiran manusia lain saat dua orang keluarganya lenyap?"Tidak, Bu Kila. Saya tidak pernah melihat adik Anda. Say

  • POLIGRAF   Bangkit

    "Sakit, Kek. Lepaskan!"Kesadaran Kala terhimpun kembali dan telinganya menjaring kalimat yang diteriakkan Neta itu. Berupaya keras membuka kelopak matanya yang serasa diselotip, Kala mencoba mengingat apa yang telah menimpanya dan di bumi bagian mana ia terkapar saat ini.Begitu kelopak matanya terkuak, hal pertama yang dilihat Kala adalah bidang luas halus berwarna biru muda: langit. Mengerjap beberapa kali dengan susah payah, Kala bisa merasakan tanah di bawah punggungnya dan menyadari kalau ia tengah terbaring di alam, entah apa sebabnya. Yang jelas bukan dalam rangka menikmati pemandangan karena setiap senti tubuhnya terasa sakit."Jawab! Kamu tahu anak muda itu bisa deteksi kebohongan, kan? Makanya kamu melepaskannya dari pegangan Kakek karena kamu tahu itu bisa membunuhnya?"Hardikan itu begitu mengagetkan sampai kelopak mata Kala tersentak, semua rasa berat dan lemah yang menggayutinya tiba-tiba lenyap, dan dengan satu gerakan cepat ia membangkitkan badannya agar duduk.Punggu

  • POLIGRAF   Sengaja

    Senyum mengerikan terpahat di wajah awet muda Fikri. Tatapannya pada Kala tak lagi seperti ingin mengusir. Sebaliknya, ia memberi Kala pandangan tertarik.Kala yang masih belum pulih sepenuhnya dari sakit kepala bertubi-tubi yang diperolehnya akibat menyentuh Fikri, sehingga kebanyakan menunduk, tidak menyadari perubahan ekspresi orang tua itu. Karena itu, ia sangat kaget saat tanah di depan matanya mempertontonkan sepasang sepatu pantofel berwarna hitam mengilat dari kulit asli.Saat mengangkat penglihatannya, Kala sampai tersentak ke belakang ketika menemukan muka Fikri yang hanya dihiasi sedikit kerut terpampang persis di depan hidungnya."Kemampuanmu sangat menarik sekaligus merepotkan, Anak Muda. Bagaimana rasanya bisa mendeteksi kebohongan? Menyenangkan? Tapi, sepertinya tidak terlalu membahagiakan kalau melihat bagaimana kamu kesakitan tiap menyentuh orang yang berbohong. Bagaimana kalau saya membantumu lepas dari kesakitan itu?"Tidak mengerti dengan yang dim

  • POLIGRAF   Ricuh

    "Apa? 20 tahun? Untuk kejahatan yang tidak anakku lakukan? Anda sudah sinting, Bu Jaksa?"Auman kemurkaan ibu Fatih menyambut usai Irsita menyampaikan tuntutannya. Dengan wajah aslinya yang berbedak kedengkian jaksa itu menoleh ke belakang, memberi wanita fashionable yang duduk di kursi penonton sidang barisan depan itu tatapan merendahkan."Jaga ucapan Anda, Bu. Anda tidak tahu sudah mengatai siapa? Kalau Anda tidak hati-hati, saya bisa menjadikan Anda menyusul putra Anda untuk duduk di kursi terdakwa."Ibu Fatih meradang mendengar ancaman Irsita. Ia sudah nyaris melompati pembatas kayu antara kursi penonton sidang dengan meja saksi beberapa meter di depannya, kalau tidak sigap ditahan oleh suami dan anak perempuannya."Lepaskan saya, Pak, Veli. Saya harus menghajar wanita jelmaan setan itu. Lepas!"Bunyi palu yang dipukul oleh pria berambut keabuan yang teronggok di kursi ketua majelis hakim menyadarkan ibu Fatih. Ia pun kembali duduk di kursinya dengan mata masih mendelik pada Irsi

  • POLIGRAF   Kecelakaan

    Kala memekik saat menyaksikan iringan mobil di depan mereka berpartisipasi dalam kecelakaan beruntun. Kila pun bereaksi sama dan cepat-cepat menghentikan mobilnya. Jarak mereka dengan mobil di depannya yang memang dijaga Kila agar tidak terlalu dekat, dalam rangka pengintaian yang dilakukan, membantu mereka tidak ikut serta dalam kekacauan itu."Apa yang terjadi, Kak? Kok mereka pada kecelakaan?"Kala berteriak setelah kakinya memijak bumi begitu keluar dari mobil yang telah dibawa Kila agak menjauh dari lokasi insiden."Gue juga nggak tahu, Ka. Sebentar, gue telpon polisi dan ambulans dulu."Mengangguk sekadarnya, Kala meninggalkan kakaknya yang sedang berurusan dengan ponselnya dan berjalan mendekati mobil yang paling dekat dengan mereka.Semua pintu mobil terkuak, pertanda seluruh penghuni telah minggat. Kala melanjutkan penjelajahannya ke mobil lain di depannya dan mendapati pemandangan yang sama."Gue udah telpon polisi dan ambulans. Mereka sedang perjal

DMCA.com Protection Status